NovelToon NovelToon
Nabil Cahaya Hidupku

Nabil Cahaya Hidupku

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Anak Genius / Anak Yatim Piatu
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Nabil seorang anak berkepala besar
bayu ayahnya menyebutnya anak buto ijo
Sinta ibu bayu menyebuutnya anak pembawa sial
semua jijik pada nabil
kepala besar
tangan kecil
kaki kecil
jalan bungkuk
belum lagi iler suka mengalir di bibirnya
hanya santi yang menyayanginya
suatu ketika nabil kena DBD
bukannya di obati malah di usir dari rumah oleh bayu
saat itulah santi memutsukan untuk meninggalkan bayu
demi nabil
dia bertekad memebesarkan nabil seorang diri
ikuti cerita perjuangn seorang ibu membesarkan anak jenius namun dianggap idiot

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

pulang dari rumah sakit

Pagi menjelang dengan tenang. Cahaya mentari menari lembut di antara tirai rumah sakit, membentuk pola-pola samar di lantai. Di ranjang kecil itu, Nabil terbaring tenang. Infus masih menancap di tangan mungilnya, kulitnya pucat, tapi matanya sudah mulai menunjukkan sinar sadar. Santi duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan anaknya, seperti enggan melepaskan.

Perawat Susi masuk dengan senyum ramah.

"Bu Santi, Alhamdulillah, kondisi Nabil sudah membaik. Hari ini boleh pulang, ya. Kita lepas dulu infusnya."

Santi mengangguk pelan. Matanya menatap Nabil dengan campuran haru dan lega.

Saat perawat Susi menyiapkan alat, Santi melihat gunting kecil steril tergeletak di atas troli. Entah kenapa, tangannya refleks memungutnya. Ada dorongan sunyi dalam hatinya yang belum sempat ia pahami. Ia menatap gunting itu beberapa saat, lalu tanpa suara, menyelipkannya ke dalam sakunya, santi bertekad akan hidup sendiri merawat nabil dan dia perlu berjaga-jaga dia sudah berjanji dalam dirinya untuk tidak menerima penindasan lagi, dia miskin tapi dia tak bisa rendahkan.

Susi melepas infus perlahan. Nabil meringis sebentar, tapi tak menangis. Bocah kecil itu sudah terlalu sering merasakan nyeri, seolah sudah dewasa sebelum waktunya. Santi membelai rambut anak itu, menahan air mata yang hampir jatuh.

Beberapa menit kemudian, saat Santi sedang melipat pakaian Nabil dan membereskan perlengkapan di tas lusuhnya, terdengar ketukan pelan.

"Permisi..."

Pak RT Budi berdiri di ambang pintu. Pria paruh baya itu membawa sebuah amplop cokelat kusut di tangannya. Wajahnya tampak lembut, dan ada kesedihan yang dalam di balik senyum yang ia paksa tampilkan.

"San ada  titipan dari beberapa warga yang prihatin dengan kondisi nabil dan kondisi kamu, si bayu edan itu memang otaknya miring, anak lagi sakit malah menceraikan kamu” ucap pa budi sambil menyodorkan amplop coklat yang isinya cukup tebal.

Santi tertunduk. Air matanya jatuh diam-diam.

"Di dalam amplop ini ada dua juta rupiah. Mungkin nggak seberapa... tapi semoga bisa bantu kamu dan Nabil pulang ke kampung."

Dengan tangan gemetar, Santi menerima amplop itu.

"Pak... saya... nggak tahu harus bilang apa. Terima kasih..."

Pak RT menepuk pundaknya pelan.

"Kamu perempuan kuat, Santi. Kamu sudah berjuang sejauh ini untuk Nabil. Kami doakan kalian bisa hidup lebih baik ke depan."

Belum sempat Santi menjawab, terdengar suara kursi bergeser.

Mbak Sri dari ranjang sebelah, yang anaknya demam berdarah, bangkit menghampiri sambil menyerahkan uang lima puluh ribu.

"Mbak... saya nggak bisa bantu banyak. Tapi... saya lihat sendiri semalam kamu diceraikan di sini. Sakit sekali pasti rasanya. Tapi lihat, kamu masih bisa berdiri untuk anakmu. Saya kagum."

Lalu Pak Darto, yang menjaga istrinya, ikut datang, menyodorkan selembar uang dua puluh ribuan.

"Semoga ini bisa bantu buat beli makan di jalan nanti."

Seorang ibu tua, yang selama ini nyaris tak pernah bicara, berjalan pelan dengan tongkat dan menyerahkan selembar sepuluh ribuan sambil menggenggam tangan Santi erat.

"Allah yang akan angkat kamu nanti, Nak. Jangan pernah merasa sendiri."

Santi tak kuasa menahan tangis. Air matanya jatuh membasahi punggung tangan-tangan yang menggenggamnya. Ia menangis, bukan karena lemah. Tapi karena haru. Karena di saat suami dan keluarganya meninggalkannya begitu saja, justru orang-orang asing yang menawarkan pelukan dan harapan.

Ia mengangguk pelan, bibirnya bergetar.

"Terima kasih... semuanya... saya nggak akan lupakan kebaikan kalian..."

Ia menunduk dalam-dalam. Lalu memeluk Nabil, yang kini mulai terjaga, matanya memandangi ibunya seolah tahu apa yang baru saja terjadi.

Nabil sudah siap. Infus telah dilepas, tubuh mungilnya kini bersandar lemah di dada Santi. Saat perawat menawarkan diri untuk menggendong, Nabil menggeleng keras.

“Tidak… maunya sama Ibu,” bisiknya dengan suara pelan, tapi penuh keyakinan.

Santi tersenyum lemah. Tidak ada keberatan sedikit pun dalam hatinya. Ia tahu, hanya pelukannya yang sanggup menenangkan anak itu. Ia mengambil sehelai kain yang selama ini menjadi alas tidur Nabil, lalu melilitkannya di tubuhnya dan tubuh anak itu. Sederhana, tapi cukup kuat untuk menahan Nabil tetap aman di pelukannya.

“Bu, Ibu mau pulang ke mana?” tanya perawat Susi lembut.

“Saya mau pulang ke Sukamanah,” jawab Santi lirih. Desa kecil di kaki gunung itu bukan sekadar tanah kelahiran—itu adalah satu-satunya tempat yang kini masih bisa ia sebut ‘rumah’. Ia tidak akan pernah kembali ke rumah Bayu. Tidak lagi.

“Saya pesankan ojek online ya, Bu?”

“Jika tidak merepotkan, boleh Bu...”

“Tunggu di sini ya,” ucap perawat Susi sambil tersenyum.

Sekitar sepuluh menit kemudian, motor ojek online datang. Driver muda itu turun dan membantu membawa barang-barang Santi ke depan motor. Santi menaikkan Nabil lebih dulu ke atas jok, lalu duduk tepat di belakangnya, menjaga agar tubuh anak itu tetap hangat dan tenang dalam pelukannya.

“Tolong hati-hati ya, Pak,” ucap Susi pada pengemudi.

Lalu ia mendekat ke arah Santi dan menyodorkan amplop kecil berisi uang. “Ini Bu… diterima ya. Jangan ditolak. Saya bangga pada Ibu. Saya yakin Ibu bisa membesarkan anak Ibu dengan baik.”

Santi tercekat. Ia menatap wajah perawat itu, dan melihat ketulusan yang begitu langka dalam dunia ini. Lagi-lagi, orang asing menunjukkan kepedulian yang tak pernah ia dapatkan dari orang yang seharusnya paling mencintainya.

Santi menggenggam amplop itu erat. Ya Allah, catat nama-nama orang baik ini. Jika aku sukses nanti, akan aku cari mereka. Aku balas kebaikan mereka berkali-kali lipat.

Motor pun mulai bergerak, meninggalkan pelataran rumah sakit.

Namun belum jauh dari gerbang, sebuah motor memotong jalur mereka dan memaksa berhenti.

“Berhenti!” teriak seseorang.

Driver menekan rem mendadak. Santi mendongak—dan dadanya langsung tercekat.

Bayu.

“Santi… pulang!” ucap Bayu, nadanya memerintah.

“Iya, aku mau pulang,” jawab Santi datar, tak menunjukkan ketakutan.

“Ikut denganku.”

“Kita gak searah, Bayu.”

Bayu menyipitkan mata. “Santi sudah pandai melawan ya sekarang?”

“Maaf, kita bukan siapa-siapa lagi. Kenapa aku harus nurut sama kamu?”

“Jangan kurang ajar ya! Ingat, aku ini suamimu!”

Santi menatap tajam. “Otak kamu mungkin sudah bergeser. Kamu sudah menceraikan aku di depan umum, dan sekarang kamu masih menganggap aku istrimu?”

“Itu gak sah!”

“Secara agama sah. Kamu sadar, kamu ucapkan talak. Tiga kali.”

Bayu melangkah cepat, hendak menyeret Santi dari motor. Tapi tangan Santi sudah bergerak lebih dulu—ia mengeluarkan gunting kecil dari dalam tas dan mengacungkannya ke arah perut Bayu.

“Mundur,” katanya dengan suara rendah dan bergetar. Tapi matanya menyala—mata seorang ibu yang akan melindungi anaknya dengan nyawa.

Bayu tertegun. Bahkan driver ojol pun terpaku.

“Jangan coba-coba dekati aku lagi, atau… aku tusuk kamu,” ancamnya.

Tiba-tiba—BRAK!

Bayu menendang tangan Santi, membuatnya terjatuh ke tanah. Gunting itu meleset dari genggamannya.

Ia hendak menendang lagi, tapi tiba-tiba...

BUGHH!

Driver ojol itu menendang Bayu keras hingga terhuyung ke belakang.

“Jangan main kasar, goblok! Kalau mau berantem, sama gue aja!”

“Ini urusan gue! Dia istri gue!” teriak Bayu.

Pertarungan pun terjadi. Tapi hanya dengan lima gerakan cepat, Bayu sudah terhuyung ke pinggir jalan, lemas dan memelas.

“Tolonggg!” teriaknya.

Beberapa warga mulai berdatangan.

“Ada apa, Bang?” tanya seorang pria.

“Dia! Dia mau bawa istri dan anak saya! Tapi malah mukulin saya!” tuduh Bayu sambil menunjuk si driver.

Warga mulai merubung si driver. Tapi sebelum sempat tangan diangkat, muncul seorang pria kurus bertato.

“WOI! Tunggu dulu!” teriaknya.

“Kenapa, Rik?” tanya salah satu warga.

“Jangan salah orang. Gue hafal nih orang,” katanya menunjuk Bayu. “Kemarin di rumah sakit dia yang gua hampir gebukin. Pecundang! Istrinya ngurus anak sakit, dia malah ceraikan di depan umum!”

Seorang lelaki tua muncul, membenarkan. “Benar. Saya juga lihat. Laki-laki pengecut kayak gini nggak pantas jadi suami.”

“Gebukin aja yuk!” ucap salah satu warga.

Kerumunan mulai panas. Bayu dipojokkan, dihujani cacian dan mulai terkena pukulan dari beberapa orang.

Untung saja sebuah mobil patroli polisi melintas dan berhenti. Dua petugas turun dan segera membubarkan warga.

Santi segera naik kembali ke motor. Tangannya gemetar, tapi ia menahan air mata.

“Pak… ayo jalan,” pintanya pada driver.

1
Tata Hayuningtyas
suka dengan cerita nya
Tata Hayuningtyas
up nya lama sekali Thor...tiap hari nunggu notif dari novel ini...kalo bisa jgn lama2 up nya Thor biar ga lupa SM ceritanya
Wanita Aries
Nah yg bertamu ibu2 yg merasa trsaingi jualannya
Wanita Aries: Bner bgt ka sllu nungguin update
Vina Nuranisa: nagih bgt ceritanya wkwk
total 2 replies
Wanita Aries
Mantap santi mnjauhlah dari org2 dzolim
Vina Nuranisa
kapan up lagii dah nungguin bgt😁
Wanita Aries
MasyaAllah nabil hebat pinter
Wanita Aries
MasyaAllah nabil
Yurnalis
cerita yang bagus semangat terus di tunggu lanjitannya
Wanita Aries
Menguras emosi karyamu thor
Devika Adinda Putri
terima kasih atas cerita yang bagus ini, semoga bermanfaat untuk para pejuang di luar sana, untuk penulis tetap semangat, mungkin tulisan ini belum banyak peminatnya, tapi aku yakin akan banyak yang suka, dengan cerita yg mevotivasi untuk semua orang
Devika Adinda Putri
selalu di tunggu lanjutannya
Wanita Aries
Sama kyk kluarga arman ya ceritanya
Wanita Aries
Sukaaa
Lestari Setiasih
bagus ceritanya
Arlis Wahyuningsih
mantap shanti....maju terus...👍👍👍😘😘
Arlis Wahyuningsih
cerita yg menarik..perjuangan seorang ibu demi putranya ygtak sempurna fidiknys tp luar biasa kemampuanya...mantap thor..💪💪🙏🙏
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
SOPYAN KAMALGrab: makasih ka doakan lulus kontrak..kalau lulus lanjut
total 2 replies
ARIES ♈
jangan lupa mampir ya Kakak ke ceritaku. ☺️☺️☺️
.•♫•♬•LUO YI•♬•♫•.
hih geram banget ma bayu.. kalau gua mah dah gua racun satu kluarga 🙄🙄
.•♫•♬•LUO YI•♬•♫•.: iyaa sama"
SOPYAN KAMALGrab: terimakasih KA udah komen k
total 2 replies
.•♫•♬•LUO YI•♬•♫•.
ceritanya bagus, juga gak bertele-tele... semangat trus ya thor..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!