"Tolong mas, jelaskan padaku tentang apa yang kamu lakukan tadi pada Sophi!" Renata berdiri menatap Fauzan dengan sorot dingin dan menuntut. Dadanya bergemuruh ngilu, saat sekelebat bayangan suaminya yang tengah memeluk Sophi dari belakang dengan mesra kembali menari-nari di kepalanya.
"Baiklah kalau tidak mau bicara, biar aku saja yang mencari tahu dengan caraku sendiri!" Seru Renata dengan sorot mata dingin. Keterdiaman Fauzan adalah sebuah jawaban, kalau antara suaminya dengan Sophia ada sesuatu yang telah terjadi tanpa sepengetahuannya.
Apa yang telah terjadi antara Fauzan dan Sophia?
Ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35
Fauzan menatap nanar pintu kamar yang ditutup rapat oleh Renata, ia menghela napas dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Renata semarah ini, bagaimana jika suatu saat nanti status pernikahan sirinya dengan Sophia ketahuan.
'Tidak, jangan!' Fauzan menggelengkan kepala, ia sangat mencintai Renata dan tidak mau kehilangannya. Akan secepatnya mencari jalan keluar dari semua permasalahan yang rumit ini demi mempertahankan rumah tangganya.
Tak ingin kehilangan kesempatan untuk mengantar Renata bekerja, Fauzan sudahi gemuruh di kepalanya. Ia segera membalikkan badan dan kembali menuruni tangga hendak membereskan dapur karena hanya itu satu-satunya cara untuk mengambil perhatian Renata. Kalau dirinya sekarangsiap jadi apapun demi meringankan pekerjaan sang istri.
.
.
.
Renata masuk ke dalam mobil melewati Fauzan tanpa berucap sepatah katapun, ia duduk tenang dengan tatapan lurus kedepan melihat jalan komolek yang diapit perumahan warga menjadi tumpuan matanya jauh memandang.
Mobil melaju perlahan menuju jalan raya, suasana didalam mobil hening hanya deru mesin yang beradu dengan aspal.
"Sayang, nanti pulangnya tungguin mas jangan naik kendaraan umum ya! mas usahakan pulang cepat." Suara Fauzan memecah keheningan, tangan kirinya perlahan bergerak menyentuh kepala Renata dan mengusapnya dengan lembut. "Maafkan mas ya. Mas enggak ada niat seperti yang kamu ucapkan tadi, yaitu tidak menganggapmu. Mas sama sekali tidak kepikiran kesana, tapi ternyata cara mas salah dan malah melukaimu. Mas sungguh menyesal, dan Insya Allah kedepannya tidak akan terulang lagi." Tuturnya diakhiri helaan napas.
"Fokus ke depan, jalanan rame jangan cari penyakit!"
"Iya sayang."
Hening kembali mendominasi, Renata menyandarkan punggungnya ke belakang. Jenuh dengan perjalanan yang sebenarnya hanya memakan waktu dua puluh menit. Namun entah kenapa saat ini dua puluh menit rasanya melebihi waktu dua jam, sangat membosankan.
Renata menghembus napas lega saat mobil yang dikemudikan Fauzan memasuki pelataran rumah sakit, ia segera melepaskan sabuk pengaman bersiap untuk turun sebelum suaminya itu kembali berbicara. Saat ini ia masih enggan untuk mendengar penjelasan apapun yang menurutnya tidak masuk akal, berharap diamnya akan menjadi pelajaran dan pengingat bagi Fauzan bahwa yang namanya pasangan itu bukan lagi kamu atau aku, tetapi kita.
"Aku kerja dulu." Renata membuka pintu dan turun kemudian ia meraih tangan Fauzan men-ciumnya sekilas diakhiri dengan mengucap salam.
"Nanti mas jemput ya!"
"Iya." Sahut Renata pelan bersamaan dengan turunnya seorang perempuan cantik dari mobil yang berhenti di sebelah mobil Fauzan. Renata mengangguk saat perempuan itu menatapnya 'mungkin keluarga pasien' monolognya seraya mempercepat langkah saat melihat keberadaan Sinta yang sudah berdiri di pintu masuk sambil melambaikan tangan.
Setelah memastikan Renata masuk ke dalam gedung rumah sakit, mobil Fauzan perlahan keluar. Tadinya hendak langsung ke kantor namun ia baru ingat ada berkas yang ketinggalan di rumah hingga terpaksa harus memutar arah dan kembali lagi ke rumahnya terlebih dulu, menerjang padatnya jalanan yang seakan tidak ada habisnya. Bersamaan dengan itu ponselnya berdering, dengan cekatan tangan kirinya merogoh saku celana.
Ia menghembuskan napas berat saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya. "Iya Sophie, ada apa?"
Zan, ini ibu.
"Oh ibu, gimana keadaan ibu sekarang?"
Alhamdulillah sudah sembuh, makanya sudah boleh pulang. Dan ini semua karenamu Zan, ibu bahagia sekali dan tenang sekarang. Ibu percaya kalian pasti bisa yang penting kamunya harus bisa membujuk Rena.
"Alhamdulillah bu, ibu mulai sekarang harus jaga kesehatan dan jangan banyak berpikir yang macam-macam. Dan tolong untuk tidak membahas hal ini dulu bu, apalagi disaat aku di rumah. Aku belum siap bercerita, dan sejujurnya masih mencerna semuanya. Tolong ibu ngertiin posisiku sekarang."
Iya Zan, tapi nanti kalau ibu sudah benar-benar fit boleh kan ibu sama Sophie ke Jakarta?
"Buuu! jangan dulu deh. Aku enggak mau nanti ada apa-apa, ibu keceplosan bicara pada Rena. Apapun keadaannya aku tidak mau istriku tahu dari orang lain tentang pernikahan yang kemarin itu meski dari ibu sekalipun."
Kamu tidak usah khawatir Zan, ibu tahu apa yang harus ibu lakukan. Ibu juga tidak mau melihat rumah tangga kalian nggak baik-baik saja. Tapi satu pesan ibu, sekarang kamu sudah punya dua istri jadi harus berlaku adil.
Fauzan membuang napas kasar bersamaan dengan jerit klakson dari belakang yang tak sabar menunggunya sebab lampu sudah berubah hijau. Ia langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa pamit terlebih dulu.
"Arghhh!"
hahaha ketawa jahat
emang makin agak agak ini bumer satu ini😤😤
biar neng Rena bisa punya alasan kalau mau pisah sama Fauzan 🤩🤩🤩🤩