NovelToon NovelToon
GAZE

GAZE

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Duniahiburan / Matabatin
Popularitas:717
Nilai: 5
Nama Author: Vanilla_Matcha23

“Setiap mata menyimpan kisah…
tapi matanya menyimpan jeritan yang tak pernah terdengar.”

Yang Xia memiliki anugerah sekaligus kutukan, ia bisa melihat masa lalu seseorang hanya dengan menatap mata mereka.

Namun kemampuan itu tak pernah memberinya kebahagiaan, hanya luka, ketakutan, dan rahasia yang tak bisa ia bagi pada siapa pun.

Hingga suatu hari, ia bertemu Yu Liang, aktor terkenal yang dicintai jutaan penggemar.
Namun di balik senyum hangat dan sorot matanya yang menenangkan, Yang Xia melihat dunia kelam yang berdarah. Dunia penuh pengkhianatan, pelecehan, dan permainan kotor yang dijaga ketat oleh para elite.

Tapi semakin ia mencoba menyembuhkan masa lalu Yu Liang, semakin banyak rahasia gelap yang bangkit dan mengancam mereka berdua.

Karena ada hal-hal yang seharusnya tidak pernah terlihat, dan Yang Xia baru menyadari, mata bisa menyelamatkan, tapi juga membunuh.

Karena terkadang mata bukan hanya jendela jiwa... tapi penjara dari rahasia yang tak boleh diketahui siapapun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilla_Matcha23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5 - MEJA DUA KURSI DAN RAHASIA YANG TERSISA

Sore itu, sebuah warung sederhana di pinggiran kota Hangzhou terasa hangat oleh aroma kaldu dan suara wajan yang bersentuhan dengan minyak panas.

Seorang pria memasuki tempat itu dengan langkah tenang. Kaos putih kebesaran menutupi tubuh kurusnya, celana pendek biru memudar di lutut, topi hitam dan masker menutupi sebagian besar wajahnya.

Sekilas ia terlihat seperti orang biasa, namun sorot matanya menyimpan kelelahan yang terlalu dalam untuk ukuran seseorang seusianya.

Ia menatap sekeliling, mencari seseorang.

“Liang, akhirnya kau datang juga,” Sebuah suara memanggilnya dari sudut ruangan.

Yu Liang menoleh. Pria itu, Lu Zeyan, sahabat lamanya di dunia hiburan melambaikan tangan kecil sambil tersenyum.

Liang hanya mengangguk pelan, lalu melangkah menghampirinya. Mereka duduk di meja kayu sederhana di bawah lampu gantung yang berayun ringan.

Zeyan segera memanggil pelayan dan memesan beberapa hidangan kesukaan mereka dulu: mi pedas, ayam goreng madu, dan sup rumput laut.

“Beberapa bulan tidak bertemu, kau makin kurus saja,” ucap Zeyan sambil menatap wajah di balik masker itu.

Yu Liang hanya menghela napas, meneguk segelas air tanpa berkata sepatah pun.

Tak lama, aroma masakan memenuhi meja mereka. Tanpa basa-basi, Liang langsung mengambil sumpit dan mulai makan dengan lahap, seolah ia lupa kapan terakhir kali menyentuh makanan hangat.

Zeyan menatapnya lama, senyumnya pelan tapi getir. Ia mendorong beberapa piring mendekat ke arah Liang.

“Pelan-pelan saja,” katanya lembut, terkekeh kecil. “Takutnya kau tersedak.”

Liang berhenti sejenak, menatap sahabatnya itu dengan mata yang sedikit memerah. Ada ucapan yang ingin keluar, tapi tertahan di tenggorokannya.

Ia hanya menunduk lagi, melanjutkan makannya dalam diam.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan, hanya terdengar suara sendok dan sumpit yang beradu dengan mangkuk.

Warung itu tidak ramai, hanya dua tiga pelanggan lain yang tampak sibuk dengan makanan mereka. Dari luar, sinar senja mulai memudar, menumpahkan warna jingga di dinding berdebu.

Lu Zeyan menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Yu Liang yang masih makan dengan diam.

“Aku dengar… kau menolak proyek besar dari Huai Films?” tanyanya perlahan, suaranya nyaris seperti bisikan.

Yu Liang berhenti.

Tangannya yang memegang sumpit sedikit gemetar. “Aku tidak cocok dengan konsepnya,” jawabnya datar.

Zeyan mengernyit. “Atau… karena sutradaranya orang yang sama yang dulu—”

“Zeyan.” Nada Yu Liang memotong cepat, dingin, tapi matanya bergetar. “Kau tahu aku tidak ingin membicarakan itu.”

Suasana di antara mereka seketika membeku.

Zeyan menarik napas panjang, lalu meneguk tehnya.

“Baiklah,” katanya akhirnya.

“Tapi, kau harus tahu satu hal. Dunia ini tidak pernah lupa, Liang. Mereka hanya menunggu waktu untuk membuka lagi luka yang kau kira sudah tertutup.”

Yu Liang menatap keluar jendela, menatap orang-orang yang lalu lalang tanpa tahu apa-apa.

“Aku tidak peduli lagi tentang apa yang dunia pikirkan,” gumamnya pelan.

“Kau peduli,” balas Zeyan tenang. “Kalau tidak, kau tak akan sembunyi di balik masker itu setiap kali keluar.” Keduanya terdiam lagi.

Hanya terdengar hujan yang mulai turun perlahan, memukul atap seng di atas mereka.

Zeyan bersandar ke depan, suaranya kini lebih lembut.

“Liang, apa yang sebenarnya terjadi di Tokyo waktu itu? Kenapa semua catatan medis dan rekaman syuting tiba-tiba lenyap?”

Yu Liang menatapnya, tapi tak menjawab. Tatapan matanya kosong, seperti menatap sesuatu yang tak bisa dijelaskan.

Beberapa detik kemudian, ia berdiri, menarik masker ke atas wajahnya. “Beberapa hal… sebaiknya memang tetap hilang.”

Zeyan menatap kepergian sahabatnya itu tanpa mencoba menahannya. Namun dalam hatinya, ia tahu, Yu Liang tidak sekadar melarikan diri dari dunia hiburan.

Ia sedang berlari dari sesuatu yang jauh lebih dalam… sesuatu yang bahkan kamera tak akan pernah bisa rekam.

...

Xia masih berdiri di depan jendela, tatapannya jauh. Bayangan taman dan cahaya sore tercermin di matanya. Setelah beberapa detik hening, ia berbalik dan berkata dengan nada datar namun mengandung wibawa yang sulit dibantah.

“Nanti, setelah gadis kecil itu benar-benar sadar, pindahkan dia ke ruang perawatan pribadi,” ucapnya pelan. “Dan segera urus semua pembayarannya. Masukkan ke dalam tagihan yayasan.”

Feng Xuan, yang berdiri beberapa langkah di belakangnya, menunduk dalam. “Baik, Nona.”

Xia kembali menatap berkas di mejanya, jemarinya mengetuk ringan permukaan kayu. Suaranya kembali terdengar, kali ini lebih tegas.

“Dan besok, adakan rapat internal. Suruh Guang Yi menjadi pengawas dari Yang Group untuk melakukan inspeksi mendadak di Tiansheng Hospital.”

Feng Xuan menatapnya sekilas, sedikit terkejut, namun segera kembali menunduk.

“Aku ingin kebijakan baru diberlakukan,” lanjut Xia dengan nada dingin namun terkendali. “Setiap pasien tidak mampu harus tetap mendapat penanganan penuh. Dan mereka yang memperlakukan pasien seperti angka, yang merugikan nama Tiansheng, harus segera meninggalkan rumah sakit ini.”

Tatapannya tajam menembus udara yang hening.

“Sepertinya aku sudah terlalu lama membiarkan mereka berlaku semena-mena,” ucapnya lirih namun mengandung kekuatan.

“Sekarang… waktu mereka sudah habis.”

Feng Xuan menunduk hormat, nada suaranya berubah penuh hormat dan kesungguhan.

“Baik, Nona. Saya akan mengaturnya malam ini.”

“Pergilah,” jawab Xia singkat.

Feng Xuan membungkuk ringan, lalu melangkah keluar meninggalkan ruangan. Pintu menutup perlahan di belakangnya, menyisakan Xia yang kini berdiri seorang diri, menatap lambang Yáng Tiansheng Hospital di dinding.

Tatapannya dingin, tapi di balik itu tersimpan luka dan keyakinan.

“Rumah sakit ini… sudah terlalu lama lupa pada maknanya,” gumamnya pelan.

“Dan aku akan mengingatkan mereka, siapa sebenarnya yang membangunnya.”

..

Keesokan harinya,

Suasana Yáng Tiansheng Hospital terasa lebih tegang dari biasanya. Di koridor lantai enam, para staf berbisik-bisik setiap kali Xia lewat. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres, tapi memilih diam dan melanjutkan langkahnya.

Ketika ia baru saja keluar dari ruang pasien, suara panggilan terdengar lewat pengeras suara:

“Dokter Yang Xia, harap menuju ruang rapat utama sekarang.” Langkahnya terhenti.

Ia menarik napas panjang, lalu menuju ruang itu.

Begitu pintu terbuka, beberapa pejabat rumah sakit sudah duduk menunggu.

Di ujung meja, duduk Direktur Zhang, dan di sampingnya, pria berjas hitam yang mengangguk sopan kepada Yang Xia, tanpa ada seorang pun yang tau.

Xia menatap sekilas, dan mengangguk. Pria itu terlihat muda, tapi auranya dingin dan berwibawa. Mata hitamnya memancarkan sesuatu yang sulit ditebak, antara penilaian dan rasa ingin tahu.

Direktur Zhang membuka rapat dengan nada formal, “Kami mengadakan pertemuan mendadak untuk membahas tindakan tidak sesuai prosedur yang dilakukan oleh Dokter Yang Xia.”

Beberapa orang mulai mencatat, suasana semakin berat.

Namun sebelum Direktur sempat melanjutkan, pria berjas hitam itu membuka suara.

“Saya sudah meninjau rekaman CCTV semalam.”

Suaranya dalam dan tenang, namun cukup untuk membuat ruangan seketika hening.

“Jika bukan karena tindakan cepat Dokter Yang, pasien anak itu sudah tidak bisa diselamatkan.”

Direktur Zhang tampak gelisah. “Tuan Guang, kami bukan mempertanyakan kemampuannya. Tapi—”

“—tapi prosedur?” potong pria itu dengan datar.

“Saya tidak melihat ada prosedur yang lebih penting dari nyawa manusia.”

Ruangan langsung terdiam. Xia menatap pria itu, dan tersenyum tipis, tidak terkejut mendengar pembelaan untuknya.

Direktur Zhang berdehem. “Tuan Guang, Anda mungkin belum memahami sistem kami. Rumah sakit ini—”

“Saya memahami lebih dari yang Anda kira.”

Pria itu menatapnya dingin, lalu menambahkan dengan tenang, “Mulai minggu depan, saya akan bertanggung jawab penuh atas divisi pengawasan rumah sakit ini.”

Direktur Zhang tampak kaget. “Apa—Anda… pengawas dari Yáng Group?”

Pria itu menatapnya tanpa ekspresi. “Guang Yi. Kepala divisi pengawasan dan pemegang saham mayoritas yang baru. Saya pikir Anda sudah membaca memo yang dikirim pagi ini.”

Suara berbisik pelan terdengar di antara para staf. Xia hanya diam, tidak salah dia membiarkan Guang Yi, melakukan ini. Kinerja nya benar-benar diluar ekspektasinya.

Guang Yi kemudian menatap Xia secara langsung, matanya lembut tapi tajam tanpa mengurangi rasa hormat nya kepada Yang Xia, bos nya.

“Dokter Yang. Saya akan memantau kinerjamu. Lanjutkan caramu bekerja. Dunia ini butuh lebih banyak dokter yang berani melanggar prosedur untuk alasan yang benar.”

Ia berdiri, merapikan jas hitamnya, lalu menambahkan, “Dan untuk laporan administrasi pasien anak itu… kirimkan biayanya ke akun pribadi saya.”

Tanpa menunggu balasan, ia berjalan keluar dari ruang rapat.

Semua mata kini tertuju pada Xia. Xia tergelak pelan, oleh sikap orangnya. Hingga sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya.

“Bagaimana, Bos? Kau puas dengan kerjaku hari ini?”

1
Om Ganteng
Lanjut thorrr💪
Om Ganteng
Yang Xia
Om Ganteng
Chen Wei
Om Ganteng
Yang Xia/Determined/
Om Ganteng
Yu Liang/Sob/
Om Ganteng
Thor... apa ini Yu Menglong?
Zerine Leryy
Thor, Yu Liang... seperti Yu Menglong/Sob//Sob/
Zerine Leryy
Guang Yi keren...
Zerine Leryy
Bagus, lanjutkan Thor... Semoga ceritanya bagus sampai akhir/Good//Ok/
Zerine Leryy
Yang Xia dibalik Yang Grup, Guang Yi dan Feng Xuan 👍 perpaduan keragaman yang keren
Zerine Leryy
Ceritanya bagus, Sangat jarang ada Ceo wanita yang tangguh seperti Yang Xia.
☘☘☘yudingtis2me🍂🍋
Jelek nggak banget!
Yue Sid
Aduh, cliffhanger-nya bikin saya gak tahan nunggu, ayo lanjutkan thor!
Gladys
Asik banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!