Ini Kisah Anak Loli
Lita kini yatim piatu, ibunya meninggal dunia saat melahirkannya sementara ayah biologisnya hingga detik ini dirinya tidak tahu.
Kakek Neneknya juga telah meninggal dunia karena kecelakaan di hari perpisahan sekolah Lita di bangku SMP, harta warisan milik keluarganya habis tak bersisa untuk membayar hutang Kakek Nenek.
Dan akhirnya Lita menikah dengan seorang pria yang begitu meratukan dirinya dan membuatnya bahagia, namun ternyata semua kebahagiaan itu hanya sebentar.
Ikuti ceritanya yuk!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Tutur Bu Retno dengan lirikan julid-nya, Lita menarik napas panjang untuk memupuk rasa sabarnya. Kemudian Lita pamit masuk pada Bu Retno, dengan alasan Daniel udah bangun.
Lita segera masuk ke dalam kontrakan, sebenarnya Lita berbohong karena Daniel belum bangun. Hal itu hanya di jadikan alasan, untuk menghindari Bu Retno saja.
Pukul delapan pagi, mobil yang di lajukan Kang Asep perlahan bergerak meninggalkan area rumah Abah. Di perjalanan Lita memecahkan keheningan, bertanya pada Aisyah kapan menikahnya.
Tiba-tiba langsung pesan dekor dan gaun pengantin, Aisyah tersenyum sembari menoleh ke arah Lita. Di wajahnya terlihat harapan yang terpancar jelas, dan binar bahagia.
"Insyaallah!! Pertengahan bulan depan, Lit. Do'ain ya, semoga lancar" jawab Aisyah dengan nada yang penuh doa, Lita mengangguk sambil tersenyum.
"Pasti, Teh. Aku akan selalu berdoa, semoga rencana pernikahan Teteh berjalan lancar dan semoga Kak Zain adalah jodoh yang memang di takdirkan buat Teteh".
Kang Asep di balik kemudian mengaminkan doa Lita dengan semangat, Aisyah tersenyum lalu wajahnya berubah menjadi serius dan mengucapkan amin juga terima kasih pada Lita.
"Aku merasa kasihan melihat Ambu dan Abah yang ingin punya cucu tapi aku belum juga menikah sampai sekarang, semoga saja Kak Zain memang laki-laki yang di kirim oleh Allah untukku" kata Aisyah dengan suara pelan
Namun mata Aisyah tampak berbinar, penuh harap. Lita hanya bisa tersenyum, rasanya senang mengisi hatinya sebab akhirnya Aisyah menemukan tambatan hatinya.
Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, selama hampir dua jam akhirnya mobil yang mereka kendarai sampai ke tempat tujuan mereka lalu Aisyah menarik tangan Lita untuk masuk.
Dengan semangat, seolah-olah tak sabar untuk memulai pencarian gaun pengantin yang sempurna. Sesampai di dalam ruangan, mata Aisyah berbinar melihat buku rencana pernikahan.
"Lit, menurut kamu lebih bagus yang mana?"
Aisyah bertanya sambil dengan gesitnya membolak-balik buku yang tebal yang ada di tangannya, Lita menggaruk keningnya dengan ekspresi kebingungan.
"Aduh, Teh. Aku juga bingung, semua kelihatannya cocok untuk Teteh" jawab Lita tersenyum
Aisyah menghela napas berat, matanya masih terpaku pada buku. Aisyah mengakui gambar gaun pernikahan di buku itu, semuanya bagus- bagus sehingga bingung mau pilih yang mana.
"Kenapa gak coba tanya Kak Zain aja, Teh? Barangkali dia sudah punya ide mau mengunakan tema pernikahan seperti apa? mau mewah, sederhana atau ala indah dan pakaian adat daerah?" saran Lita berusaha membantu, Aisyah tertawa kecil.
"Kak Zain mana mau mikirin masalah beginian, katanya terserah saja. Tau sendiri kan laki-laki biasanya gak ribet soal baju"
Aisyah menyahuti dengan perasaan lega karena Zain tak banyak tuntunan dan lebih menyerahkan semuanya padanya, namun tetap saja Aisyah jadi bingung mau konsep pernikahan seperti apa.
Lita hanya mengangguk memahami maksud Aisyah lalu kembali menelusuri halaman buku, mencari inspirasi yang mungkin bisa menjawab keraguan Aisyah saat ini.
"Gimana kalau pakai pakaian adat Sunda aja Teh pas akadnya? Teteh kan orang Sunda, dari pada bingung" tanya Lita kembali memberikan usul
Aisyah mendengarkan sembari memainkan jarinya, lalu menyahut kalau akad nikah dirinya memang memakai adat Sunda tapi untuk siang dan malamnya Aisyah bingung mau pakai apa.
"Kak Zain dari mana? Bagaimana kalau pakai ada dari pihak laki-laki untuk siangnya?" saran Lita sembari menoleh, membuat Aisyah mengerutkan kening.
"Dia orang kota sini juga sih, tapi kalau gak salah uminya atau abinya keturunan orang kota Y"
Keraguan tergambar jelas di wajah Aisyah, namun justru Lita tersenyum penuh pengertian kemudian meminta Aisyah memakai adat kota Y di acara siangnya kalau sore pakai gaun pengantin biasa.
Soalnya hanya sebentar, sementara untuk malam bisa pakai gaun bebas atau baju couple bersama pasangan. Mendengar saran dari Lita, Aisyah langsung mengangguk setuju.
"Ya udah deh itu aja dari pada bingung, aku juga gak yakin mau pakai tema India untuk malamnya"
Akhirnya setelah menetapkan pilihan berdasarkan saran Lita, mereka bergerak cepat keluar untuk mencari keperluan pesta sambil menyadari bahwa hari sudah mendekati waktunya makan siang.
Aisyah meminta Kang Asep untuk menghentikan mobilnya di rumah makan yang tak jauh dari gedung WO yang baru saja mereka datangi, Aisyah mengatakan untuk makan disitu saja.
Karena perutnya sudah keroncongan, lalu mereka turun sembari Kang Asep menimpali makan dimana saja dirinya menurut asalkan cacing di dalam perutnya tak berdemo lagi.
Sementara Lita turun dari mobil dengan langkah gontai, matanya tertuju pada sosok laki-laki yang tak jauh dari mereka seorang tukang parkir. Aisyah menoleh, memperhatikan Lita yang diam saja.
"Ada apa, Lit?" tanya Aisyah dengan raut wajah penasaran
Lita mengigit bibir bawahnya, berusaha menahan emosi sambil mata berkaca-kaca menatap laki-laki tersebut. Aisyah yang menyadari keanehan itu, lalu mengarahkan pandangannya.
Ke tukang parkir dengan kening berkerut, Aisyah pun bertanya apa Lita mengenal tukang parkir itu? Lita mengambil napas dalam-dalam, mencoba menstabilkan suaranya.
"Ayo masuk, Teh" ajak Lita menghindari pertanyaan Aisyah
Meski begitu Aisyah tak serta merta mengalihkan pandangannya dari tukang parkir itu, Aisyah mulai memperhatikannya dengan jeli seolah mencoba mengingat sesuatu.
Setelah berapa detik mengamati, kedua mata Aisyah melebar setelah mengingat kenangan yang terkait dengan wajah laki-laki itu. Aisyah berjalan cepat, menyusul Lita yang telah lebih dulu masuk.
Rumah makan itu, di antara derap langkahnya Aisyah merasakan detak jantung berdebar sangat kencang. Dengan suara pelan dan hati-hati mengukir setiap kata, bertanya pada Lita.
"Lit, bukankah itu mantan suami kamu?"
Mendengar pertanyaan itu Lita hanya mengangguk perlahan, matanya tak berani menatap Aisyah. Wajahnya terlihat murung, matanya berkaca-kaca.
Seolah-olah memendam ribuan cerita tanpa kata, Aisyah yang menyadari kegugupan Lita memilih bungkam, khawatir kalimat selanjutnya akan semakin menyakiti Lita.
Selama makan siang, suasana hati Lita tak kunjung membaik. Matanya sesekali mengalihkan pandangannya ke jendela, mengintip sosok Doni yang sibuk mengatur mobil ingin parkir.
Lita merasa sedih sekaligus kasihan, melihat mantan suaminya berpanas-panas mengatur mobil dan motor yang datang. Dalam hati dirinya bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan Doni.
"Mengapa sampai harus bekerja keras seperti itu? Apakah usaha sembako di kota Y mengalami masalah?"
Air mata mulai menetes di pipi Lita, dirinya tidak bisa menahan rasa sayang yang masih tersisa. Melihat Doni dalam kondisi seperti ini, Aisyah memandangi Lita.
Sembari tangannya mengusap lembut punggung tangan Lita, dengan hati-hati Aisyah menasehati Lita untuk tidak memikirkan Doni lagi dan mengingatkan Lita kalau sudah dikhianati Doni.