Saat gerbang Nether kembali terbuka, Kate Velnaria seorang Ksatria Cahaya terkuat Overworld, kehilangan segalanya. Kekuatan Arcanenya hancur di tangan Damian, pangeran dari kegelapan. Ia kembali dalam keadaan hidup-hidup, tetapi dunia yang dulu dikenalnya perlahan berubah menjadi asing. Arcane-nya menghilang, dan dalam bayang-bayang malam Damian selalu muncul. Bukan untuk membunuh, tetapi untuk memilikinya.
Ada sesuatu dalam diri Kate yang membangkitkan obsesi sang pangeran, sebuah rahasia yang bahkan dirinya sendiri tidak memahaminya. Di antara dunia yang retak, peperangan yang mengintai, dan bisikan kekuatan asing di dalam dirinya, Kate mulai mempertanyakan siapa dirinya sesungguhnya dan mengapa hatinya bergetar setiap kali Damian mendekat.
Masa lalu yang terkubur mulai menyeruak, membawa aroma darah, cinta, dan pengkhianatan. Saat kebenaran terungkap, Kate harus memilih antara melawan takdir yang membelenggunya atau menyerahkan dirinya pada kegelapan yang memanggil dengan manis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aria Monteza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Latihan pertama
Cahaya matahari pagi memancar hangat di langit Ceaseton, membelai lembut medan pelatihan di tepi pantai tempat para ksatria muda mengasah kemampuan mereka. Di tengah lapangan yang berpasir, Kate berdiri berhadapan dengan Orion, pemimpin tim yang kini menjadi rekan barunya.
"Gunakan sihirmu," ujar Orion, suaranya tegas, nada suaranya menunjukkan bahwa ia tidak bermaksud bersikap lunak pada siapa pun, termasuk Kate. "Aku ingin melihat sejauh apa kekuatanmu."
Kate mengangguk patuh, meskipun hatinya menegang. Ia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan Arcane yang masih rapuh dalam tubuhnya. Dengan satu gerakan tangan, ia melontarkan serangan sihir ke arah Orion. Sebuah gelombang cahaya keperakan yang seharusnya mampu memukul mundur lawan. Namun, kenyataan berkata lain.
Sihir itu begitu lemah dan rapuh, hanya bergulir pelan seperti kabut pagi yang mudah dihapus dengan satu kibasan tangan. Orion bahkan tidak perlu menghindar. Ia hanya berdiri diam, membiarkan serangan itu menghilang sebelum benar-benar menyentuh dirinya.
Keheningan yang kaku menyelimuti lapangan. Lyra salah satu anggota tim yang dikenal dengan lidah tajamnya, langsung melipat tangan di dada, matanya berkilat mengejek.
"Serius?" cibir Lyra, suaranya cukup keras hingga semua yang ada di sana bisa mendengarnya. "Bahkan Danzzle, yang selama ini dijuluki si paling lamban di tim ini, masih bisa menghasilkan sihir yang lebih kuat dari itu."
Danzzle, seorang pemuda dengan rambut coklat kusut, hanya tertawa canggung, tidak berani menanggapi. Suasana menjadi semakin tegang.
"Kau sebaiknya sadar diri," lanjut Lyra tajam. "Kalau terus begini, kau hanya akan menjadi beban. Tim ini tidak butuh orang yang tidak berguna."
Kate mendengarkan semua hinaan itu dengan wajah tenang, seolah kata-kata Lyra tidak berhasil menembus dinding kesabarannya. Bahkan bukannya membalas, Kate malah melangkah pelan ke sisi lapangan, kemudian menundukkan kepalanya sedikit kepada Orion.
"Izinkan aku memperhatikan latihan hari ini saja," kata Kate dengan suara yang lembut.
Orion menatapnya beberapa saat, ekspresinya sulit dibaca. Namun akhirnya, ia mengangguk singkat.
"Baik," kata Orion pendek. "Asal kau tidak mengganggu latihan kami."
Kate hanya membalas dengan anggukan kecil, lalu duduk di tepi lapangan, membiarkan dirinya menjadi penonton di medan pelatihan yang penuh semangat itu.
Ia memperhatikan dengan saksama setiap gerakan tim Orion. Bagaimana Lyra dengan lincah melancarkan sihir es dari anak panahnya. Bagaimana Danzzle menggabungkan sihir pelindung dan serangan dalam gerakan berantai. Dan bagaimana Orion mengatur taktik mereka dengan ketelitian yang luar biasa.
Di balik tatapan kosongnya, Kate sedang menganalisis semuanya. Mempelajari, menyusun dan menyimpan semua yang ia lihat dalam-dalam.
Jika ia ingin bangkit kembali untuk membalaskan semua kehilangan yang dialaminya. Ia tidak boleh hanya mengandalkan kekuatan lamanya. Ia harus menemukan jalan baru, dengan caranya sendiri.
Di bawah langit biru yang membentang luas, di tengah semilir angin laut, Kate membuat janji dalam diam. Ia akan bertahan dan akan menjadi kuat. Tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan. Tidak akan ada seorang pun, bahkan Lyra sekalipun, yang akan mampu menghentikannya.
***
Saat langit mulai beranjak jingga, dan suara deru ombak memecah kesunyian pesisir pantai. Kate duduk bersila di atas sebuah karang besar, sedikit menjauh dari arena latihan tim Orion. Matanya yang tajam mengikuti setiap gerakan yang terjadi di lapangan pelatihan, menganalisis dengan ketelitian seorang ksatria sejati.
Di bawah sana, pelatihan tim Orion semakin intens. Orion memimpin rekan-rekannya dengan ketegasan dan ketangkasan seorang pemimpin alami. Setiap tebasan pedangnya diiringi pancaran cahaya Arcane yang kuat, stabil, dan hampir mencapai bentuk sempurna. Kate mengenali tanda-tanda itu. Orion akan segera menembus tahap Sayap Rohani, satu langkah lebih dekat menuju tahap Kekosongan Agung sebelum mencapai Penyatuan Agung.
Pandangan Kate lalu beralih kepada Lyra. Gadis itu bergerak lincah, dengan sihir es yang membungkus senjatanya, menciptakan serangan cepat dan menusuk. Sihir es Lyra tampak berbahaya, tetapi juga rentan pecah bila terkena sihir panas dalam pertarungan nyata.
Jasper dengan kekuatan telekinesisnya, mampu menggerakkan beberapa benda sekaligus, menyerang dari berbagai arah tanpa harus mendekati lawan. Kelebihannya adalah fleksibilitas. Namun Kate melihat bahwa Jasper masih kurang dalam hal kecepatan reaksi saat diserang balik.
Kemudian, matanya menajam saat melihat Danzzle. Di mata para anggota lain, Danzzle adalah yang paling lemah. Serangan fisiknya lambat, pertahanannya biasa saja. Karena itu perannya lebih sering dikerdilkan menjadi sekadar penyembuh di tim. Namun Kate, dengan pengalamannya bertahun-tahun sebagai seorang Ksatria Cahaya Tingkat Penyatuan Agung, melihat sesuatu yang berbeda.
"Ada sesuatu dalam dirinya," gumam Kate pelan, suaranya larut bersama desiran angin.
Danzzle mengendalikan elemen alam. Tanah, tanaman, bahkan udara lembut di sekitar mereka, bisa dikendalikan oleh pemuda itu. Bakat yang sangat besar, bahkan jauh melebihi apa yang Danzzle sendiri sadari. Masalah utamanya hanyalah kurangnya bimbingan dan kepercayaan diri. Bila diarahkan dengan tepat, kekuatan itu bisa berkembang menjadi kekuatan besar yang bahkan mampu menandingi para Ksatria tahap Sayap Rohani.
Kate tersenyum samar, sebuah senyum yang sarat akan rencana. Ia tahu, saat ini ia dianggap lemah dan tidak berguna. Namun di balik pengabaian itu, ia sedang menyulam strategi baru. Ia bisa memanfaatkan potensi tersembunyi rekan-rekannya.
Kate menarik napas dalam-dalam, menatap matahari yang mulai terbenam di cakrawala. Keputusannya bulat. Ia akan mulai dari hal kecil seperti membangun kembali kekuatannya, membangun kepercayaan, membangun tim ini tanpa mereka sadari. Karena di dunia ini, kekuatan sejati bukan hanya tentang sihir atau pedang, tetapi tentang keyakinan yang tidak bisa dihancurkan.
Setelah latihan berakhir, matahari sudah menggantung rendah di langit, mewarnai cakrawala dengan semburat oranye dan ungu yang memukau. Orion mengibaskan debu di pakaiannya sebelum mendekati Kate yang masih duduk di atas karang, membiarkan angin laut memainkan helaian rambut panjangnya.
"Sudah selesai. Ayo pulang," ajak Orion singkat, suaranya terdengar biasa datar.
Kate hanya menoleh sekilas sebelum kembali menatap laut. "Aku ingin tinggal di sini lebih lama," jawab Kate dengan nada sopan, tapi jelas menolak ajakan itu.
Sebuah helaan napas singkat lolos dari bibir Orion. Tanpa berkata lebih banyak, ia berbalik meninggalkan Kate. Langkah-langkahnya cepat dan berat, seolah keberadaan Kate tidak lagi berarti apa-apa.
Jasper, Lyra, dan Danzzle yang menunggu di kejauhan hanya melirik sebentar, lalu ikut mengikuti Orion, meninggalkan pantai tanpa menoleh ke belakang.
Debur ombak menjadi satu-satunya suara yang menemani Kate saat itu. Ketika kesunyian benar-benar menguasai, Kate perlahan bangkit dari duduknya. Ia berjalan ke tengah pasir basah, melepas sepatu botnya, membiarkan kakinya menyentuh dinginnya air laut.
Tanpa ragu, ia mulai bergerak. Tubuhnya berputar, menekuk, dan melompat ringan di atas pasir, gerakannya cepat dan luwes seperti tarian. Tangan dan kakinya bergerak dalam kombinasi serangan dan pertahanan yang sempurna.
Kate tidak menggunakan Arcane dalam gerakannya. Arcane-nya memang rusak parah, kekuatannya tidak lebih dari sekadar nyala lilin di tengah badai. Namun tubuhnya, otot-ototnya, refleksnya semua masih hidup, bahkan lebih kuat dan cepat dibandingkan dulu saat dirinya berada di puncak kekuasaan sihir.
Setiap gerakan Kate diiringi hembusan angin laut, membuat sosoknya tampak seperti bayangan yang menari di antara buih ombak. Lompatan-lompatan ringannya nyaris membuatnya seperti melayang di udara. Pukulan-pukulannya cepat, nyaris tidak terlihat, menembus udara dengan kekuatan yang mengesankan.
Dalam keheningan itu, Kate menyadari sesuatu. Kehilangan Arcane justru membuat tubuhnya berkembang ke arah lain yang lebih murni, lebih bebas. Ia kini bukan hanya seorang pengguna sihir. Ia adalah seorang petarung sejati.
Di bawah langit yang mulai bertabur bintang, Kate terus berlatih, membiarkan pikirannya hanyut dalam debur ombak dan cahaya rembulan yang membasahi pantai.
Namun yang tidak ia sadari, sepasang mata dari kejauhan memperhatikannya. Orion berdiri di balik deretan batu karang, lengannya bersilang di depan dada. Alisnya bertaut tipis, penuh kebingungan.
Apa yang dilihatnya tidak cocok dengan apa yang ia ketahui tentang Kate. Seorang ksatria level Bunga Kehidupan seharusnya tidak mampu bergerak secepat itu. Gerakan Kate terlalu bersih dan terlalu mematikan.
"Dia bukan pemula biasa," pikir Orion sambil mengerutkan kening.
Namun, ia tidak berniat untuk mendekat atau bertanya. Tidak malam ini. Ada sesuatu dalam diri Kate yang masih tersembunyi, dan Orion tahu lebih baik untuk tidak memaksanya keluar dengan kasar.
Untuk saat ini, ia hanya akan mengamati. Karena kadang, jawaban terbaik hanya bisa ditemukan saat seseorang menunjukkan dirinya dengan sendirinya.
Orion berdiri lama di balik bayangan karang, menyaksikan latihan sunyi Kate yang tidak biasa. Setiap gerakan gadis itu seakan menentang hukum logika seorang Ksatria Bunga Kehidupan. Bahkan matanya yang terlatih nyaris kehilangan jejak saat Kate berpindah dari satu posisi ke posisi lain dalam sekejap mata. Kecepatan, ketepatan, ketenangan, semuanya terlalu sempurna untuk seorang pemula.
"Apa sebenarnya yang dia sembunyikan?" gumam Orion dalam hati, matanya menyipit dalam keraguan.
Ia tidak beranjak hingga Kate benar-benar menghilang dari pandangannya, menghilang ke arah hutan kecil yang memisahkan pantai dan kastil. Barulah Orion menarik napas panjang dan memutuskan untuk kembali ke kastil. Langkah beratnya menggemakan suara kecil di sepanjang lorong batu. Pikiran di kepalanya dipenuhi tanda tanya yang makin berat.
Saat ia membelokkan langkah ke lorong utama kastil, matanya secara kebetulan menangkap sosok Leon, yang baru saja keluar dari ruang rapat para tetua. Kesempatan itu terlalu baik untuk dilewatkan. Dengan langkah cepat, Orion mendekat.
"Leon," panggil Orion, suaranya berat dan serius.
Leon yang mengenali nada itu, menghentikan langkahnya. "Ada apa?"
"Aku ingin tahu, siapa sebenarnya Kate?" Orion menatap mata pria itu tajam.
Suasana di antara mereka seketika menjadi kaku. Udara malam yang tadinya tenang kini terasa berat, seolah dinding batu pun menahan napasnya. Leon tetap tenang, matanya sedikit menyipit seolah menimbang-nimbang.
"Tidak biasanya kau tertarik pada anggota baru," balas Leon setengah bercanda, mencoba melembutkan ketegangan.
Namun Orion tidak tertawa. Ia tetap menatap Leon, menuntut jawaban. Leon akhirnya menghela napas panjang. Ia tidak bisa memberikan kebenaran penuh. Setidaknya belum saat ini.
"Kate adalah anak yatim piatu," ucap Leon, suaranya dalam dan pelan. "Dia dibesarkan dalam keluarga kami. Aku menganggapnya seperti adikku sendiri. Itulah sebabnya aku membawanya ke sini untuk melindunginya."
Orion mengerutkan kening, tidak puas.
"Kalau begitu mengapa kau menempatkannya di tim tempur? Dia bahkan hanya Bunga Kehidupan. Ini membahayakan dia," protes Orion.
Leon menatap Orion lebih tajam sekarang. "Justru karena aku mempercayaimu, Orion," katanya mantap. "Kalau dia bersamamu dan timmu, aku yakin dia akan menemukan jalannya kembali. Dan kau, kau lebih dari cukup untuk menjaganya, bukan?"
Ada tekanan dalam kalimat terakhir itu. Sebuah pesan diam-diam bahwa ini bukan perkara biasa. Orion mengatupkan rahangnya, bergulat dengan perasaannya. Ia tahu ada lebih banyak rahasia di balik kata-kata Leon, tetapi ia juga tahu batasannya. Memaksa lebih jauh hanya akan membuatnya berbenturan dengan Leon. Salah satu dari sedikit orang yang tidak ingin ia jadikan musuh di kastil ini.
"Baik," gumam Orion akhirnya, mengalah untuk malam ini. "Tapi aku akan mengawasinya."
Leon tersenyum tipis, samar, seolah sudah memperkirakan jawaban itu. "Itu yang aku harapkan darimu."
Tanpa berkata lagi Leon berlalu, meninggalkan Orion yang masih berdiri terpaku di lorong dengan lebih banyak pertanyaan dari pada jawaban. Di luar kastil angin laut terus berhembus, membawa aroma asin ke dalam malam, seolah membisikkan rahasia-rahasia yang belum siap terungkap.