Pangeran Dari kerajaan Vazkal tiba-tiba mendapatkan sistem auto pilot saat kerajaannya diserang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
misi penyelamatan yang menegangkan, Pangeran yang sulit dihadapi
Serangan Lyra terjadi begitu cepat, sebuah bayangan hitam melesat turun dari atas, menyambar rombongan Pangeran Lamino yang sedang berjalan. Terdengar suara dentingan pedang bertabrakan dengan keras, memecah kesunyian hutan yang gelap. Dalam hitungan detik, semua pengawal Lamino telah jatuh tak berdaya di atas tanah.
Namun, Lamino tetap berdiri di tempatnya, matanya tertutup rapat, tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Lyra, yang kini mendarat di hadapannya, menatap dengan rasa heran. Pangeran itu tetap diam, hanya gelengan kepalanya yang pelan yang terlihat. Tepat saat Lyra bersiap untuk menyerang lagi, Pangeran Lamino tiba-tiba membuka matanya, tatapannya kini berubah menjadi sangat tajam. Dengan satu gerakan cepat, ia berhasil menangkis serangan pedang Lyra menggunakan pedangnya sendiri.
"Bukan seperti ini cara seorang ksatria menyerang," kata Pangeran Lamino, suaranya terdengar tenang.
"Siapa kau?" tanya Lyra, nadanya penuh kewaspadaan.
"Aku yang seharusnya bertanya, siapa kau?" jawab Pangeran Lamino, sambil meluruskan pedangnya.
"Aku tidak punya waktu untuk bermain-main, Pangeran," ujar Lyra, siap menyerang lagi. "Raja Vazkal ada di mana? Jawab aku!"
"Kamu mencarinya?" balas Pangeran Lamino dengan senyuman kecil, lalu menghela napas. "Apa kamu tidak tahu, semua orang di kerajaan Lamina tahu Ayahku menyekapnya?"
Pertarungan pun dimulai. Pedang mereka bertemu berulang kali, mengeluarkan suara gemerincing yang menggema di dalam hutan. Pangeran Lamino bergerak lincah dan cepat, setiap serangannya memiliki kekuatan yang terukur. Ia terus-menerus menangkis semua serangan Lyra tanpa ragu, seolah-olah ia sudah tahu setiap gerakan Lyra.
Lyra merasa frustrasi. Ia terus melancarkan serangannya, memanfaatkan kegelapan malam dan pepohonan lebat di sekeliling mereka. Dengan cekatan, ia melompat dari satu pohon ke pohon lain, meluncurkan serangan dari arah yang tak terduga. Namun, setiap kali Lyra menyerang, Lamino selalu berhasil memblokir serangannya. Bahkan ketika Lyra menyerang dari belakang, Lamino bisa mengelak tanpa melihat, seolah-olah ia memiliki mata di belakang kepalanya. Lyra tahu ia harus segera mengubah strateginya, jika tidak, ia akan kalah dalam pertarungan ini.
Lyra kembali melompat ke atas, memanfaatkan kegelapan dan pepohonan lebat yang ada di sekeliling mereka. Pangeran Lamino hanya berdiri diam di tempatnya, mendongak ke atas dengan tatapan yang tampak acuh tak acuh. Kemudian ia mendongak, menyeringai.
"Apa kau ini dikirim oleh Sekya?" ia bertanya, nadanya terdengar santai.
"Aku tidak tahu siapa yang kau maksud," jawab Lyra. "Aku datang untuk menyelamatkan Raja Vazkal!"
"Jadi kau tidak mengenalnya?" tanya Pangeran Lamino. "Aku yakin, kau adalah orang yang dikirim olehnya."
"Kau salah besar!" Lyra membantah. "Aku tidak pernah mendengar nama itu."
Pangeran Lamino tertawa kecil. "Kau bukan orang yang bisa berbohong," ia berkata. "Aku sudah tahu sejak awal."
"Apa maksudmu?" tanya Lyra, ia merasa Lamino sedang memancingnya. "Tutup mulutmu dan jawab pertanyaanku. Di mana Raja Vazkal?"
Lyra tidak bisa menjawab pertanyaan Lamino. Tiba-tiba, sebuah cahaya keperakan melintas di langit malam dari kejauhan. Itu adalah sinyal yang hanya Lyra dan pasukannya yang tahu. Sinyal itu berarti Raja Vazkal sudah ditemukan dan berhasil diamankan. Lyra, tanpa pikir panjang, segera berbalik dan menghilang ke dalam kegelapan hutan. Lamino hanya berdiri di sana, menyaksikan Lyra pergi dengan senyum tipis di wajahnya.
Lyra segera melesat ke arah sinyal cahaya keperakan itu. Dia melihat pasukannya sudah berkumpul. Di tengah-tengah mereka, ada Raja Vazkal, atau Saul, seperti yang Lyra kenal. Tubuh Raja Saul tampak kurus dan lemah. Wajahnya pucat pasi, namun matanya masih memancarkan tekad yang kuat. Lyra bergegas mendekat.
"Yang Mulia!" seru Lyra, suaranya dipenuhi kelegaan. "Anda baik-baik saja?"
Raja Saul menatapnya dengan bingung. "Siapa kau?" tanyanya, suaranya serak. "Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya."
"Hamba adalah Lyra, Yang Mulia," jawab Lyra, sambil berlutut di depannya. "Anak buah Pangeran Sekya."
"Sekya?" ulang Raja Saul, matanya membelalak. "Dia..."
Lyra mengangguk. "Ya, Yang Mulia. Pangeran Sekya telah merebut kembali Vazkal dari tangan Dion. Kami datang untuk menyelamatkan Anda."
Raja Saul menghela napas panjang, air mata mengalir di pipinya. "Terima kasih, Lyra," katanya, suaranya bergetar. "Aku tahu Sekya tidak akan pernah menyerah."
"Tentu saja tidak, Yang Mulia," Lyra tersenyum. "Sekarang kita harus segera pergi dari sini."
Lyra memerintahkan para prajurit untuk membawa Raja Saul dengan hati-hati. Mereka harus memastikan Raja Saul bisa kembali dengan selamat, apa pun yang terjadi.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari segala arah. Puluhan prajurit Lamina dengan cepat muncul dari balik pepohonan, mengelilingi Lyra, Raja Saul, dan pasukannya. Wajah Lyra menegang, ia menyadari bahwa mereka telah terjebak.
Raja Saul yang melihat itu, berbisik pada Lyra dengan suara lemah. "Lyra, lari! Bawa mereka pergi dari sini!"
Lyra menggelengkan kepalanya. "Hamba tidak akan pergi, Yang Mulia," katanya tegas. "Kita akan keluar dari sini bersama-sama."
Dengan cepat, Lyra memberi perintah kepada pasukannya untuk berpencar. "Sebarkan diri kalian! Ajak yang lain dan bawa Yang Mulia pergi!" teriaknya. Prajurit-prajurit itu segera menyebar, beberapa membantu memapah Raja Saul, yang lainnya bertarung untuk membuka jalan. Lyra sendiri mengambil posisi di barisan paling belakang, siap untuk melawan prajurit Lamina, untuk memastikan semua orang bisa pergi dengan selamat.
Saat Lyra sibuk memimpin pasukannya, sebuah suara menginterupsinya. Pangeran Lamino berdiri di depannya, menghalangi jalannya. Senyum licik terukir di wajahnya.
"Kita bertemu lagi, cantik," ujarnya dengan nada mengejek.
Lyra menatapnya tajam, pedangnya diacungkan, siap untuk menyerang.
"Minggir!" bentaknya.
Lamino hanya tertawa. "Mengapa terburu-buru? Pertarungan kita belum selesai," katanya sambil meluruskan pedangnya.
Lyra menyadari bahwa ia tidak punya waktu untuk berdebat. Ia harus menemukan cara untuk mengalahkan Lamino dan membantu Raja Saul melarikan diri. Lyra tidak punya pilihan. Ia harus menghadapi Pangeran Lamino dan semua prajurit yang mengelilingi mereka sendirian.
"Pergi sekarang!" perintah Lyra pada prajuritnya. "Bawa Yang Mulia ke tempat yang aman! Aku akan mengurus ini!"
Para prajurit ragu-ragu. Salah satu dari mereka, yang masih muda, bertanya, "Tapi, Kapten Lyra..."
Lyra menatapnya dengan tajam. "Ini perintah! Laksanakan!"
Prajurit itu mengangguk, lalu bergegas pergi bersama yang lain. Lyra mengambil posisi, mengacungkan pedangnya ke arah Lamino dan prajurit-prajurit lainnya. Ia tahu, ini akan menjadi pertarungan yang sulit, tapi ia tidak akan menyerah.
Lamino memandangi Lyra dengan tatapan marah.
"Apa kau pikir kau bisa kabur begitu saja?" teriaknya. "Kau membunuh semua prajuritku dan sekarang kau tidak berani menghadapiku?"
Lyra hanya diam, matanya tetap tertuju pada Pangeran Lamino.
"Aku akan pastikan kau menyesali keputusanmu," ancam Lamino.
Lyra tidak menjawab, ia hanya mengambil ancang-ancang, siap untuk melancarkan serangan. Lamino, melihat Lyra tidak berniat melawannya secara langsung, menjadi semakin kesal. Ia kemudian berbalik ke arah pasukannya yang masih tersisa.
"Kejar mereka!" perintahnya dengan suara keras. "Bawa kembali Raja Vazkal! Aku akan mengurus wanita ini sendirian!"
Para prajurit Lamina segera bergerak, mengejar anak buah Lyra yang membawa Raja. Lamino menatap Lyra dengan senyum licik. Ia mengacungkan pedangnya, siap bertarung.
"Sekarang hanya ada kita berdua," ujarnya dengan nada menggoda.
"Bagaimana kalau kita berkencan dan jangan bertarung?"
Lyra tidak menjawab, ia malah langsung menyerang Lamino dengan kekuatan penuh. Pedangnya melesat cepat, mengarah ke jantung Lamino. Namun, Lamino sama sekali tidak bergerak dari tempatnya. Ia hanya menangkis serangan Lyra dengan pedangnya, seolah-olah Lyra sedang bermain-main.
Lyra menyerang lagi, kali ini dengan teknik yang lebih rumit, tapi Lamino masih menangkisnya dengan mudah. Ia tidak terlihat berusaha sama sekali. Lyra mendengus kesal.
"Mengapa kau tidak bertarung dengan serius? Apa kau meremehkanku?" bentak Lyra.
Lamino hanya tersenyum. "Kau menarik, tapi teknikmu masih terlalu kasar," jawabnya. "Aku hanya mengamati. Kau sangat ingin menyelamatkan raja, tapi kau tidak tahu apa-apa. Siapa yang harus kau lindungi? Kau atau raja itu?" tanya Lamino, nadanya penuh dengan jebakan.
Lyra terdiam sejenak. "Aku datang untuk menyelamatkan raja, itu saja!" jawabnya tegas, lalu menyerang lagi. Lamino hanya menggelengkan kepala.
Lyra kembali menyerang dengan seluruh tenaganya. Kali ini ia mengayunkan pedangnya dengan liar, menciptakan kilatan pedang di kegelapan. Tapi Lamino tetap tenang, ia mengelak dengan mudah. Dengan gerakan cepat, Lamino mengayunkan pedangnya, tidak mengarah pada Lyra, tetapi pada pakaiannya. Lyra terkejut, ia mendengar suara kain robek yang tajam. Pakaian Lyra di bagian bahu kiri terkoyak, memperlihatkan sedikit kulitnya. Lyra menghentikan serangannya, pedangnya kini bergetar.
"Lihat? Kau terlalu mudah ditebak," kata Lamino, suaranya pelan. "Kau harus belajar mengendalikan emosimu. Sekarang, kau menjadi lebih menarik."
Lyra menatapnya tajam, amarahnya meluap, ia tidak membiarkan dirinya merasa takut.
"Kau pengecut!" bentaknya.
Lamino hanya tertawa. "Tidak, aku hanya lebih baik darimu."