Kamala Jayanti, gadis malang yang terlahir dengan tanda lahir merah menyala di kulit pipinya dan bekas luka di bawah mata, selalu menyembunyikan wajahnya di balik syal putih. Syal itu menjadi tembok penghalang antara dirinya dan dunia luar, membentengi dirinya dari tatapan penuh rasa iba dan cibiran.
Namun, takdir menghantarkan Kamala pada perjuangan yang lebih berat. Ia menjadi taruhan dalam permainan kartu yang brutal, dipertaruhkan oleh geng The Fornax, kelompok pria kaya raya yang haus akan kekuasaan dan kesenangan. Kalingga, anggota geng yang penuh teka-teki, menyatakan bahwa siapa yang kalah dalam permainan itu, dialah yang harus menikahi Kamala.
Nasib sial menimpa Ganesha, sang ketua geng yang bersikap dingin dan tak berperasaan. Ganesha yang kalah dalam permainan itu, terpaksa menikahi Kamala. Ia terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus menikahi gadis yang tak pernah ia kenal.
Titkok : Amaryllis zee
IG & FB : Amaryllis zee
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amaryllis zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecantikan Yang Tersembunyi
Mentari pagi mulai mengintip dari balik jendela, menyinari kamar yang masih sunyi. Kamala menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 06.30 pagi. Namun, sampai saat ini Ganesha belum ada pulang juga. Ia sangat mengkhawatirkannya, tapi apa boleh ia mengkhawatirkan Ganesha yang statusnya sebagai suaminya? Walaupun ia sadar, pernikahan yang dijalaninya hanyalah pernikahan di atas kertas, tanpa ada hati yang saling mencintai. Tapi, ada rasa penasaran yang menggerogoti hatinya. Kenapa Ganesha mau menikahinya?
Kamala bangkit dari tempat tidur, perlahan melangkah keluar kamar. Ia masih mengenakan syal, walaupun di dalam rumah. Ia takut orang yang ada di rumah ini terkejut ketika melihatnya. Ia merasa tidak pantas berada di rumah mewah ini, rumah yang jauh berbeda dengan rumahnya.
Kamala melangkah dengan hati-hati, menelusuri lorong-lorong rumah yang megah. Dinding-dindingnya dihiasi lukisan-lukisan mahal, lantainya terbuat dari marmer yang berkilauan. Ia merasa seperti berjalan di dalam istana, bukan di rumahnya sendiri.
Ia menuruni anak tangga menuju ke dapur, berniat membuat sarapan untuk Ganesha. Tapi ketika ia melewati meja makan, ia melihat begitu banyaknya makanan. Ternyata, tinggal di rumah Ganesha sudah ada pembantu yang mengurus rumah dan sudah ada yang memasak. Coba, berbeda dengan di rumahnya dulu ketika tinggal dengan Ibu angkatnya, ia harus mengurus rumah dan harus memasak juga. Ia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri.
Terdengar langkah kaki yang sedang mendekat. Kamala mengalihkan pandangan ke sumber suara, dan matanya membulat ketika melihat Ganesha yang baru saja pulang. Ia terpaku sejenak, menatap sosok Ganesha yang tampak lelah. Sebagai istri, ia merasa sudah menjadi kewajibannya untuk menyapa suami yang baru pulang. Ia melangkahkan kaki menuju ke Ganesha, mencoba mengabaikan rasa gugup yang menggerogoti hatinya.
"Selamat pagi, Tuan," ucap Kamala sambil tersenyum di balik syal putih yang menutupi sebagian wajahnya. Suaranya terdengar lembut, mencoba menyembunyikan rasa canggung yang menyelimuti dirinya.
Ganesha menatap wajah Kamala yang tertutup syal. Bayangan wajah Kamala yang semalam melintas di benaknya, membuatnya mengerutkan kening. Ia masih terbayang-bayang dengan kejadian semalam, ketika ia terpaksa menikahi wanita yang tidak dicintainya. "Pagi...!" balasnya dengan nada dingin, tanpa memberikan senyuman hangat pada Kamala. Ia masih membutuhkan waktu untuk berdamai dengan keadaan.
"Walaupun kita suami istri, saya minta kita menjalani hidup masing-masing," kata Ganesha tiba-tiba, mengejutkan Kamala. Suaranya terdengar datar, tanpa emosi.
Kamala terdiam, menatap Ganesha dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia merasakan kekecewaan yang menusuk hatinya.
"Kenapa harus seperti itu, Tuan? Lalu buat apa kau menjadikan saya sebagai istrimu, jika kehadiran saya hanya sebagai pajangan!" Kamala membela diri sendiri, suaranya bergetar menahan emosi. Air mata mulai berkumpul di pelupuk matanya, mencoba untuk tidak menetes. Untuk apa ada pernikahan jika akan hidup masing-masing?
"Tapi, harusnya kamu bersyukur, bisa terbebas dari ibu angkatmu yang kejam itu! Tinggal di rumah ini kamu bebas, bisa melakukan apapun yang kamu mau, dan kamu tidak perlu capek-capek mengurus rumah, tinggal menikmati hidup dengan baik!" jelas Ganesha, seolah-olah ia sedang memberikan hadiah kepada Kamala. Namun, kata-katanya justru membuat Kamala semakin kecewa. Ia merasa seperti boneka yang dipaksakan untuk menikah dengan pria yang tidak mencintainya.
"Dan satu lagi ..., saya butuh waktu untuk menerima kehadiranmu! Jadi, saya mohon ..., jangan mengganggu saya!" ucapnya lagi, memohon dengan nada yang sedikit lebih lembut. Namun, nada memohonnya tidak mengurangi rasa sakit yang menusuk hati Kamala. Ia merasa seperti boneka yang dipaksakan untuk menikah dengan pria yang tidak mencintainya.
"Apa karena wajah saya yang buruk rupa, sampai Tuan menghindari saya?" tanya Kamala, suaranya bergetar menahan air mata. Ia merasa terluka, kata-kata Ganesha seperti pisau yang menusuk hatinya. Ia terdiam, menatap wajah Ganesha yang tampak datar.
"Saya pria yang normal, menginginkan istri yang cantik, tapi kamu juga cantik, hanya saja wajahmu tertutup oleh tanda lahir dan bekas luka, dan aku membutuhkan waktu untuk menerima kondisimu itu!" jawab Ganesha jujur, seolah-olah ia sedang menjelaskan sesuatu yang sangat sederhana. Namun, bagi Kamala, kata-kata itu bagaikan bom yang meledak di dalam hatinya. Ia merasa terhina, diperlakukan seperti barang yang cacat.
Ganesha berlalu meninggalkan Kamala yang menundukkan wajahnya, menahan air mata yang ingin tumpah. Ia tidak memperdulikan Kamala yang merasa kecewa olehnya. Ganesha sendiri juga merasa kecewa, kecewa karena ternyata Kamala tidak secantik yang diharapkan.
Ganesha pergi ke kamarnya, ia perlu membersihkan badan untuk menghilangkan bau alkohol di badannya. Ia merasa lelah, baik fisik maupun mental.
Air shower mengguyur badannya, memperlihatkan dada bidangnya yang sixpack. Ia mengusap rambutnya sambil menarik napas panjang. Membiarkan air membersihkan kepalanya yang sudah penuh dengan banyak pikiran. Ia teringat pada wajah Kamala yang tertutup syal, menatapnya dengan tatapan kecewa. Ia merasa bersalah, tapi ia juga merasa terjebak dalam situasi yang sulit.
Langkah apa yang harus ia lakukan sekarang? ia juga tidak tega melihat Kamala merasa kecewa dengan sikapnya, tapi ia juga sangat merasa berat menerima pernikahan yang tidak diinginkannya. Ia merasa tertipu, oleh teman-temannya dalam permainan kartu saat itu. Ia merasa terjebak dalam sebuah perjanjian yang tidak pernah diinginkan. Ia tidak ingin menikahi Kamala, tapi ia juga tidak ingin menyakiti hatinya. Ia merasa terjebak dalam sebuah dilema yang sulit untuk dipecahkan.
*****
Nenek Gamita duduk di ruang makan, menikmati secangkir teh hangat. Matanya tertuju pada Kamala yang duduk di sudut ruangan, menunduk, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. Wajahnya tampak murung, mencerminkan hati yang sedang terluka. Nenek Gambit menghela nafas, melihat Kamala yang pagi-pagi sudah murung. Ia pun melangkahkan kaki mendekati Kamala. Ia menepuk pundaknya sambil berkata, "Anak Gadis, pagi-pagi jangan melamun, tidak baik untuk kesehatanmu!"
Kamala tersentak kaget dan tersadar dari lamunannya. Ia berbalik badan dan melihat senyum Nenek Gamita yang cerah. Ia melihat wajah Nenek Gamita yang berseri, seakan tanpa ada beban yang menganggu pikiran Nenek Gamita. Ia merasa iri, menginginkan ketenangan yang dimiliki Nenek Gamita. Ia teringat pada percakapannya dengan Ganesha tadi pagi, kata-kata yang menusuk hatinya. Ia merasa terpuruk, terjebak dalam pernikahan yang tidak pernah diinginkan.
"Ada apa, Nak? Kenapa kamu terlihat murung?" tanya Nenek Gamita, suaranya lembut dan penuh perhatian.
Kamala terdiam sejenak, mencoba untuk menahan air mata yang ingin tumpah. "Tidak apa-apa, Nek," jawabnya, suaranya bergetar.
"Jangan bohong, Nak. Nenek tahu kamu sedang sedih. Ceritakan saja pada Nenek, mungkin Nenek bisa membantu," kata Nenek Gamita, menawarkan dirinya untuk mendengarkan curahan hati Kamala.
Kamala terdiam sejenak, kemudian ia menceritakan semuanya pada Nenek Gamita. Ia menceritakan tentang pernikahannya dengan Ganesha, tentang percakapan mereka tadi pagi, tentang rasa kecewa yang menyelimuti hatinya.
Nenek Gamita mendengarkan dengan saksama, tanpa menyela. Ketika Kamala selesai bercerita, Nenek Gamita tersenyum lembut. "Kamu tidak perlu sedih, Nak. Semua akan baik-baik saja," kata Nenek Gamita, mencoba menenangkan Kamala.
"Tapi, Nek, aku tidak mencintai Ganesha. Aku merasa terjebak dalam pernikahan ini," kata Kamala, suaranya bergetar.
"Aku tahu, Nak. Tapi, kamu harus kuat. Kamu harus bisa menghadapi semua ini," kata Nenek Gamita, mencoba memberikan semangat kepada Kamala. "Pernikahan itu bukan hanya tentang cinta, Nak. Pernikahan itu juga tentang komitmen, tentang tanggung jawab. Kamu harus belajar untuk mencintai Ganesha, walaupun kamu tidak mencintainya saat ini. Percayalah, seiring berjalannya waktu, kamu akan menemukan cinta di dalam pernikahan ini."
Kamala terdiam, mencerna kata-kata Nenek Gamita. Ia merasa sedikit lebih tenang setelah bercerita pada Nenek Gamita. Ia merasa terhibur, mendapatkan semangat dari Nenek Gamita. Ia memutuskan untuk mencoba untuk mencintai Ganesha, walaupun ia tidak mencintainya saat ini. Ia berharap, seiring berjalannya waktu, ia akan menemukan cinta di dalam pernikahan ini.
Terimakasih sudah suka dengan cerita ini
kalo bisa 2 atau 3🙏
jangan lama lama up nya dan banyakin up nya pls😭