NovelToon NovelToon
SHE LOVE ME, I HUNT HER

SHE LOVE ME, I HUNT HER

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Dokter / Transmigrasi / Idola sekolah
Popularitas:24.3k
Nilai: 5
Nama Author: Noveria

Agatha Aries Sandy dikejutkan oleh sebuah buku harian milik Larast, penggemar rahasianya yang tragis meninggal di depannya hingga membawanya kembali ke masa lalu sebagai Kapten Klub Judo di masa SMA.

Dengan kenangan yang kembali, Agatha harus menghadapi kembali kesalahan masa lalunya dan mencari kesempatan kedua untuk mengubah takdir yang telah ditentukan.

Akankah dia mampu mengubah jalan hidupnya dan orang-orang di sekitarnya?


cover by perinfoannn

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

POV RENA

POV RENA

Di sebuah ruangan khusus di rumah sakit, yang diperuntukkan bagi anak-anak penderita kanker, tampak empat ranjang berjejer. Masing-masing ranjang ditempati seorang pasien berusia antara 5 hingga 10 tahun. Ruangan itu hanya berisi empat anak.

Pintu ruangan terbuka, dan masuklah dua gadis remaja, Rena dan Sasya. Keduanya adalah putri Direktur rumah sakit, hari ini seperti biasa. Sebulan sekali, mereka datang untuk memberikan dukungan dan menghibur anak-anak penderita kanker yang sedang berjuang untuk sembuh.

Di pelukan Rena, tampak boneka beruang berwarna pink yang tampak lembut. Rena sengaja membawanya, teringat janjinya pada seorang gadis kecil berusia 5 tahun di ruangan ini. Gadis itu tengah berjuang melawan kanker stadium 4, dan boneka itu diharapkan bisa menjadi penghibur di tengah sakitnya.

“Ini untuk gadis paling cantik di ruangan ini,” ucap Rena, memberikan boneka itu pada gadis kecil. Karena di ruangan itu hanya Mimi lah gadis kecil, ketiga anak laki-laki lainnya sedang dibagikan Sasya mainan mobil-mobilan satu persatu.

“Wah… terima kasih, Kak Rena.” Mimi memeluk boneka itu dengan erat. Senyum lebar mengembang di wajahnya.

Ruangan pun dipenuhi dengan kegembiraan, saat Rena memimpin anak-anak untuk bernyanyi agar sejenak melepas kesedihan karena harus berjuang antara hidup dan mati di usia belia.

Setelah selesai, keduanya pun keluar dari kamar pasien. Dengan langkah gontai, mereka menyusuri setiap lorong menuju lobi, tempat sopir mereka sudah siap mengantar pulang.

“Ren, capek banget nih gue,” Sasya bergelayut di bahu Rena.

“Ya sudahlah, capek tapi kan seru,” ujar Rena, mencoba menyemangati diri sendiri dan sahabatnya.

Saat keluar dari mobil, pandangan keduanya teralihkan oleh kehadiran orang tua Agatha, Agatha, dan Larast yang sama-sama berjalan menuju lobi rumah sakit.

Inge, Ibunya Agatha, tersenyum senang ketika melihat Rena. Tangan kanannya melambai ke arah Rena.

Rena berlari kecil dan memeluk Inge, karena hubungan keduanya memang sangat dekat.

“Sayang, kamu ngapain di sini?” tanya Inge.

“Habis ikut kegiatan sosial biasa, Tante,” jawab Rena, ia mendekat ke arah Haris, Ayah Agatha, dan mencium punggung tangan kanan Haris sebagai ucapan salam. Pak Haris tersenyum dan mengusap lembut puncak rambut Rena.

Sementara Agatha hanya membuang muka, ia menggenggam tangan kanan Larast dengan kuat, jemarinya memasuki sela-sela jari Larast, hingga membuat Larast terkejut. Agatha menatap Larast dengan tatapan posesif yang membuat Larast sedikit tidak nyaman.

Rena mengamatinya dengan senyum kecil, ada perasaan kecewa bercampur kesal.

“Aduh… calon mantu aku, udah cantik, baik lagi,” puji Inge, mencubit lembut pipi kiri Rena.

Rena tersenyum, “Hai, Ries… em… itu Larast, ya?” sapa Rena.

Larast menoleh, tersenyum dan mengangguk. Dengan cepat Agatha menarik rahang Larast untuk menghadap ke depan dan mengikutinya, tidak memperdulikan Rena. “Liat aku aja, nggak usah lihat ke belakang,” ucap ketus Agatha pada Larast. Agatha menarik Larast menjauh, seolah Rena adalah virus yang harus dihindari.

“Ih, apaan sih,” balas Larast lirih, menatap Agatha dengan mata membulat. Larast mencoba melepaskan genggaman Agatha, tapi gagal.

“Tante mau kemana nih?” tanya Rena, dengan suara yang dibuat-buat centil.

“Oh ini, sayang. Tante dan Om, mau nganter Larast pulang. Kamu udah denger kan berita kemarin,” jawab Inge.

Rena mengangguk, karena peristiwa penculikan Larast kemarin menjadi berita heboh di sekolah. Apalagi, yang menyelamatkan Larast adalah idola sekolah, yaitu Agatha.

“Em gitu, ya udah Tante. Aku mau pulang dulu. Temenku sudah nunggu,” pamit Rena, sambil menunjuk ke arah Sasya yang menunggunya di depan mobil.

Inge mengangguk, keduanya pun memberikan kecupan singkat di pipi kanan masing-masing. Kemudian Rena sedikit membungkuk kepada Haris sebelum pergi.

“Hati-hati sayang, salam buat mama ya,” ucap Inge.

“Iya, Tante,” jawab Rena. Ia lalu mendekat dan mencubit pipi kanan Agatha dari belakang. “Dada, Superman,” celetuk Rena, menggoda Agatha yang suka memakai boxer bergambar Superman. Rena menyeringai puas melihat ekspresi kesal Agatha.

Agatha menoleh dengan kesal, “Dasar gadis gila dan aneh,” gerutu Agatha.

Haris langsung menjitak kepala putranya, “Jangan kasar sama perempuan.”

Taksi pun tiba, keluarga Agatha dan Larast masuk ke dalam taksi. Sementara Rena masuk ke dalam mobilnya bersama Sasya yang telah menunggunya.

Di dalam mobil, Rena meremas roknya kuat-kuat. Rasa kesal dan cemburu karena melihat Agatha menyentuh tangan gadis lain membuatnya marah. Bibirnya terkatup rapat dan matanya menyipit, menunjukkan jika ia tidak akan diam setelah ini. Ia bertekad untuk mengambil Agatha kembali, pria yang selama ini mengejarnya, namun tiba-tiba berpindah haluan dan mengejar gadis lain yang bernama Larast, seorang gadis yang menurut Rena tidak sebanding untuk dijadikan rival. Rena membayangkan dirinya menjambak rambut Larast.

“Cewek itu siapa sih? Gue liat Aries suka sama dia,” ujar Sasya.

“Hanya anak yatim yang miskin saja,” jawab Rena singkat. Tersenyum sinis, di balik kalimatnya menekankan kebencian terhadap Larast.

“Kok bisa-bisanya Aries suka sama cewek kayak gitu, padahal dulu dia cinta mati banget sama loe, Ren?” Sasya penasaran dengan apa yang menarik dari Larast, hingga kapten klub Judo tertarik padanya.

“Mungkin karena Agatha kasihan, tahu sendiri kan dia itu hatinya lemah kaya gue. Selalu kasihan kepada pengemis, orang sakit dan miskin,” jawab Rena. Rena memutar bola matanya, meremehkan.

Sasya mengangguk, ia tahu sahabatnya saat ini kesal. Karena tidak biasa Rena kalah begitu saja dalam segala hal. Apalagi Rena adalah gadis populer dan berbakat. Harga diri Rena pasti saat ini merasa diinjak-injak karena dikalahkan oleh gadis biasa saja.

“Loe yakin Agatha nggak akan berpaling dari loe, Ren?” pertanyaan Sasya seolah memprovokasi kemarahan Rena.

Rena menoleh, sudut bibirnya tersungging. “Berpaling dari gue? Nggak mungkin lah,” jawab Rena percaya diri. “Orang tua kami sudah menjodohkan, setelah lulus SMA gue dan Agatha akan bertunangan. Jadi anggap saja gue ngasih waktu untuk dia bermain-main sebentar,” imbuh Rena. Rena tertawa kecil, meremehkan situasi.

Sasya tersenyum, menundukkan kepalanya. Ia tahu, saat ini Rena benar-benar sedang menyembunyikan rasa takutnya ditinggal Agatha.

“Tapi jika Agatha bukan sekedar ingin bermain-main, melainkan memang ingin bersama gadis itu, apa yang akan loe lakukan?”

Rena menatap Sasya dengan kesal, terlihat temannya itu ingin membuat amarahnya semakin membuncah.

“Lihat saja, gue bakal bikin sengsara. Nggak akan gue biarin siapapun mengambil apa yang seharusnya menjadi milik Rena.” Rena mengepalkan tangannya, siap untuk berperang.

Sementara, di sisi lain.

Saat ini orang tua Agatha tiba di rumah Larast. Ibunya Larast sudah kembali pulang setelah mendapatkan perawatan dari rumah sakit lain. Ia berdiri di depan pintu pagar menanti kedatangan putrinya, Larast, dengan senyum yang mengembang.

Taksi berhenti, Larast segera keluar dari mobil. Kemudian dengan cepat memeluk ibunya dengan erat. Air matanya menetes perlahan membasahi pundak ibunya.

“Ibu, Larast kangen.”

Ibu Larast menangkup wajah putrinya, mengusap air mata yang masih membekas di pipi Larast. Lalu, Ibunya memberikan jawaban dengan bahasa isyarat.

Tangan kanan mengepal di depan dada, membuka ke arah depan. Kemudian, kedua tangan membentuk huruf 'V' dan saling memutar. Setelah itu, menunjuk ke arah diri sendiri, membentuk lingkaran di depan dada, lalu membuka ke samping dan mengelus pipi kiri .

“Terimakasih telah pulang dengan selamat putriku.”

Ibu Larast tersenyum tulus penuh kelegaan.

Bersambung..

1
Xlyzy
ah bos uang mu boleh banyak sekarang tapi liat aja nanti pas kau mati ga ada gunanya tu uang
sunflow
semangat ries..
sunflow
waduh .... jalan buntu. pinjem pintu doraemon ris
rokhatii
kasian ternyata reza😭
rokhatii
ayo baikan😄😄
Dasyah🤍
wkwk Dia punya kekuatan super makanya lari dia laju 🤣
Dasyah🤍
wkwkwk jangan gitu dong saking Pengen nya kamu mengulang kembali Waktu sampai kejedot kan ( nada bercanda)😭🤣
TokoFebri
sepertinya tidak pak Haris.
TokoFebri
lah.. pak Haris setuju nggak ya? 😢
Xia Ni Si☀
Yap! satu langkah perubahan yang bagus, Agatha!
Xia Ni Si☀
apa sih Bu?! calon mantu-calon mantu/Smug/ gak ya! Agatha gak bakal kepincut lagi sama Rena!
Xia Ni Si☀
Yah, badannya keren kolornya superman😭
Xia Ni Si☀
Tapi minus akhlaknya/Sly/
Xia Ni Si☀
Ngapain sih ni cewek?! caper banget/Smug/ mentang-mentang ibunya Agatha friendly
Xia Ni Si☀
itu namanya cinta, ries😌
Xia Ni Si☀
Semoga dengan ini masa depanmu berubah, rast/Smile/
Xia Ni Si☀
Love language nya Agatha physical touch kah?/Chuckle/
Shin Himawari
iyaaa lagi dari tadi mikirin larast aku tuuh😢
Shin Himawari
Aga-kunnnnn kamu harus kuattt 😢
Shin Himawari
aduhh ikut deg degan bacanya, takut bgt kekejar ayo lari lagi😢
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!