Noura mati dibunuh suaminya dan diberi kesempatan hidup kembali ke-3 tahun yang lalu. Dalam kehidupannya yang kedua, Noura bertekad untuk membalaskan dendam pada suaminya yang suka berselingkuh, kdrt, dan membunuhnya.
Dalam rencana balas dendamnya, bagaimana jika Noura menemukan sesuatu yang gila pada mertuanya sendiri?
"Aah.. Noura." Geraman pria itu menggema di kamarnya. Pria itu adalah Zayn, mertua Noura yang sering menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama menantu wanitanya.
"Kenapa dia melakukan itu sambil menyebut namaku..?" Noura harus dihadapkan mertua gilanya yang sudah duda. "Anaknya gila.. ayahnya juga lebih gila, eh tapi.. besar juga ya kalau dilihat-lihat."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hotel
Noura masih terisak di dalam pelukan Zayn. Dadanya terasa begitu sesak, tetapi ada kehangatan di sana—sesuatu yang membuatnya enggan melepaskan diri.
Beberapa saat berlalu dan ketika cengkeraman mereka terlepas, Noura langsung sadar betapa kacau penampilannya.
Matanya pasti sembab, wajahnya basah dengan air mata, dan suaranya gemetar.
“Aku pasti terlihat jelek,” gumamnya, mencoba menyeka pipinya dengan telapak tangan.
Zayn hanya tersenyum kecil, menatapnya dengan mata penuh kelembutan. “Mana ada yang jelek?” Matanya sambil menyelipkan setangkai bunga ke tangan Noura.
“Padahal aku baru saja memujimu cantik.”
Noura tertegun. Hatinya bergetar mendengar kalimat itu. Selama hidupnya, mungkin ini pertama kalinya ada seseorang yang mengatakan sesuatu seindah itu padanya—dengan cara yang begitu tulus.
Jantungnya berdegup lebih cepat. Ia memandang setangkai bunga itu dengan haru, jemarinya yang gemetar menggenggam kelopaknya dengan hati-hati.
Zayn mendekat, mengusap helai rambut Noura dengan lembut. “Jadi… aku anggap kamu punya perasaan padaku, ya." Bisiknya dengan seringai menggoda.
Noura tersentak, lalu buru-buru berpaling. Wajahnya terasa panas. “Ya… Daddy pikir saja sendiri,” gumamnya, berusaha menutupi rasa malunya.
Zayn tertawa kecil, lalu tanpa aba-aba mengangkat tubuh Noura ke dalam gendongannya.
“Hei! Apa-apaan ini?” Seru Noura panik, tangannya mencengkeram bahu pria itu.
“Kita pulang,” jawab Zayn santai, membawanya dengan langkah tegap.
Noura semakin panik ketika menyadari orang-orang mulai memperhatikan mereka. Beberapa berbisik, beberapa menatap dengan ekspresi terkejut. Wajahnya memanas.
“Daddy! Turunkan aku! Orang-orang melihat kita!”
Zayn mengabaikannya, malah mempererat pelukannya. “Aku tidak akan membiarkanmu kabur lagi,” katanya dengan nada lembut namun penuh ketegasan.
Dengan itu, ia membuka pintu mobil dan memasukkan Noura ke dalamnya dengan hati-hati. Wanita itu masih terkejut, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut.
“Tapi bagaimana dengan Yolan?” Tanya Noura, masih merasa ragu sekaligus penasaran.
Wajah Zayn langsung mengeras. Sorot matanya berubah lebih tajam. “Dia diurus John. Nanti aku ceritakan dalam perjalanan.”
Noura menggigit bibirnya, menatap Zayn yang kini duduk di sebelahnya, tangan pria itu dengan santai menggenggam kemudi.
Entah kenapa, perasaan sesak yang tadi menghimpit dadanya perlahan menghilang. Mungkin ucapan Zayn benar bahwa Noura memiliki perasaan padanya.
...****************...
Zayn mengendarai mobilnya dengan tenang, tetapi sorot matanya tetap tajam menatap jalanan di depan. Jemarinya mengetuk ringan kemudi, seolah tengah memikirkan sesuatu yang serius.
“Aku tau ada yang tidak beres darimu…” Gumamnya tiba-tiba, suaranya rendah namun penuh keyakinan.
Noura terdiam. Hatinya mencelos.
Zayn meliriknya sekilas, lalu kembali fokus pada jalan. “Tiba-tiba saja kamu memutuskan hubungan denganku seperti itu… dan menjaga jarak. Pasti ada sesuatu yang terjadi.”
Noura menggigit bibirnya, menatap pangkuannya dengan gelisah. Ia memang tau alasan di balik keputusannya, tapi mendengarnya diungkapkan langsung oleh Zayn membuat dadanya semakin sesak.
Zayn mendesah pelan. “Dan saat wanita lain datang pada makan malam itu… aku yakin kamu hanya dimanfaatkan.”
Noura mengepalkan jemarinya di atas lutut. Ia tidak bisa menyangkal. Perlahan, ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.
“Maaf, Daddy…” Suaranya terdengar lemah.
Zayn menoleh sedikit, alisnya terangkat. “Maaf untuk apa?”
Noura menggigit bibirnya lebih keras. Ia tidak ingin mengatakannya, tapi akhirnya suara itu keluar, pelan dan berat.
“Karna aku membohongimu tentang makan malam itu dan aku menjualmu untuk info dari Yolan. Lalu..”
Zayn terdiam, menunggu kelanjutan kata-katanya.
“Aku kepikiran perkataan Yolan. Dia bilang… kalau kita bersama, itu hanya akan menyulitkanmu.” Noura menghela napas.
“Apa yang akan dikatakan publik? Daddy kan… mertuaku. Reputasimu pasti akan hancur.”
Sejenak, hening mengisi ruang di antara mereka. Namun, yang mengejutkan Noura, Zayn tertawa kecil. Ia menggelengkan kepala, seolah mendengar sesuatu yang benar-benar konyol.
“Kedengarannya memang mengerikan…” Zayn akhirnya berkata, suaranya lebih lembut. “Tapi aku lebih takut kehilanganmu, Noura.”
Noura menatapnya dengan mata membesar. Detak jantungnya seketika berdebar lebih kencang.
Zayn melanjutkan, kali ini lebih serius. “Aku selalu punya cara untuk mengatur publik. Itu bukan masalah besar.” Ia menoleh sekilas, menatap Noura dalam-dalam.
“Yang lebih penting sekarang adalah kamu. Kita sudah sepakat untuk membalas dendam bersama, kan?”
Noura terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Ya… aku sedang mempersiapkan perangkap untuk Darrel.”
Zayn mengangguk puas. “Bagus. Aku pasti akan mendukungmu.” Namun, beberapa detik kemudian, ekspresi pria itu berubah lebih santai.
“Tapi… aku tidak akan memaafkan kesalahanmu hari ini dengan mudah.”
“Hah?” Noura menoleh, bingung. “Kenapa begitu, Daddy?”
Zayn menyeringai. Dengan santai, ia merentangkan tangannya di belakang sandaran kursi dan menatap Noura penuh arti.
“Cium aku dulu.”
Noura tersentak. “Apa?!”
Zayn hanya tertawa kecil, jelas menikmati reaksi Noura. “Ayolah, cium aku lebih dulu kemdian setelah itu, aku akan memaafkanmu.”
Noura mendengus kesal. “Kau selalu saja memanfaatkan situasi, Daddy!”
Zayn tertawa lebih keras, tetapi tetap menanti dengan sabar, membiarkan waktu bermain di antara mereka.
Dan di dalam mobil yang melaju di bawah cahaya lampu kota, Noura tau bahwa pria itu tidak akan menyerah sampai dia mendapatkan yang diinginkannya.
Noura mengangkat tangannya, jemarinya menyentuh pipi Zayn dengan lembut sebelum akhirnya ia mengecup pipi pria itu. Sentuhan itu ringan, hampir seperti angin yang berhembus.
Cup!
"Maaf ya, Daddy," ucapnya pelan, suaranya hampir seperti bisikan yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua.
Zayn tetap diam, hanya menatapnya dengan sorot mata dalam yang sulit ditebak. Noura menggigit bibirnya, merasa tidak nyaman dengan tatapan itu.
"Hanya sekali?" Tanya Zayn lagi dengan nada menggoda.
Noura mendesah pelan lalu kembali mendekat, mengecup pipi Zayn sekali lagi. Kali ini sedikit lebih lama, lebih dalam, seakan mencoba mencari kepastian dalam kebisuan pria itu.
"Lagi, Noura," bisik Zayn, suaranya terdengar rendah namun penuh perintah.
Jantung Noura berdegup semakin kencang. Ia menatap Zayn, seolah ingin memprotes, tetapi pria itu hanya menatapnya kembali dengan mata tajam yang membuatnya kehilangan keberanian untuk menolak.
Akhirnya, dengan sedikit putus asa, Noura kembali menurut, mengecup pipi Zayn lagi… dan lagi. Berkali-kali.
Zayn menyeringai, matanya berbinar penuh kepuasan.
“Apa Daddy sudah puas mengerjaiku?” Gerutu Noura dengan nafas yang sedikit tidak beraturan.
Namun, bukannya menjawab, Zayn justru mendekat lebih jauh, membiarkan wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Jemarinya yang besar menyentuh dagu Noura, mengangkatnya sedikit.
"Belum," jawabnya pelan.
Dan sebelum Noura sempat menarik nafas, bibir Zayn sudah kembali menyentuh bibirnya—pelan, penuh kepemilikan. Kali ini, ciumannya bukan lagi sekadar permintaan, tetapi lebih dari itu. Ciuman yang menuntut.
Noura tidak bisa bergerak, hanya membiarkan dirinya tenggelam dalam hangatnya pria itu.
Saat Zayn akhirnya menjauh, ia tidak langsung melepaskan Noura. Jemarinya masih bertumpu pada dagu gadis itu, dan matanya menatapnya dengan intensitas yang begitu dalam.
"Aku tidak akan pernah cukup jika menyangkut dirimu, Noura."
Suara Zayn terdengar rendah, hampir seperti geraman penuh ketulusan.
Wajah Noura memerah, senyumnya sempat merekah, tetapi pikirannya berputar cepat.
Sebentar lagi, ia akan sampai di rumah, hanya berdua dengan pria ini.. Memikirkan apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan Zayn. Apa yang akan terjadi setelah ini?
Wajah Noura makin memerah karna pikirannya kemana-mana dan kotor.
Namun, tiba-tiba, mobil Zayn berhenti mendadak, membuat tubuhnya sedikit terdorong ke depan.
Zayn membelalakkan mata sejenak sebelum dengan cepat memutar balik mobilnya.
"Kenapa, Daddy?" Tanya Noura, kebingungan.
"Kita tidak bisa pulang hari ini," jawab Zayn cepat, ekspresinya berubah serius.
Noura semakin panik. "Ada apa? Apa yang terjadi?"
Zayn mendesah berat, matanya tertuju ke luar jendela, ke arah sebuah mobil putih yang terparkir di dekat rumah Noura.
"Selalu saja ada yang mengganggu," gumamnya pelan, tampak kesal.
Noura mengernyit, lalu mengikuti arah pandangan Zayn. Mobil putih itu tampak diam di sana, tidak ada pergerakan, tetapi keberadaannya cukup menciptakan ketegangan di antara mereka.
"Apakah ada seseorang yang datang?" Tanyanya hati-hati, berusaha memahami situasi.
Zayn menghela nafas sebelum menjawab dengan suara dingin, "Ya, dia mantan istriku yang keras kepala dan menyebalkan."
Noura terdiam. Kata-kata itu terasa seperti ledakan di kepalanya.
Mantan istri?
Selama ini, ia tidak pernah benar-benar tau tentang masa lalu Zayn. Tidak pernah bertanya, tidak pernah ingin tau—atau lebih tepatnya, tidak pernah punya keberanian untuk bertanya.
"Dia wanita seperti apa?" Tanya Noura dengan suara kecil, ragu-ragu.
Zayn mengangkat bahu, lalu meliriknya sekilas sebelum kembali menatap jalan. "Seseorang yang lebih baik diabaikan, dia wanita yang gila," ucapnya, suaranya terdengar lelah.
Noura menelan ludah. Ini lebih rumit dari yang ia kira.
"Kalau begitu… kita mau ke mana sekarang?"
nyanya hati-hati.
Zayn tidak langsung menjawab. Ia hanya menginjak pedal gas dan membawa mobil mereka menjauh dari tempat itu.
"Hotel," jawabnya akhirnya, dengan nada santai seolah itu hal yang biasa.
Noura membelalakkan mata.
"Apa?!" batinnya langsung panik.
Hotel? Kenapa harus hotel?
Jantungnya berdebar tidak karuan, pikirannya langsung dipenuhi berbagai kemungkinan.
'Ini nanti ada adegan unboxing kah..?'
Biasanya mereka sering tidur bersama dengan biasa tapi kali ini, pikiran Noura sudah kemana-mana.