Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Paman Yunus
Yunus mengerutkan keningnya berkali-kali saat membaca surat yang diberikan gadis kecil di depannya saat ini. Sebelumnya ia berusaha mengingat orang yang bernama Dea yang disebutkan oleh Ellia. Dan ingatannya tertuju pada teman mendiang istrinya dulu. Namun, walau begitu mereka tak sedekat itu sampai Dea bisa meminta tolong padanya sesuatu yang besar seperti ini.
Dalam surat itu, Yunus sedikit banyak mengetahui bagaimana kondisi Ellia saat itu. Dan tentu saja alasan kenapa Dea meminta Ellia untuk mencarinya. Ia memang cukup iba dengan kondisi Ellia. Apalagi melihat betapa kecil, kurus dan pucatnya anak di depannya saat ini. Namun, membesarkan seorang anak adalah hal yang berbeda. Terlebih dirinya hanya seorang pria tua tanpa istri dan anak. Bagaimana bisa ia membesarkan seorang anak?
Yunus hanyalah tukang kebun di rumah besar itu. Dia bukanlah orang kaya atau konglomerat. Memang benar secara gaji yang ia peroleh masih mampu untuk menampung setidaknya dua orang lagi. Namun, membesarkan seorang anak bukan hanya membicarakan uang. Diakhir surat itu, Dea juga memintanya kalau ia tak mau menerima Ellia, ia meminta tolong untuk menyerahkan Ellia ke panti asuhan. Daripada Ellia harus dinikahkan dini secara paksa hanya untuk uang.
"Berapa usiamu?" Tanya Yunus pada Ellia. Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Ellia cukut terjingkat kaget.
"12 tahun paman." Jawab Ellia dengan senyum yang terus berusaha ia tunjukkan seramah mungkin. Yunus menghela nafas tak percaya. Kalau diliat secara penampilan, semua orang akan percaya kalau gadis itu masih berusia antara 9-10 tahun.
Ellia yang melihat Yunus menghela nafas dan terlihat tak suka. Sudah merasa harapan satu-satunya saat itu akan menghilang. Perlahan kilatan harapan dimatanya mulai meredup.
"Hmm ... Sepertinya masih banyak hal yang perlu kalian berdua obrolkan. Aku pamit pergi dulu ya. Dik, kakak pergi dulu ya." Pamit Sena di tengah situasi canggung itu. Ellia ingin menghentikan Sena pergi dan meminta untuk membawanya sekalian. Namun, ia tau hal itu sangat tidak sopan.
Kruuukkkk ... Kruuuukkkkk ...
Keheningan di sana tiba-tiba terpecah saat perut Ellia berbunyi sangat keras. Hal itu membuat Ellia malu dengan pipi bersemu kemerahan.
"Ahh.. Maafkan saya paman." Seru Ellia sambil memeluk perutnya sendiri berharap suara nyaringnya tak akan lagi terdengar.
Yunus cukup tercengang dengan suara keras itu. Bagaimana seorang gadis kecil bisa mengeluarkan suara yang begitu keras dari perutnya seperti itu? Sebenernya sudah berapa lama ia tak makan?
"Ikuti aku." Perintah Yunus yang mulai berjalan menjauh. Ellia yang kebingungan masih mematung di tempatnya.
"Ayo ikuti aku." Panggil Yunus saat melihat Ellia masih diam di tempatnya. Akhirnya, Ellia dengan patuh mengikuti langkah Yunus.
Yunus berjalan menyebrangi danau dengan berjalan melewati tepiannya. Setelah itu ia memasuki hutan dengan jalan setapak yang kanan kirinya terdapat pohon-pohon tinggi. Dibalik pepohonan itu, terdapat bangunan bersusun empat lantai yang cukup sederhana. Ia melihat banyak beberapa pelayan keluar masuk dari sana.
"Itu adalah tempat tinggal pelayan di sini." Ucap Yunus menjawab pertanyaan Ellia, walaupun belum Ellia tanyakan. Ellia mengangguk kecil tanda ia mengerti.
"Tapi, tempat tinggalku agak berbeda. Tepatnya di belakang bangunan itu." Tunjuk Yunus yang semakin melangkah jauh ke dalam.
Sampailah mereka di rumah kayu yang cukup sederhana. Teras kecil dengan dua kursi dan meja di sana, sepertinya tempat bersantai yang nyaman. Setelah Yunus membuka pintu dapat ia lihat bangunan di dalamnya pun cukup sederhana. Tidak ada ruang tamu setelah masuk ke dalam rumah di sebelah kiri terdapat tiga bilik. Dua bilik kamar tidur dan diujung ada satu bilik kamar mandi kecil. Meja makan tepat di depan pintu dengan dapur sederhananya.
"Duduklah, aku akan memasak sebentar." Ucap Yunus yang kemudian menuju ke dapurnya.
"Ah, tidak perlu paman. Paman tidak perlu repot-repot." Seru Ellia merasa tak enak. Namun, Yunus hanya diam tak merespon.
Ellia akan mendekati Yunus untuk membantu, namun Yunus menatapnya tajam seolah berkata tunggu dengan tenang dan jangan bergerak. Akhirnya, Ellia dengan patuh menuruti perintah Yunus. Ia terus mengamati Yunus yang sibuk mengolah bahan masakan dengan cekatan.
Beberapa saat kemudian, makanan sudah siap. Ellia bisa melihat ada sup jamur hangat, kentang bakar, telur goreng dan susu hangat sudah siap di meja. Aroma makanan itu membuat liurnya hampir menetes. Dan tentu saja perutnya semakin meraung-raung.
"Tunggu apalagi. Cepat makan. Perutmu semakin keras menjerit." Perintah Yunus yang juga sudah mulai makan.
"Terima kasih paman." Ucap Ellia kemudian ia mulai menyantap makanan di meja itu. Matanya terbelalak karna kehangatan yang baru saja turun melewati kerongkongan dan lambungnya. Tanpa ia sadari kehangatan kecil itu membuat matanya kembali berkaca-kaca.
Selama waktu makan hanya keheningan yang ada diantara mereka. Yunus hanya sesekali mengamati Ellia di depanya. Tangan gadis itu sedikit gemetar memegang sendok makanan. Dapat ia lihat juga matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis. Sebenernya, kapan terakhir dia makan? Sampai makanan sederhana seperti ini bisa membuatnya begitu senang?
"Saya sudah selesai makan paman. Terima kasih banyak. Makanannya sangat lezat." Ucap Ellia dengan senyuman di wajahnya.
"Makan apa kau? Sedikit sekali. Makananya masih banyak. Habiskan." Seru Yunus yang melihat Ellia hanya makan sedikit.
"Tidak paman. Saya anak yang baik, saya tidak makan banyak. Saya juga bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah. Saya juga cukup pintar walau hanya lulusan sekolah dasar. Paman pasti tidak akan kesusahan. Jadi, paman bolehkah saya tinggal beberapa waktu di sini bersama paman?" Pinta Ellia akhirnya, walaupun mungkin tak tahu malu. Ellia berharap sebentar lagi saja bisa merasakan kehangatan tadi sedikit lebih lama.
Yunus terdiam beberapa saat setelah mendengar permintaan Ellia. Ia melihat sorot putus asa dan memohon pada mata anak kecil di depannya.
"Makanlah yang banyak. Aku belum mengambil keputusan apapun. Jadi, selama aku memikirkannya kau bisa tinggal di sini. Aku akan meminta izin pada nyonya nanti." Ucap Yunus kemudian ia kembali makan.
"Sungguh paman? Terima kasih ... Terima kasih banyak." Seru Ellia senang, kali ini air matanya sudah tak bisa tertahan lagi.
"Sudah lanjutkan makanmu. Aku gak suka anak kecil yang makan sedikit dan buang-buang makanan. Kalau kau mau tinggal di sini, makan yang banyak dan habiskan apapun yang aku masak."
"Baik paman." Jawab Ellia yakin. Ia kembali melanjutkan makannya dengan sangat lahap. Diam-diam sudut bibir Yunus sedikit terangkat. Ia juga meyakinkan dalam hati kecilnya, kalau menampung gadis kecil itu beberapa hari ke depan mungkin masih tak masalah. Setidaknya, sampai tubuhnya sedikit gemuk dan tidak sekecil itu.
"Masakan paman sangat lezat." Puji Ellia ditengah-tengah makannya. Yunus hanya diam. Namun, ia terus meletakkan makanan di piring Ellia. Ellia hanya bisa tersenyum dengan cerah.
.
.
.
Bersambung ...