Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.
Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.
Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syaqil gila karena cinta
Hai readers...
Jangan lupa vote dan komentar nya yaa..
Biar updetan novelnya makin banyak tiap harinya..
Byee, thanks for reading..♥️
***
Musik menggema memenuhi ruangan yang gelap yang hanya di hiasi dengan lampu kelap-kelip berwarna. Seorang laki-laki tengah duduk di temani beberapa wanita dengan pakaian sexy di sampingnya. Minuman alkohol di tangannya terus di isi oleh pelayan wanita tersebut dengan sepenuh hati. Gelak tawa palsu memenuhi ruangan. Inilah tempat dimana para manusia berdalih menghilangkan masalah, padahal kekacauan akan semakin menghantuinya.
Syaqil duduk disana, dengan wajah yang sudah sangat kacau. Ia telah mabuk berat dengan minuman alkohol yang ia minum begitu banyak. Sejak tadi ia terus mericau menyebut nama wanita yang begitu di cintainya. Kesadarannya menghilang, yang ada pikirannya melayang kemana-mana.
"Amira Lo buat gue gilaaa.... "
"Gue cinta banget sama Lo."
"Fuck anj.... Dokter gila itu rebut wanita yang gue cintai."
Gumamannya membuat sebagian orang yang hadir disana menertawainya. Badan kekar dengan tubuh yang tinggi membuatnya tak pantas terlihat lemah hanya karena cinta.
Sedangkan seorang wanita kini semakin mendekatinya bahkan menyentuh bahunya untuk menenangkannya. "Ada aku disini, sayang."
"Jangan sentuh gue lonte anj.... " Teriak Syaqil. Membuat wanita tersebut sakit hati dan akhirnya pergi dari sana dengan wajah merah penuh amarah.
Patah hati membuatnya gila, sejak tadi mengetahui Amira hamil ia merasakan patah hati yang seakan membuat dunianya berhenti. Syaqil lebih menggila, ia pergi ke diskotik untuk mabuk berharap sakit hati itu hilang dalam sekejap. Namun nyatanya di tengah kesadarannya pun ia masih mengingat nama Amira. Wanita yang pertama kalinya bisa merebut hatinya.
"Aarrrghh!" Teriak Syaqil membuat semua orang yang ada disana menatap ke arahnya.
"Brooo badan lu gak cocok buat patah hati. Cemen looo!" Teriak seorang pria disana.
"Hahahah!"
***
Di dalam rumah yang hangat itu Rayhan tengah mendengarkan detak jantung buah hati yang ada di rahim istrinya dari alat fetal Doppler. Netranya tak henti menatap istri kecilnya yang saat ini tengah berbaring di periksa. Hatinya bersorak ria penuh kebahagiaan.
Saat mengetahui istrinya hamil, dengan semangat ia meminta untuk temannya yang merupakan dokter kandungan datang ke rumahnya untuk memastikan kehamilan istrinya.
"Terakhir haid kapan, sayang?" tanya dokter Reisa pada Amira. Dokter berusia 40 tahun itu tampak begitu lemah lembut dan ramah.
"Haid aku gak lancar, dok. Aku bahkan lupa tanggal berapa aku terakhir haid."
"Yasudah bulannya saja."
"Kalau gak salah terakhir aku haid pertengahan awal bulan Maret, dok."
"Oh iya berarti benar dugaan saya. Di perkirakan usia kehamilannya 6 Minggu."
Amira dan Rayhan saling bertatapan dan melemparkan senyuman bahagia.
"Alhamdulillah." Rayhan mengusap wajahnya dengan kedua tangannya bersyukur.
"Selamat yaa, dok."
"Iya makasih, Dok."
"Di jaga yaa, jangan terlalu banyak aktifitas yang melelahkan. Dan jangan dulu makan makanan yang mentah seperti sushi dan hindari dulu makanan yang seperti sate. Perbanyak makan sayuran dan buah-buahan. Saya percaya kalau istrinya dokter pasti sangat di jaga banget kesehatannya." ujar Dokter Reisa melirik Rayhan.
Rayhan tertawa kecil menatap teman di pekerjaannya itu.
Amira tersenyum mengangguk. "Iya, makasih, dok."
"Iyaa sama-sama, cantik." Dokter Reisa mengulas senyuman. "Gemes banget sih anak kecil udah mau punya bayi."
"Dokter bisa aja."
"Dokter Reyhan pinter juga nyari istrinya yang muda dan cantik."
"Iya dong Dok itu harus." ujar Rayhan tertawa kecil berdiri memasukan tangannya ke saku celana.
"Yaudah saya pulang dulu yaa. Sehat-sehat ibu dan calon bayinya."
"Iyaa dok, makasih banyak yaa."
"Iya sama-sama."
Dokter Reisa pun pergi meninggalkan kamar itu di antar oleh Rayhan sampai keluar apartemen.
***
Kini hanya ada dua insan yang tengah di penuhi kegembiraan. Rayhan mendekati Amira lalu mencium kening istrinya. Perasaan bahagia karena akan memiliki anak kembali begitu mengguncang jiwanya. Setelah hampir tiga tahun yang lalu ia mengalami kekecewaan yang teramat mendalam karena calon bayinya meninggal dunia. Kini Allah hadirkan kembali buah hati di rahim istrinya.
Di umurnya yang sudah memasuki kepala tiga, tak di pungkiri ia sangat merindukan sosok seorang anak. Ia ingin memiliki penerus hidupnya. Buah hati yang akan menjadi penyemangat hari-harinya.
"Makasih yaa sayang sudah memberikan Mas kebahagiaan ini." ujar Rayhan seraya mengelus lembut perut sang istri.
"Sama-sama, Mas. Ini adalah anugerah dari Allah. Amira juga gak nyangka akan di kasih kepercayaan di umur Amira yang masih sangat muda."
"Berarti Allah sudah mempercayakannya padamu, sayang. Kamu pasti bisa, Mas percaya padamu."
Amira mengulas senyum. "Amiin Ya Allah."
Rayhan kini ikut berbaring di dekat Amira. Ia menjadikan tangan kanannya sebagai tumpuan kepala Amira. Matanya menatap wajah cantik nan meneduhkan itu. Jantung keduanya kini kembali berdebar tak menentu.
"Kira-kira nanti anak kita perempuan atau laki-laki yaa?" Gumam Rayhan.
"Mas maunya apa?"
"Mas maunya perempuan."
"Hah? Tumben, biasanya para suami maunya anak pertama itu laki-laki."
"Ada alasannya dong!"
"Apa?"
"Karena di dunia ini kekurangan wanita cantik dan shalihah seperti kamu."
Blush
Pipi Amira memerah bak kepiting rebus. Kata-kata Rayhan berhasil menembus relung hatinya. Senyuman d bibirnya refleks tersirat begitu saja.
"Bisa aja kamu, Mas. Tumben muji shalihah." ujar Amira mengerucutkan bibirnya malu.
"Jangan cari gara-gara, sayang. Kita lagi bahagia."
Amira tertawa kecil mendengarnya. Untung saja ia memiliki suami yang kesabarannya setebal buku.
"Kalau Amira maunya anak laki-laki."
"Kenapa?"
"Karena di dunia ini kekurangan laki-laki yang baik, tampan, shaleh, sabar, spek ustadz gaul, dan penyayang. Tapi sayangnya banyak wanita yang ngincer dia. Itu aja sih kurangnya."
Rayhan tertawa lepas, istrinya itu selalu saja berhasil membuat dirinya mencair. Kata-kata Amira selalu ada-ada saja.
"Lucu banget sih istri Mas!" Rayhan mencubit kecil pipi Amira.
"Iihh sakit tahu!"
"Eh iya maaf, maaf."
***
Pagi masih berkabut, Amira terpaksa bangun dari tidurnya saat merasakan mual. Perutnya terasa ada yang mengocok, kepalanya pening, dan nafasnya terasa berat. Aroma makanan dan juga bau parfum membuatnya ingin muntah. Dengan cepat ia berjalan menuju kamar mandi, lalu memuntahkan isi perutnya di atas wastafel.
Setelahnya ia menyandarkan tubuhnya di dinding lemas. Keringat dingin mulai membasahi keningnya. Sejak tadi malam tidurnya tidak nyenyak. Perutnya selalu mual dan kepalanya pusing.
Suara pintu kamar mandi pun terbuka, menampakan Rayhan yang tampak terkejut melihat istrinya terduduk di lantai dengan lemas. Dengan cepat ia menghampiri Amira.
"Astagfirullah, sayang. Mual lagi?" tanyanya panik.
Amira mengangguk lemas. Perutnya belum bisa terisi lagi dan ia terus saja muntah sehingga hanya keluar cairan kuning saja.
"Capeee.... " Rengek Amira menitikan air matanya.
Rayhan pun memeluknya berusaha menguatkan. "Sabar yaa, inshaallah di balas pahala."
Rayhan menghapus air mata di pipi istrinya. Lalu ia pun memangku tubuh wanita itu lalu di baringkannya di atas ranjang.
"Bii.... "
"Iya pak!"
Suara BI Atin begitu menggema.
"Tolong ambilkan air putih hangat sekarang yaa."
"Iya, baik Pak."
Tak lama kemudian BI Atin datang dengan membawa segelas air putih hangat. Ia menatap khawatir majikannya yang sejak malam ia tahu selalu saja muntah.
Rayhan membantu Amira duduk lalu menempelkan gelas itu di bibir sang istri.
"Kasian gitu si neng. Sabar yaa Neng perjuangan seorang Ibu mah memang gitu atuh da." BI Atin menghampiri Amira.
Amira tersenyum lemas, tak mampu berbicara banyak.
"Biasanya sampai berapa bulan kaya gini, BI?"
"Kalau biasanya sih sampai 4 bulan, Pak. Tapi ada juga yang udah 7 bulan masih mual juga. Tiap Ibu hamil memang beda-beda, Pak."
Rayhan menghela nafas kasar. Ia menatap Amira kasihan. Baru saja satu hari ia melihat Amira tersiksa seperti ini pun sudah tak tega, apalagi 4 bulan.
"Kasihan.... " Rayhan mengusap kening Amira.
"Mau makan atuh, neng? Mau apa? Biar Bibi buatin!"
"Perut Amira lapar, BI. Tapi gak bisa makan nasi kayanya."
Amira kembali menitikan air mata. Semalam ia menahan lapar sampai perutnya terasa sakit. Karena setiap makanan yang masuk ke dalam perutnya pasti akan keluar lagi.
"Coba makan bubur, mau?" Rayhan menawari.
Amira menggeleng pelan, "Ngebayanginnya juga udah bikin mual."
"Terus apa, sayang? Dari kemarin perutnya belum keisi."
"Biasanya Ibu hamil maunya yang segar-segar yaa, Neng. Dulu anak Bibi tiap hari gak bisa makan nasi juga, tapi bisa makan cemilan kaya buah-buahan dan juga yang pedas-pedas. Kaya bakso, rujak, dan apa yaa, pokoknya yang pedas-pedas deh."
"Yaahh, BI. Jangan yang pedes deh, itukan bahaya takutnya buat ibu hamil."
"Oh iya ya, Pak. Tapi Alhamdulillah cucu Bibi sehat sampai sekarang." ujar BI Atin.
"Oh iya bener, Bi. Amira juga mau bakso ah yang pedes." ujar Amira.
"Sayaaanggg?" Rayhan menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
Amira mengerucutkan bibirnya. "Amira lapar, Mas. Perut Amira sakit."
"Tapi jangan yang pedes dong, sayang. Kan lagi hamil!"
"Mas pliiisss.... " Amira mengatupkan kedua tangannya.
"Buah aja yaa? Mau?"
"Gak mau, Amira mau bakso aja." Rengeknya.
"Yaah gara-gara si Bibi ini mah." Rayhan bercanda.
BI Atin tertawa gelak menutup mulutnya.