NovelToon NovelToon
PELURU

PELURU

Status: sedang berlangsung
Genre:Gangster / Angst / Bad Boy / Keluarga / Mafia / Balas Dendam
Popularitas:696
Nilai: 5
Nama Author: KEZHIA ZHOU

"KENAPA HARUS AKU SATU-SATUNYA YANG TERLUKA?" teriak Soo, menatap wajah ibunya yang berdiri di hadapannya.

*********************

Dua saudara kembar. Dunia dunia yang bertolak belakang.
Satu terlahir untuk menyembuhkan.
Satu dibentuk untuk membunuh.

*********************

Soo dan Joon adalah saudara kembar yang dipisahkan sejak bayi.
Soo diculik oleh boss mafia Korea bernama Kim.

***********************

Kim membesarkan Soo dengan kekerasan. Membentuknya menjadi seorang yang keras. Menjadikannya peluru hidup. Untuk melakukan pekerjaan kotornya dan membalaskan dendamnya pada Detektif Jang dan Li ayah mereka.
Sementara Joon tumbuh dengan baik, kedua orangtuanya begitu mencintainya.

Bagaimanakah ceritanya? Berhasilkah Soo diterima kembali di keluarga yang selama ini dia rindukan?

***********************

"PELURU" adalah kisah tentang nasib yang kejam, cinta dan balas dendam yang tak pernah benar benar membawa kemenangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KEZHIA ZHOU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BELUM SADARKAN DIRI

Dokter itu menganggukkan kepala sambil menepuk pelan pundak Li, mencoba menenangkan kegelisahan yang jelas terlihat.

“Jangan khawatir, semua tindakannya berjalan dengan baik. Namun dia mengalami patah leher, dan masih belum sadarkan diri. Benturan di kepalanya cukup kencang, sehingga ada sedikit syok di otaknya. Namun jangan khawatir. Ketika dia sudah sadarkan diri, semuanya akan kembali membaik,” begitu kata dokter yang menangani detektif Jang.

Napas Li yang sejak tadi berat perlahan turun, meski tatapannya tetap penuh kecemasan.

“Kami juga akan segera memindahkannya ke dalam ruang perawatan supaya bisa segera dilakukan pengawasan dengan lebih baik lagi,” kata dokter itu sebelum menutup pembicaraan.

Li mengangguk pelan. Ada sedikit rasa lega yang muncul, meski kekhawatiran masih menempel kuat di dadanya. Setelah memberikan laporan singkat pada Li, dokter tersebut akhirnya beranjak pergi bersama para perawat. Tak lama kemudian, ranjang operasi terdorong keluar, dan Li segera sadar bahwa sahabatnya akan dipindahkan ke ruang perawatan.

“Baiklah, kau sudah boleh kembali ke kantor, biar aku yang akan menunggunya disini. Tolong kabari aku jika sudah mendapatkan info dari sopir truknya ya,” kata Li sambil menoleh pada polisi yang sejak tadi menemaninya.

Pria itu menganggukkan kepalanya.

“Baik pak. Kalau begitu aku pergi dulu,” katanya sebelum berjalan menjauh dan meninggalkan Li sendirian dengan kecemasannya.

Li mengikuti para perawat yang membawa Jang menuju kamar perawatan. Setiap langkah terasa berat, seolah lorong rumah sakit semakin panjang. Begitu tiba, Li langsung duduk di kursi di samping ranjang sahabatnya.

Jang terbaring tak bergerak, wajahnya pucat, lehernya dipasangi gips. Pemandangan itu membuat dada Li terasa sesak.

“Hei kawan.. bukankah kau ingin bertemu denganku untuk mengatakan sesuatu hal yang penting? Jadi bangunlah,” kata Li lirih, suaranya bergetar kecil melihat keadaan Jang yang masih belum sadarkan diri.

Ia memandang sahabatnya itu lama, berharap sedikit gerakan, sedikit tanda hidup—apa saja. Namun yang terdengar hanya suara mesin medis yang stabil, kontras dengan kacau balau pikiran Li.

...****************...

Di waktu yang bersamaan, Kim sedang tertawa kecil sambil berdiri di depan jendela besar ruangannya. Pemandangan kota malam terpantul di kaca, sementara tangan kanannya menggenggam segelas minuman coklat muda yang berputar perlahan di antara jarinya.

“Hahaha… ini akan menjadi cerita yang sangat menarik,” kata Kim sambil tetap menatap keluar, suaranya terdengar puas.

Di belakangnya berdiri Nam, tangan terlipat rapi, menunggu waktu yang tepat untuk melapor.

Pria berjas hitam itu kemudian maju setengah langkah.

“Detektif Jang baru saja selesai melakukan operasi, dan sekarang sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Di sana ada seorang bernama Li yang setia menunggunya.”

Nama itu membuat Kim seketika berhenti tertawa. Ia berbalik perlahan, menatap Nam dengan ekspresi berubah tajam.

“Sebutkan namanya sekali lagi,” perintah Kim, suaranya kini dalam dan penuh tekanan.

“Li, Tuan. Sahabat dekat detektif Jang,” ulang Nam tanpa ragu.

Kim tidak menjawab. Ia hanya memejamkan mata sesaat, seperti membuka laci memori yang sangat lama tidak disentuh. Kemudian ia kembali menatap Nam.

“Cepat hubungi Park. Dan suruh dia menemuiku sekarang,” katanya lagi — tegas, seolah baru menyadari sesuatu yang selama ini terlewat.

Nam mengangguk cepat. Dia mengambil ponselnya dan segera melakukan panggilan. Setelah beberapa menit, ia menurunkan ponselnya dan melapor,

“Park berkata bahwa dia akan langsung menemui Anda, Tuan.”

Kim kembali mengalihkan pandangannya ke jendela kaca besar itu. Bayangan dirinya tampak samar di pantulan, dengan senyum tipis yang mengembang pelan — senyum yang tidak membawa arti baik bagi siapapun yang mengenalnya.

Tak lama kemudian, suara ketukan terdengar dari luar.

TOK! TOK!

“Permisi Tuan Kim, Anda memanggilku?” kata Park yang kini sudah berdiri tegak menghadap tuannya.

Kim hanya mengangguk lalu bangkit dari kursinya. Ia berjalan perlahan mendekati Park, matanya mengamati pria itu seolah ingin memastikan sesuatu.

“Park, siapa nama ayah Soo?” tanya Kim akhirnya — pertanyaan yang terdengar sederhana, namun jelas menunjukkan ia sedang memastikan sesuatu yang sudah lama hilang dari ingatannya.

Park mendadak terdiam. Wajahnya tampak bingung sejenak sebelum akhirnya menjawab,

“Nama ayah Soo adalah Li, Tuan. Ada apa?”

Kim tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Park beberapa detik, lalu mengangguk pelan. Senyum menyeringai muncul di wajahnya, membuat Park merasakan hawa aneh yang membuat bulu kuduknya berdiri.

“Apakah kau sudah mendengar bahwa detektif Jang kecelakaan? Dan sekarang dia sedang dirawat di rumah sakit Songyang. Kebetulan yang menunggunya di sana adalah Li. Ayah Soo. Tidak kah menurutmu ini sangat menarik, Park? Hahaha…”

Park tercekat mendengar kalimat itu. Ia memandang Kim lagi, kini dengan sorot mata yang penuh keraguan dan ketakutan.

“Apakah kecelakaan yang menimpa detektif Jang ini adalah perintah dari Anda, Tuan Kim?” tanya Park pelan namun tegas.

Kim hanya tertawa — panjang, dingin, dan tanpa sedikit pun rasa bersalah — sambil meneguk minuman dari gelas kacanya.

Tanpa mereka sadari, dari balik pintu yang sedikit terbuka, Nami berdiri terpaku. Wajahnya memucat, matanya membesar, mendengarkan percakapan antara Kim dan Park tanpa sengaja. Setiap kata yang keluar dari mulut Kim terasa seperti hantaman keras ke dadanya.

Tangannya refleks terangkat, membungkam mulutnya sendiri agar tidak mengeluarkan suara. Napasnya memburu, namun ia menahannya sekuat tenaga. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Nami perlahan mundur selangkah demi selangkah, berusaha agar lantai tidak berderit.

Ia masuk kembali ke dalam kamarnya, menutup pintu dengan sangat hati-hati hingga tak terdengar sedikit pun bunyi. Begitu pintu tertutup rapat, tubuhnya langsung lemas. Ia bersandar pada daun pintu sambil menekan dadanya, mencoba menenangkan detaknya yang tak terkendali.

Nami selama ini hidup tanpa mengetahui sedikit pun sisi gelap keluarga yang baru ia masuki. Ia tidak pernah tahu siapa sebenarnya putra yang sudah ia besarkan dengan sepenuh hati. Yang ia tahu, dirinya diberi seorang anak untuk diasuh dan dicintai—itu saja.

Kini, kata-kata Kim dan Park terngiang lagi di kepalanya. Ia menatap kosong ke arah cermin di meja rias, wajahnya sendiri terlihat seperti orang asing.

“Soo... ternyata masih memiliki keluarga..?” bisik Nami lirih, hampir tak terdengar, seolah takut pada kebenaran yang baru saja ia dengar.

...****************...

Sementara itu, di rumah milik keluarga Li, suasana sore terasa tenang. Televisi di ruang keluarga menampilkan berita yang berjalan pelan, sementara Joon duduk bersandar di sofa dengan wajah santai. Namun ketenangan itu pecah saat suara langkah Yejin terdengar tergesa dari arah dapur.

“Joon, ayahmu barusan menelepon ibu, katanya, malam ini ayahmu tidak akan pulang ke rumah, karena paman Jang mengalami kecelakaan siang tadi ketika dia sedang mengendarai mobilnya,” kata Yejin dengan nada berat.

Joon spontan menghentikan tontonan televisinya. Ia memandang ibunya yang berdiri di ambang ruang keluarga, tampak khawatir namun berusaha tenang. Sedikit ketegangan langsung merayap di wajahnya.

“Kecelakaan? Lalu bagaimana kondisi paman Jang sekarang, Bu?” tanya Joon, berusaha memastikan dirinya tidak panik lebih dulu.

Yejin mendekat, langkahnya perlahan namun tegas. Ia kemudian duduk di sofa tepat di sebelah Joon, menghela napas sebelum melanjutkan penjelasannya.

“Paman Jang masih belum sadarkan diri. Dia masih mendapatkan perawatan intensif dari dokter. Kalau kau ada waktu, cobalah untuk menjenguknya. Dan antarkan makanan untuk ayahmu,” kata Yejin, menatap putranya penuh harap.

Joon menelan ludah, lalu mengangguk cepat. Ada kekhawatiran yang mulai menggelayut di dadanya, tetapi ia berusaha tetap terlihat tenang di depan ibunya.

“Kalau begitu, aku akan segera ke rumah sakit, Bu. Paman dirawat di rumah sakit mana?” tanya Joon sambil bangkit dari kursinya. Ia meraih jaketnya yang tergantung di sandaran sofa.

“Kata ayahmu, paman Jang dirawat di rumah sakit Songyang,” jawab Yejin.

Joon mengangguk sekali lagi.

“Baik, Bu. Aku akan bersiap sekarang.”

Yejin menahan lengan putranya sebentar.

“Baiklah, Joon. Ibu akan siapkan beberapa makanan yang harus kau bawa.”

“Baik bu,” jawabnya sebelum pergi dari ruangan itu.

1
Aman Wijaya
lanjut Thor semangat semangat
own
gak heran kalau Soo tumbuh menjadi pria yang keras kepala atau arogan 👍
own
penasaran gimana mereka kalau udah gedhe🤭
own
Aku suka banget cerita beginian. Baru 2 bab aja dah kerenn.. lanjut Thor! Jangan kasi kendor /Drool/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!