bagaimana jadinya jika seorang gadis desa yang sering dirundung oleh teman sekolahnya memilih untuk mengakhiri hidup? Namun, siapa sangka dari kejadian itu hidupnya berubah drastis hingga bisa membalaskan sakit hatinya kepada semua orang yang dulu melukainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mas Bri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
“Tuan, makan malamnya sudah siap,” panggilnya dari luar pintu kamar.
Setelah seharian menata barang-barangnya bersama Ayu, William tertidur sampai makan malam tiba.
Tidak ada jawaban dari dalam, Ayu mengetuk pintunya lagi. “Tuan, makan malam sudah siap,” lanjut Ayu.
Pintu besar itu pun terbuka lebar menampakkan wajah bantal sang majikan. “Lain kali tidak perlu masak untukku. Aku tidak terbiasa makan di rumah,” ucapnya setelah itu langsung menutup pintu kembali.
Ayu cukup terkejut dengan responnya. Ini diluar dugaan sebelumnya yang menurut ibunya dia tidak suka makanan dari luar. Dengan perasaan kecewa, Ayu turun kembali dan membereskan semua makanan.
“Kalau di buang, sayang. Kalau aku makan sendiri, terlalu banyak. Apa aku simpan di lemari pendingin saja? Tapi kata Nyonya, Tuan Muda tidak suka lemari pendinginnya bau. Bagaimana ini?” gumamnya sendiri.
“Seandainya ada yang lain, mungkin masih bisa kita makan bersama,” lanjutnya. Dengan terpaksa Ayu memakan semua lauk itu tanpa nasi hingga perutnya seperti akan meledak. Malam itu dirinya kesulitan tidur karena kekenyangan.
.
.
.
Pagi-pagi sekali William sudah rapi dengan setelan jasnya. Hari ini adalah pertamanya dia memasuki perusahaan orang tuanya. Jauh sebelum itu, dia sudah memegang beberapa perusahaan yang dia bangun sendiri saat di luar negeri.
Bos muda itu berjalan menuruni tangga dengan sedikit berlari, takut kalau nanti terlambat. Secangkir susu protein sudah tersaji di atas meja makan, tetapi tidak di liriknya sama sekali. Dia abaikan dan pergi begitu saja meninggalkan pelayan yang sibuk di dapur.
Ayu yang melihat Tuannya sudah pergi tanpa minum susu buatannya merasa kecewa untuk kedua kalinya. “Tuan, minumnya,” ucap Ayu sambil berlari membawa segelas susu menyusul tuannya ke parkiran mobil. Sayangnya, tidak sedikitpun William melihat perjuangannya.
Mobil mewah itu melaju kencang keluar area rumahnya dan mengabaikan Ayu.
“Bukankah aku sudah melakukan sesuai dari instruksi Nyonya? Tapi rasanya seperti aku yang salah di sini,” lirih Ayu. Dia minum susu itu hingga tandas seperti saat makan malam kemarin.
Selesai dengan drama persusuan, Ayu memulai pekerjaannya dengan senang hati.Tapi rasanya kali ini sedikit berat karena harus dia kerjakan sendirian. Meski begitu dia cukup senang karena bisa memutar musik dari ponselnya. Berbeda saat di rumah utama dulu yang harus mengikuti peraturan ketat. Di sini hanya ada dirinya sendiri jadi lebih bebas tetapi tetap tahu batasan.
Saat asik dengan musiknya, tiba-tiba benda pipih itu berganti nada satu tanda panggilan masuk dari Nyonya rumah. “Iya, Nyonya,” jawab Ayu gugup.
“Bagaimana dengan anakku? Apa kemarin dia makan dengan baik?” tanya Maya serius.
Gadis itu terlihat kebingungan untuk menjawab. “Ti-tidak makan, Nyonya. Tuan Muda juga tidak minum susu sesuai perintah Nyonya.”
“Apa?! Kamu ini kerja nggak becus! Hanya menyuruh dia makan saja nggak bisa. Kalau sampai ada apa-apa, kamu yang harus tanggung jawab!” panggilan pun putus sepihak.
Tangan Ayu sedikit gemetar setelah menerima panggilan tadi. “Bagaimana ini? Kalau Tuan sakit, pasti aku yang disalahkan,” gumamnya begitu ketakutan. “Tapi Tuan Muda sendiri yang tidak mau makan masakan ku. Apa aku begitu menjijikkan? Padahal bahan makannya mahal-mahal semua. Sebelum masak pun aku cuci tangan, tapi tetap saja dia nggak mau,” keluh Ayu.
Tidak terasa waktu pun berlalu, kini waktu sudah menunjukkan pukul enam malam dan dia bergegas mandi. Begitu selesai, dia memakai rok selutut dengan motif bunga sakura. Rambut panjangnya dia gerai karena masih belum kering. Wajah putihnya dia biarkan polos tanpa bedak, hanya menggunakan lip balm agar bibirnya tidak kering.
Setelah semua selesai, Ayu pergi ke dapur menyiapkan minuman hangat untuk Tuannya. Masa bodoh kalau tidak di minum. Ini semua perintah dari mamanya yang selalu mengingatkan dirinya agar membuat minuman hangat saat putra sulungnya pulang.
Tidak lama setelah itu, suara mesin mobil mulai terdengar memasuki garasi mobil. William memasuki rumah dan langsung menuju lantai atas. Lagi-lagi dia mengabaikan segelas air lemon hangat yang ada di atas meja. Bahkan tidak ada sepatah kata yang terucap dari bibirnya untuk menyapa sang pelayan.
Karena kesal, Ayu langsung meminum air lemon itu di tempat. Tanpa dia tahu ada sepasang mata yang terus mengamatinya dari atas. Entah apa yang membuat dia berubah pikiran. Willian pun kembali turun dan meminta air lemon yang kini tinggal sedikit.
“Mana minumku?” Tanya William kepada gadis cantik dengan gelas yang masih di tangannya.
“Mi-minum?” cicit Ayu. Perasaannya mulai tidak enak.
“Iya, minumku. Bukankah tadi ada di sini?”
Ayu terperangah mendengar ucapan majikannya. Matanya tertuju kepada gelas yang hampir kosong itu dengan gugup. Pikiran yang tidak-tidak mulai bermunculan. Kakinya sedikit gemetar karena dia telah lancang menghabiskan minuman majikannya.
Semua mata tertuju pada gelas yang hampir kosong di tangan Ayu.
Melihat gelasnya kosong, William ingin meminta penjelasan. Namun pandangannya teralihkan pada benda kenyal berwarna merah mudah yang sedikit terbuka. Karena tinggi Ayu yang hanya sebatas dada William, dia mendongak saling menatap satu sama lain.
Masih dengan mulut sedikit terbuka, tangan laki-laki itu terulur ingin mengusap benda kenyal yang menggoda. Semakin dekat, semakin dia ingin meraihnya. Tubuh jakung itu pun semakin rendah membungkuk tak menyisakan jarak di antara keduanya.