Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 TAPI AKU INI PASANGANMU
Rexton masih memandangi Maria lekat-lekat, dan mereka tidak beranjak dari tempat mereka berdiri saat ini.
"Kapan kau akan berpikir benar, tidakkah kau sadari itu kalau aku menginginkanmu, Maria", ucapnya.
"Kau benar, aku memang tidak pernah berpikir benar ataupun normal sebab aku terlalu waras untuk memikirkan hal yang benar", sahut Maria.
Maria menaikkan alisnya seraya tertawa pelan.
"Tapi yang kau perlu sadari bahwa aku tidak menginginkan dirimu", lanjutnya.
"Aku tahu kalau kau hanya membohongi dirimu sendiri namun di lubuk hatimu terdalam kau mengakuinya kalau kau menyukai kedekatan ini", ucap Rexton.
"Cukup, Rexton ! Jangan lanjutkan lagi, aku letih sekarang !" sahut Maria.
"Lalu apa yang kau inginkan ?" tanya Rexton.
"Secepatnya membalaskan dendamku pada tunanganku", sahut Maria.
Rexton tersenyum sinis, membuang muka lalu menatap kembali.
"Seberapa sakit hatinya dirimu pada dia, apakah karena kau terlalu mencintainya sehingga kau ingin menyakitinya, Maria", ucap Rexton.
"Seberapa besar rasa sakitku padanya, semua itu bukan lah urusanmu karena aku hanya meminta bantuanmu untuk memiliki lahan perkebunan", kata Maria.
"Rupanya kau memanfaatkanku", kata Rexton.
"Bukannya kita sama saja, sama-sama memanfaatkan satu sama lainnya", kata Maria.
"Yah, awalnya aku menginginkan seorang wanita yang bisa aku kendalikan demi menyelesaikan misi intelijenku disini", kata Rexton.
Rexton menjatuhkan pandangan matanya ke arah bibir Maria, disapunya bibir yang menarik itu dengan tatapan matanya.
"Tapi sekarang aku berubah pikiran sebab aku menginginkan dirimu menjadi milikku, bukan menjadikan dirimu sebagai alatku untuk menjalankan tugas misiku", lanjutnya.
Rexton mendekatkan bibirnya ke bibir Maria namun Maria segera memalingkan mukanya.
Melihat reaksi Maria yang menolaknya, Rexton agak kecewa namun dia mencoba bersabar menerima sikap Maria.
"Yah, baiklah...", ucap Rexton sembari menghela nafas panjang. "Mari kita lanjutkan rencana kita untuk menemui pengacara Willem sebab kita tidak punya banyak waktu disini."
Rexton merapikan seragam militernya sembari memandangi Maria yang berdiri di hadapannya.
"Apa kau baik-baik saja, Maria ?" tanyanya.
"Tentu saja, aku baik-baik saja", jawab Maria.
"Mari kita temui pengacara Willem dan kita selesaikan urusan kita secepatnya", kata Rexton.
"Ya...", sahut Maria lalu melangkah mendahului Rexton menuju tangga yang ada di gedung ini.
Rexton hanya memperhatikan Maria saat perempuan berkulit bening itu melewati tangga, gaun panjangnya menyapu lantai tangga sedangkan gerakan tubuhnya sangat gemulai, ciri khas Maria yang selalu terlihat anggun.
Suatu pemandangan yang sangat indah nan mempesona bak sebuah lukisan bidadari dihadapan Rexton yang menjadi alasan bagi dia untuk mengagumi Maria Van Kouhen Houven.
Tampak Rexton tersenyum tipis sembari menundukkan pandangannya.
"Dia benar-benar betina yang susah ditaklukkan", gumam Rexton lalu tertawa kecil.
Terdengar suara lembut dari arah tangga gedung kantor pengacara, tampak Maria berkata pada Rexton.
"Sampai kapan kamu akan diam disana, tidak lah mungkin aku kuat menggendongmu seperti dirimu", kata Maria.
Rexton mendongakkan pandangannya ke arah Maria, tertegun mendengar kata-kata Maria yang terdengar gurauan tapi ini serius.
"Kau tidak perlu melakukannya karena aku yang akan datang kepadamu", sahutnya.
Maria tersenyum simpul sembari mengangguk pelan.
"Cepat lah !" ucap Maria lalu mengulurkan tangannya ke depan.
Rexton tertawa renyah kemudian dia berlarian menaiki anak-anak tangga, dan menyambut uluran tangan Maria kepadanya.
Kedua tangan mereka saling menggenggam erat seakan-akan tak pernah terpisahkan lagi.
Rexton membawa Maria naik menuju lantai atas ke ruangan pengacara Willem untuk menyelesaikan urusan penting.
Sejam berlalu cepat...
Rexton dan Maria duduk menghadap lurus ke arah meja di hadapan mereka.
Sedangkan seorang laki-laki berwajah asing dengan rambut pirangnya sedang duduk menghadap ke arah berkas di atas meja.
"Tuan Rexton ingin menguatkan surat kontrak nikah anda dengan nona Maria", ucapnya.
"Ya, benar, kedatangan kami kesini karena rencananya, istriku ini ingin membeli lahan perkebunan dan kami datang ke kantor ini agar status tanah nanti legal", kata Rexton.
"Nikah kontrak memang tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat tapi ini jalan satu-satunya bagi kalian yang berbeda asal negara terpaksa melakukannya", kata pengacara Willem.
"Awalnya aku hanya ingin menjalani nikah kontrak tapi aku mau surat nikah kontrak kami disaksikan oleh pengacara agar kuat statusnya dan mungkin saja suatu hari nanti kami akan berubah pikiran", ucap Rexton.
"Berubah pikiran ?" tanya pengacara Willem sembari melirik ke arah Rexton dan Maria bergantian.
"Ya, jika kami punya anak nanti maka aku akan mengubah status nikah kontrak kami menjadi resmi sebab istriku ini sangat menginginkan anak dari hubungan intim kami", sahut Rexton datar.
Maria langsung mencubit lengan Rexton sembari melotot tajam.
Rexton hanya menanggapi reaksi Maria dengan senyuman tipis kemudian dia melanjutkan ucapannya.
"Istriku ini bermaksud membeli lahan untuk perkebunan kopi karena dia ingin mempersiapkan masa depan anak kami, itulah alasan aku mengajaknya datang kesini dan meminta anda sebagai saksi pernikahan kontrak kami", kata Rexton.
Mendengar kata-kata Rexton, menambah Maria kesal, dia semakin kuat mencubit lengan Rexton.
Rexton hanya meringis menahan rasa sakit akibat cubitan dari Maria sembari melanjutkan ucapannya.
"Bagaimana menurut anda mengenai pernikahan kontrak kami ini ?" tanya Rexton.
"Seharusnya kalian langsung saja mendatangi kantor urusan pernikahan supaya jalan pernikahan kalian lebih resmi lagi daripada hanya nikah kontrak", kata pengacara Willem.
Pengacara Willem membaca lebih serius lagi isi surat nikah kontrak milik Rexton dan Maria.
"Aku hanya bisa bertindak semampuku saja, tapi tidak dapat menjaminkan surat ini memiliki kekuatan hukum", lanjutnya.
"Kami ingin anda menjadi saksi", kata Rexton.
"Bukan masalah untuk itu karena saya akan menyanggupinya", sahut pengacara Willem.
"Alasan apakah yang mendasari kalian menginginkan saya menjadi saksi nikah kontrak kalian ?" tanya pengacara Willem.
"Kesepakatan kami awalnya adalah nikah kontrak tapi istriku ini sangat menginginkan anak jadi aku bawa dia untuk mengurus surat nikah kontrak kami dengan disaksikan pengacara", kata Rexton.
"Baiklah, saya mengerti itu dan saya luluskan keinginan kalian berdua, saya bersedia menjadi saksi nikah kontrak kalian", kata pengacara Willem.
Pengacara Willem membubuhkan stempel khusus ke atas surat nikah kontrak milik Maria dan Rexton.
"Saya akan membuat salinannya, silahkan menunggu sebentar karena proses penyalinan dokumen agak lama dan rumit", kata pengacara Willem.
"Kami akan menunggunya anda menyelesaikannya", sahut Rexton dengan anggukkan kepala.
"Baiklah, saya akan memulai pekerjaan ini", kata pengacara Willem sembari berpindah tempat ke meja lainnya, untuk mengetik.
"Silahkan... !" jawab Rexton.
Pengacara Willem mulai bekerja cepat, dia mengetik di mesin ketik Remington dengan kekuatan penuh.
Suasana diruangan pengacara Willem terasa sunyi, hanya ada suara ketikan dari arah mesin tik yang bekerja.
"Apa kalian tidak akan memperkuat hubungan kalian di depan saksi ?" tanya pengacara Willem.
"Maaf, aku tidak mengerti", sahut Rexton.
"Biasanya setelah pengesahan surat nikah kontrak, pasangan yang telah menikah akan saling berciuman untuk memperkuat bukti bahwa kalian telah melakukan sebuah pernikahan", kata pengacara Willem sambil menekan keyboard mesin tik Remington.
Sontak Rexton terbatuk seperti tersedak, dia menelan salivanya lalu terdiam.
Maria sendiri semakin gelisah, dia terkesiap dingin dan wajahnya membeku pasrah seusai mendengar perkataan pengacara Willem. Dan dia hanya menoleh ke arah Rexton yang mematung diam.
Pengacara Willem mengalihkan perhatiannya dari mesin tik Remington ke arah Rexton dan Maria yang duduk di seberang meja kerjanya sembari berucap tegas.
"Saya akan ambil gambar kalian sebagai bukti dokumentasi setelah saya menyelesaikan pekerjaan mengetik saya", lanjutnya seraya tersenyum simpul.