 
                            Restu? lagi-lagi restu yang jadi penghalang, cinta beda agama memang sulit untuk di satukan, cinta beda alam juga sulit untuk di mengerti tetapi cinta terhalang restu berhasil membuat kedua belah pihak dilema antara maju atau mundur. 
Apa yang akan dipilih oleh Dirga dan Klarisa,  karena cinta terhalang restu bukanlah hubungan yang bisa dikatakan baik-baik saja untuk keduanya. 
Ikuti kisah mereka didalam novel yang bertajuk "Melawan Restu". 
Salam sehat  
Happy reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Goresan_Pena421, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka dan Kelegaan
Pagi itu udara rumah sakit terasa lembab. Cahaya matahari menembus jendela kaca, memantul di lantai putih yang bersih. Zelo masih duduk di kursi tunggu dengan wajah letih, matanya sembab karena kurang tidur. Di sampingnya, Tania masih setia menemani, menatap lelaki itu dengan tatapan lembut penuh kesabaran.
“Zelo, kamu tidur sebentar aja ya,” ucap Tania pelan sambil menyodorkan kopi hangat.
“Aku gak bisa tidur, Tan. Aku takut kalau mbak Klarisa butuh sesuatu dan aku gak ada di sini,” jawab Zelo lirih, matanya masih menatap pintu ruang perawatan.
Tania menghela napas, duduk di samping Zelo lalu menepuk tangannya pelan. “Zelo, mbak Klarisa dikelilingi orang-orang yang sayang sama dia. Ada dokter, perawat, dan ada kita. Sekarang giliran kamu yang harus jaga diri biar gak tumbang.”
Zelo memalingkan wajahnya ke arah Tania, tersenyum tipis. “Kamu selalu tahu cara ngomong yang bikin aku tenang, ya?”
Tania tersipu. “Aku cuma pengen kamu waras. Mbak Klarisa pasti gak mau lihat adiknya hancur kayak gini.”
Sebelum Zelo sempat menjawab, perawat keluar dari ruang perawatan sambil tersenyum kecil. “Pasien sudah mulai sadar. Tapi masih lemah. Silakan masuk bergantian.”
Zelo langsung berdiri, jantungnya berdebar. “Aku masuk dulu ya, Tan.”
“Iya, Zel. Aku tunggu di sini,” jawab Tania lembut.
Zelo melangkah perlahan ke dalam ruangan. Klarisa tampak terbaring dengan wajah pucat, tangannya masih dibalut perban dan penopang pen di bawah selimut. Saat mendengar langkah kaki, mata Klarisa terbuka perlahan.
“Zel…” suaranya pelan, nyaris tak terdengar.
“Mbak…” suara Zelo bergetar, ia langsung mendekat dan menggenggam tangan kakaknya itu. “Akhirnya mbak sadar juga, Mbak. Aku takut banget tadi.”
Klarisa tersenyum tipis. “Kamu selalu lebay kalau mbak sakit.”
“Lebay karena sayang mbak,” jawab Zelo dengan mata berkaca-kaca.
Klarisa menatap adiknya lama, kemudian mengerling kecil. “Ada Tania di luar ya?”
Zelo tersenyum, wajahnya sedikit memerah. “Iya, dia nunggu di luar. Dari kemarin dia yang jagain aku biar gak lupa makan.”
“Dia baik, Zel. Jangan sia-siakan orang yang tulus,” ucap Klarisa dengan nada lemah tapi sarat makna.
Zelo mengangguk pelan. “Aku tahu, Mbak. Aku juga baru sadar, selama ini dia yang selalu jadi penenangku.”
Beberapa menit kemudian, Tania masuk perlahan membawa air putih. “Mbak Klarisa, ini airnya. Dokter bilang kalau haus boleh sedikit demi sedikit.”
Klarisa menatap Tania dengan senyum lembut. “Terima kasih, Tania. Kamu capek ya jaga Zelo terus?”
Tania menggeleng cepat. “Enggak, Mbak. Zelo itu keras kepala, tapi aku senang bisa di sampingnya. Aku anggap ini tanggung jawab sekaligus kebahagiaan.”
Klarisa tersenyum kecil. “Kalau gitu, aku titip adikku, ya. Dia mungkin gak sempurna, tapi hatinya lembut.”
Tania menunduk malu, lalu menjawab pelan, “Aku janji, Mbak, aku gak akan ninggalin Zelo. Aku akan bantu dia jadi lebih kuat.”
Klarisa mengangguk dengan mata berkaca-kaca. “Kalian cocok. Aku senang akhirnya dia punya seseorang yang benar-benar peduli.”
Zelo yang mendengar percakapan itu hanya bisa tersenyum. Ia lalu meraih tangan Tania di depan Klarisa, menggenggamnya dengan hangat. “Mbak, mulai hari ini aku udah resmi pacaran sama Tania.”
Klarisa terkejut sejenak, lalu tertawa kecil meski wajahnya masih pucat. “Akhirnya, ya. Aku pikir kamu bakal terus ngulur waktu.”
Tania tersipu, wajahnya merah padam. “Mbak… jangan godain aku dong,” ucapnya sambil menunduk malu.
Klarisa hanya tersenyum. “Tania, rawat Zelo baik-baik. Dia itu tipe yang kuat di luar, tapi gampang runtuh kalau orang yang dia sayang terluka.”
“Iya, Mbak. Aku ngerti,” jawab Tania mantap.
Sore itu, setelah Klarisa kembali tertidur, Zelo dan Tania duduk di taman kecil rumah sakit. Langit mulai oranye, angin berhembus lembut.
“Tania,” ucap Zelo pelan. “Aku janji bakal bener-bener jaga kamu. Bukan cuma karena kamu sabar, tapi karena aku sadar, kamu rumah buat aku.”
Tania menatapnya, mata berkaca-kaca. “Aku gak minta apa-apa, Zel. Cukup kamu jujur dan setia, itu udah lebih dari cukup.”
Zelo menggenggam tangannya lebih erat. “Kamu bakal aku bahagiain, Tan. Bukan cuma sekarang, tapi sampai rambut kita benar-benar memutih.”
Tania tersenyum bahagia. Di dalam hatinya, ia berdoa agar ucapan itu bukan sekadar janji di masa sulit, tapi awal dari kisah yang akan mereka jaga selamanya.
...****************...
Sementara Dirga melihat Klarisa dari luar ruangan tidak berani masuk ruangannya meski Klarisa sudah boleh di jenguk.
Dirga melihat pemandangan itu dari luar ruangan Klarisa, ia belum berani masuk, ia takut Klarisa akan kembali terluka jika melihatnya ada di dekatnya.
Apakah Dirga akan berhenti memperjuangkan cintanya?
Eaakk🤭😂