NovelToon NovelToon
Aku Yang Kau Nikahi Tapi Dia Yang Kau Cintai

Aku Yang Kau Nikahi Tapi Dia Yang Kau Cintai

Status: sedang berlangsung
Genre:Dijodohkan Orang Tua / Nikah Kontrak
Popularitas:16.1k
Nilai: 5
Nama Author: riena

“Pernikahan kita cuma sandiwara. Di depan keluarga mesra, di belakang orang asing. Deal?”
“Deal!”

Arman sudah punya kekasih, Widya ogah ribet. Tapi siapa sangka, hidup serumah bikin aturan mereka berantakan. Dari rebutan kamar mandi sampai saling sindir tiap hari, pura-pura suami istri malah bikin baper sungguhan.

Kalau awalnya cuma perjanjian konyol, kenapa hati ikut-ikutan serius?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 34. Alasan aneh

“Mas Arman nggak kerja?” tanya Widya setelah mereka selesai sarapan.

“Pengennya sih, nggak. Mau di rumah aja sama kamu.” ucap Arman sambil menggeser kursi, agar lebih dekat dengan istrinya.

“Tiga hari yang lalu, Mas udah izin dua hari karena sakit, lho.” Widya mengingatkan.

“Aku bisa izin lagi kok, alasan istri aku sakit, dan aku harus menjaga.” ucap Arman sambil mengusap pipi Widya dengan ujung jarinya, dan wajahnya semakin dekat. Widya sampai harus menahan napas.

“Tapi aku udah sembuh, Mas.”

“Iya, kamu udah sembuh, tapi aku mau di rumah aja sama kamu.” manja Arman seraya mengecup pipi Widya pelan.

“Aku kasih alasan kamu masih sakit ya, dalam hati, aku bilang, istriku sakit butuh tati tayang,” kekeh Arman, Widya ikut tertawa.

Widya masih tersenyum geli mendengar alasan suaminya yang tak masuk akal. “Mas, kalau alasannya kayak gitu, bisa-bisa nanti kamu dipecat lho.”

“Kalau dipilih antara kerja sama nemenin kamu, aku pilih nemenin kamu.” Arman mencondongkan tubuhnya sedikit, nadanya datar tapi matanya serius. “Pekerjaan bisa dicari, kamu nggak.” tambah Arman.

Widya menatap suaminya sebentar. “Mas, ngomong kayak gitu tuh jangan sambil serius gitu dong.” Widya memalingkan wajahnya ke arah lain.

“Kenapa?”

“Bikin deg-degan, tau.”

Arman tersenyum tipis, lalu berpura-pura sibuk mengaduk teh yang sudah dingin. “Berarti efeknya berhasil.”

“Mas, ih!” Widya menepuk tangan suaminya pelan. Tapi Arman justru menatapnya lagi, kali ini tanpa senyum.

“Wid, aku tahu dari awal pernikahan kita banyak ‘tapi’-nya. Tapi akhir-akhir ini, rumah ini tuh… berasa beneran rumah.”

Widya terdiam. Ucapan itu sederhana, tapi nadanya berat. Ia tahu Arman tidak sedang menggombal.

“Mas…”

“Boleh nggak, aku nggak usah pura-pura lagi?”

Widya menunduk, tangannya bermain di pinggiran piring, lalu mengangguk.

Keheningan mengalir sebentar. Arman menggeser kursinya semakin lebih dekat, sampai bahu mereka bersentuhan. “Berarti sekarang nggak ada alasan lagi buat jaga jarak, kan? Kita suami istri.”

Widya tidak menjawab. Tapi ia tidak juga menjauh.

Arman menatap wajah istrinya lama, lalu menarik napas pendek. “Aku mau kita…..” Arman tidak melanjutkan ucapannya, ia hanya terus menatap Widya lekat-lekat.

Widya akhirnya menoleh. Tatapan mereka bertemu, dan seketika ruang makan terasa terlalu sempit untuk dua hati yang sama-sama sudah lama menahan diri.

Dan entah siapa yang memulai, tau-tau bibir mereka sudah menyatu. Baik Arman maupun Widya bisa merasakan rasa manis dari bibir masing-masing, karena barusan sama-sama minum teh. Arman yang semula melakukannya dengan sangat lembut, kini ciu*man itu menjadi dalam dan menuntut, seakan ingin merasai habis semua rasa manis di bibir Widya.

Arman baru berhenti setelah Widya memukul-mukul dadanya karena hampir kehabisan napas.

“Kita di rumah aja ya, Wid. Aku nggak ngantor, dan kamu nggak perlu ngampus.” bisik Arman dengan napas tersengal, setelah ciu*man yang dalam barusan. Ia menyentuhkan dahinya ke kening Widya.

“Mas, aku juga harus ke kampus, kamu kerja aja deh. Nanti malam kan bisa.” lirih Widya malu. Seakan mengatakan kalau aku juga menginginkan.

“Kamu belum sembuh benar, Wid. Masa’ harus ke kampus sih?” wajah Arman sedikit cemberut, seraya memberi jarak, agar bisa menatap wajah Widya yang merona.

“Aku janji, malam nanti, oke?” ucap Widya sambil menangkup kedua pipi Arman dengan dua tangannya. Meskipun malu, Widya berusaha mengimbangi Arman. Arman akhirnya menghembuskan napas panjang, lalu mengangguk.

Dengan berat hati Arman berdiri, lalu melangkah ke dalam kamar untuk mengganti pakaian.

Dan tidak sampai lima belas menit, Arman sudah keluar dengan penampilan yang rapi.

“Mau aku anterin, nggak?” tawar Arman.

“Aku satu jam lagi baru berangkat. Nggak mungkin, Mas pasti telat banget.”

“Ya udah, peluk aku dulu kalau gitu.” Arman langsung merentangkan kedua tangannya, supaya Widya masuk ke dalam pelukannya. Widya tersenyum, lalu memeluk Arman. Dan bukan hanya pelukan saja, Widya juga memberi kecupan sekilas di bibir Arman. Anggap saja sebagai bujukan. Dan Arman sontak tersenyum lebar.

“Makasih bekalnya. Aku pergi dulu,” pamit Arman dengan wajah berbinar meninggalkan rumah

*

*

Jam di layar komputer menunjukkan pukul 15.42. Arman memandangi angka itu lama. Seharusnya ia baru boleh pulang pukul lima, tapi sejak makan siang pikirannya tak pernah lepas dari rumah. Dari Widya.

Ia menutup laptop perlahan, berdiri, lalu berjalan ke meja atasannya. “Pak, saya izin pulang lebih awal, ya. Ada urusan di rumah.”

Atasannya hanya menatap sekilas. “Istrimu sakit lagi?”

Arman menahan senyum. “Iya, Pak. Tapi lebih ke... saya yang butuh nemenin dia.”

“Alasan aneh.”

“Tapi jujur,” sahut Arman cepat.

Beberapa rekan kerjanya terkekeh mendengar itu. Arman tak peduli. Ia hanya ingin pulang.

---

Begitu masuk halaman rumah, Arman mendapati suasana yang ia rindukan: aroma melati dari dapur, suara sendok beradu pelan, dan cahaya sore yang menembus tirai ruang tamu. Ia menaruh tas, menggulung lengan kemeja, lalu berjalan ke arah suara itu.

Widya sedang menyiapkan adonan gorengan. Rambutnya diikat asal, ada tepung menempel di pipi kanan. Arman bersandar di pintu, menikmati pemandangan sederhana itu.

“Cepat amat pulangnya, Mas? Kayaknya belum waktunya.” tanya Widya tanpa menoleh.

“Kerjaanku udah selesai.”

“Beneran selesai atau pura-pura selesai?”

Arman berjalan mendekat, berdiri di samping Widya. “Tergantung kamu mau dengar versi jujur atau versi romantis.”

Widya melirik sekilas. “Versi jujur dulu.”

“Aku kangen kamu.”

Widya terdiam sepersekian detik. “Versi romantisnya?”

“Aku kangen kamu banget.”

Widya menghela napas, tapi senyum kecil muncul juga. “Mas Arman, kamu tuh…”

“Rajin bikin alasan?” potong Arman.

“Rajin bikin jantung orang kerja lebih cepat.” balas Widya.

Arman tertawa kecil. “Berarti berhasil.” Ia meraih kain, membantu mengelap sisa tepung di meja. “Kamu nggak perlu masak banyak-banyak. Aku udah beli makanan di jalan.”

Widya melirik. “Nasi goreng favorit aku?”

“Iya dong.”

Arman menaruh bungkusan di meja makan, lalu tanpa pikir panjang, menepuk lembut kepala istrinya. “Aku pulang cepat supaya bisa makan bareng kamu. Udah lama nggak makan sambil dengar kamu ngoceh soal gorengan gosong.”

Widya mendengus. “Mas, aku tuh nggak ngoceh, aku ngingetin.”

Arman tersenyum. “Iya, iya. Tapi nadanya lucu kalau kamu lagi marah-marah kecil.”

Widya hendak membalas, tapi Arman sudah lebih dulu menarik kursi. “Udah, sini. Duduk. Aku gorengin yang belum mateng.”

“Mas bisa goreng?”

“Belajar demi kamu.”

Widya akhirnya duduk, memperhatikan suaminya yang dengan percaya diri memegang spatula. Dalam hati, ia ingin tertawa melihat Arman berjuang mengatur api. Tapi disisi lain, pemandangan itu membuat dadanya hangat. Seseorang yang dulu hanya setia pada rencana dan perjanjian, kini memilih pulang lebih cepat hanya untuk duduk di dapur bersamanya.

Dan sore itu, tanpa perlu kata besar atau adegan dramatis, mereka kembali menemukan arti rumah: tempat di mana seseorang rela mempersingkat hari hanya untuk menghabiskan waktu lebih lama bersama orang yang sama.

---

1
Safitri Agus
terimakasih kak Riena updatenya 🙏🥰
Safitri Agus
syahdu 🤭
Safitri Agus
terimakasih kak Riena updatenya 🙏🥰
Mam AzAz
terimakasih up nya 😊
Mam AzAz
begitulah perempuan kalau lagi sakit inginnya tiduran dan butuh ketenangan,kalau laki laki cuma demam aja sudah seperti sekarat dan sangat drama😂😂😂
Safitri Agus: setuju 👍😊
total 1 replies
Mam AzAz
terimakasih up nya 😊
Mam AzAz
gantian jadi pasien 🤭🤭
Enisensi Klara
Manja si Arman 😂😂
Safitri Agus
terimakasih kak Riena updatenya 🙏🥰
Safitri Agus
semoga rukun dan damai RT mereka
Safitri Agus
pasti rasanya pedes
Safitri Agus
ketularan demamnya Arman
Safitri Agus
eh ngelunjak ya🤭
Enisensi Klara
Modus Àrman 🤣🤣🤣
Enisensi Klara
Lebay Arman 🤣🤣🤣
Enisensi Klara
Makasih up nya kk Riena 😍😍
Ratu Tety Haryati
Perasaan laki2 klo sakit berasa sudah paling tak berdaya, malah buat istri double repotnya.
Ratu Tety Haryati
Klo Arman sudah ingkar janji berarti, ia bukan pria yang baik untukmu.
Ratu Tety Haryati
Klo sudah begini ada rasa iba dan tak menyalahkan Priya sepenuhnya, karena Arman sendiri yang memberikan janji untuk minta ditunggu.
Ratu Tety Haryati
Memangggg😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!