"Salahkah aku mencintainya?" -Regina-
"Ini hanya tidur bersama semalam, itu adalah hal biasa" -Arian-
-
Semuanya berawal dari kesalahan semalam, meski pria yang tidur bersamanya adalah pria yang menggetarkan hati. Namun, Regina tidak pernah menyangka jika malam itu adalah awal dari petaka dalam hidupnya.
Rasa rindu, cinta, yang dia rasakan pada pria yang tidak jelas hubungannya dengannya. Seharusnya dia tidak menaruh hati padanya.
Ketika sebuah kabar pertunangan di umumkan, maka Regina harus menerima dan perlahan pergi dari pria yang hanya menganggapnya teman tidur.
Salahkah aku mencintainya? Ketika Regina harus berada diantara pasangan yang sudah terikat perjodohan sejak kecil. Apakan kali ini takdir akan berpihak padanya atau mungkin dia yang harus menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengklaim Miliknya
Regina terbangun masih dalam posisi yang semalam. Tidur di sofa dalam pelukan Arian. Regina menatap pria yang masih terlelap dan masih memeluknya itu. Jika saja bukan kesalahan yang terjadi malam itu, mana mungkin sekarang Regina berada dalam pelukan pria ini.
Menatap garis wajah yang sempurna di tatapan Regina. Hidung mancung, bulu mata lentik dan alis yang tebal. Namun jika dia terbangun, maka tatapan dingin akan langsung terlihat dari mata birunya itu.
Jantungnya kembali berdebar, tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya sendiri. Sejak hari pertama pertemuan mereka dan Arian yang mengantarnya pulang dari rumah sakit ketika adiknya mengalami kecelakaan saat itu, sudah berhasil membuat hati Regina tergerak.
Perhatian yang Arian berikan, membuat hatinya yang kosong dan hidupnya yang hampa, sedikit berwarna. Sekarang bahkan semuanya tidak akan pernah mudah baginya yang sudah terjerat dengan Arian. Meski mungkin pria itu hanya menganggap semuanya hal biasa.
"Mau berapa lama kau menatapku?"
Regina mengerjap, tertarik ke alam sadar dari lamunannya. Menyadari jika Arian sudah bangun, dan sekarang jarak mereka terlalu dekat hingga Regina bisa merasakan hembusan napas hangat dari pria itu.
"Em, aku harus ke Kantor" ucap Regina sedikit gugup, dia melepaskan diri dari pelukan Arian.
"Sebentar, aku masih ingin memelukmu"
Regina terdiam saat tangannya di tahan oleh Arian. Namun dia mencoba melepaskan, detak jantungnya sudah tidak beraturan. Regina takut tidak bisa menahannya.
"Aku harus bekerja, nanti kesiangan lagi"
Akhirnya Regina berhasil lolos dari Arian, membiarkan pria itu masih tiduran di sofa. Regina segera bersiap.
Arian bangun dan duduk di sofa, mengambil ponselnya di atas meja. Melihat Asistennya yang menelepon.
"Ada apa?"
"Tuan, siang ini kita pergi ke Luar Negara untuk pertemuan bisnis. Mohon kerja samanya ya"
Suara dari Asistennya seperti memohon agar Arian tidak mengacaukannya kali ini, seperti terakhir kali saat rapat penting dan dia malah bermalam dengan Regina hingga akhirnya Kakeknya yang harus turun tangan menangani rapat.
"Ya, aku paham"
Setelah menyimpan kembali ponsel di atas meja, Arian menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Bibirnya tersenyum tanpa arti, memikirkan tentang semalam dia yang memeluk Regina dalam tidurnya.
"Kamu tidak pergi bekerja? Kenapa masih disini?"
Arian langsung menoleh saat mendengar suara itu, melihat Regina yang sudah siap dengan pakaian kerja. Rok span di atas lutut, baju kantor yang rapi, makeup yang tipis, dan rambut yang dibiarkan tergerai, melihatnya membuat Arian tertegun untuk beberapa saat.
"Aku Bosnya dan aku bebas mau pergi atau tidak ke Kantor" ucap Arian santai, dia berjalan mengikuti Regina ke arah dapur kecil di ruangan ini.
Regina mengoleskan selai coklat pada selembar roti dan menuangkan susu hangat ke dalam gelas. "Jika semua Bos seperti kamu, pasti banyak karyawan yang juga seenaknya datang ke Kantor"
Arian duduk di depan Regina, tidak hentinya menatap perempuan di depannya ini. "Tentu saja tidak, mereka semua harus datang tepat waktu dan bekerja dengan baik. Jika tidak, maka akan langsung di pecat"
Regina hanya menggeleng pelan, melihat sikap Arian yang seperti ini memang tidak sama seperti Arian yang terlihat di luaran sana dan yang dikenal orang-orang.
"Nih, aku malas membuat sarapan. Jadi hanya roti saja dan susu" ucap Regina sambil menyodorkan satu lapis roti yang sudah diberi selai coklat.
Arian tidak menerimanya dengan tangan, tapi dia langsung menggigit roti itu dengan membiarkan Regina masih memegangnya. Tentu saja itu membaut Regina terkejut.
"Tidak papa, aku suka roti ini. Sangat manis" ucap Arian sambil mengusap sisa slai coklat di sudut bibirnya.
Regina menghela napas pelan, dia menyimpan sisa gigitan roti milik Arian di atas piring dan menyodorkan di depannya.
"Makan sendiri, aku tidak sedang menyuapimu"
"Memangnya kenapa jika kau menyuapiku? Kan hanya dengan tangan, bukan menggunakan mulutmu"
Uhuk... Regina langsung terbatuk-batuk, rasanya cukup mengejutkan ucapan Arian itu. Tiba-tiba saja bayangan malam mereka bersama, membuat Regina tidak bisa fokus dan mulai merasa wajahnya memanas.
"Minumlah, kau memang ceroboh sekali. Bagaimana jika mati tersedak!"
Regina meminum air yang di sodorkan oleh Arian. Pria itu malah memarahinya, padahal jelas Regina tersedak seperti ini juga karena ucapannya.
"Siang ini aku pegi ke Luar Negara, ada urusan pekerjaan. Kau tidak akan merindukanku?"
Regina mendengus pelan, kenapa pria ini jadi begitu narsis hanya karena Regina pernah mengatakan dia merindukannya. Tapi, itu karena dia sedang mabuk. Meski sebenarnya, memang benar dari lubuk hatinya.
"Hati-hati ya, aku tidak akan merindukanmu. Untuk apa merindukanmu, kita 'kan tidak ada hubungan apapun"
Brak.. Arian yang menggebrak meja dengan begitu keras, membuat Regina cukup terkejut. Melihat tatapan matanya yang begitu tajam menusuk. Arian berjalan ke arahnya, mencengkram dagu Regina dengan tatapan yang semakin tajam.
"Kau ingin hubungan seperti apa memangnya? Kita sudah tidur bersama, dan kau ingin hubungan yang seperti apa?"
Regina terdiam dengan tatapan penuh rasa takut. Mata Arian benar-benar seperti mata elang yang begitu tajam. Membuat siapa saja yang menjadi lawan bicaranya merasa takut.
"Em, ba-baiklah, kamu hati-hati dan kabari aku jika sudah sampai. Tentu saja aku akan merindukanmu"
Sial, aku terlalu takut melihat tatapannya. Mana berani aku membantah ucapannya.
Arian akhirnya melepaskan cengkraman tangannya di dagu Regina, sebenarnya bukanlah cengkraman yang kuat.
"Jangan pernah bermain-main saat aku tidak ada disini. Sampai aku tahu kau bersama pria lain, maka pria itu tidak akan selamat!"
Regina hanya diam dengan tertegun, ucapan Arian tidak terdengar seperti ancaman biasa. Dia serius dengan ucapannya.
Kenapa juga dia melarangku dekat dengan pria lain? Seolah dia sedang mengklaim diriku adalah miliknya.
*
Akhirnya setelah drama pagi ini, Regina sampai di Kantor. Meski masih bingung memikirkan sikap dan ucapan Arian tadi. Regina tetap berusaha untuk fokus pada pekerjaan.
Kenapa sikapnya aneh sekali, dia mengatakan itu seolah aku adalah miliknya. Padahal, kita tidak ada hubungan apapun selain kesalahan semalam.
Regina baru saja duduk di meja kerjanya, saat ponsel berdering. Dia melihat nama Arian yang semalam baru saja dia simpan nomor ponselnya.
"Hallo"
"Aku akan berangkat sekarang, kau baik-baik disini. Ingat ucapanku tadi!"
"Em, iya, kamu hati-hati"
"Hmm"
Setelah sambungan telepon terputus, Regina hanya menatap layar ponsel dengan bingung. "Aneh sekali, dia mengatakan hal seperti itu seolah aku adalah miliknya"
Ketika sedang memeriksa beberapa laporan, Regina di kejutkan dengan ponsel yang kembali berdering.
"Hallo?"
"Nona Regina?"
"Iya"
"Kami dari lokasi proyek pembangunan Mal di Kota xx, disini sedang terjadi masalah. Tanah ini ternyata sengketa"
"Apa?"
Bersambung
semoga reghina slalu baik baik dan kandungan nya sehat,,,Samuel beri perlindungan pada reghina..takut ada yg mencelakai nya
Mungkin ada keajaiban esok hari