Psikopat Gila Jatuh Cinta

...\=\=\=\=\=\=\=\= • Next Story • \=\=\=\=\=\=\=\=...

Barra menatap Winda dengan tajam, tatapan itu bagaikan tatapan psikopat yang sedang mengincar mangsanya. Barra melihat ke sekeliling tanpa sepengetahuan Winda, Barra sudah memberikan kode pada bawahannya untuk menjalankan apa yang sudah ia perintahkan.

"Jadi apa yang membawa mu jauh-jauh kemari?" Tanya Barra tanpa menatap Winda.

"Apakah tidak ada satupun kesempatan untuk kita seperti dulu lagi Barra?" Tanya Winda dengan lemah.

"Ha-ha-ha kesempatan, selalu ada kesempatan kedua untuk mau memperbaiki kesalahan tapi sayangnya bagi gue kesempatan lo udah habis" Ungkap Barra dengan emosi.

"Tapi itu masa lalu Barra, kita bisa memulai dari awal kembali?" Sahut Winda.

"Cih... Apa lo lupa apa yang lo bilang waktu itu atau lo sudah hilang ingatan Hah" Dengan nada marah Barra mengepalkan kedua tangannya.

"Gue minta maaf dulu pernah nyakitin perasaan lo Barra, kita bisa mulai dari awal lagi ya Barr" Ucap Winda tanpa malu.

"Sorry gue udah bilang sama lo, cewek gue lebih dari pada lo jadi harusnya lo mundur dengan teratur, sebelum gue bertindak lebih. Ini peringatan terakhir untuk lo, jangan lo ganggu gue atau pun cewek gue lagi kalau lo mau hidup lo aman" Ucap Barra setelahnya ia meninggalkan Winda yang terdiam di tempat.

Barra masuk ke dalam mobilnya, ia dan Arlleta segera meninggalkan area sekolah sesuai rencana mereka. Barra dan Arlleta menuju pusat perbelanjaan terlebih dahulu sebelum pergi ke panti asuhan.

Sementara Winda ya di tinggalkan begitu saja dengan Barra merasa kesal. Gabriel dan sahabatnya yang lain melihat itu sambil tersenyum senang, ternyata Barra benar-benar tidak memberikan harapan pada wanita bernama Winda tersebut.

Gabriel menghidupkan mesin motornya begitu juga dengan ketiga lainnya. Mereka berjalan pelan menghampiri Winda.

"Ingat peringatan terakhir Barra nggak main-main jadi jangan sampai lo cari masalah" Ucap Gabriel tepat ia berdiri di hadapan Winda.

Sementara yang lain hanya menatap Winda tidak suka, Gabriel setelah mengatakan hal itu ia langsung melaju meninggalkan Winda seorang diri dengan kekesalannya.

Tidak jauh dari sana ada Michael yang memperlihatkan kejadian tadi dengan diam-diam. Michael hanya diam sambil tersenyum tipis menatap kejadian di depan gerbang sekolahnya.

Tidak mau ambil pusing Michael masuk ke dalam mobilnya ia segera meninggalkan area sekolah, kali ini misinya adalah menjadi kepercayaan mommynya karena hanya melalui mommynya lah Michael bisa memberikan pelajaran untuk sang ayah.

Winda menatap nanar kepergian semua sahabat-sahabatnya Barra. Tapi, untuk meratapi apa yang sudah terjadi sepertinya tidak ada artinya lagi. Dulu ia meninggal Barra hanya karena ingin hidup enak dan bergaya di depan teman-temannya.

Robert adalah tunangan yang dulu pernah menjadi saingan Barra. Tapi, Robert juga tidak sebaik yang Winda pikirkan. Robert mengetahui kebangkrutan keluarga Winda segera meninggalkan Winda dengan pilihan orang tuanya.

Winda yang di tinggalkan oleh Robert yang saat itu adalah pewaris suatu perusahaan layanan jasa, merasa kesal di tambah keluarganya mengalami kebangkrutan hingga rumah mewah dan semua fasilitas yang pernah Winda miliki harus di sita oleh bank.

Winda dan kedua orang tua nya harus pergi mencari kontrakan, dan juga bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Waktu berlalu hingga tiga tahun sudah lamanya Winda masih saja tidak pernah merasa cukup atas apa yang ia miliki sekarang.

Hingga akhir ia berada di jalanan mencari uang demi bisa hidup foya-foya seperti dulu kala. Bahkan, Ia rela untuk melakukan hubungan intim demi mendapatkan uang yang banyak dari pria hidung belang.

Kini setelah melihat penampilan serta ketampanan Barra saat di sirkuit Winda merasa dirinya adalah orang yang tidak akan mudah untuk Barra lupakan karena dia adalah cinta pertama untuk Barra.

Tapi pemikiran itu salah, setelah melihat perlakuan Barra pada gadis bernama Arlleta tadi Winda sangat yakin bahwa ia tidak memiliki harapan untuk kembali kepada Barra.

Apalagi di tambah tatapan tidak suka dari sahabatnya Barra. Winda berjalan meninggalkan Dirgantara high school dengan berjalan kaki. Ia sudah tidak memiliki uang untuk naik taksi, uangnya hanya cukup untuk membeli minuman saja.

Tanpa Winda sadari, ada seseorang yang mengikuti Winda dari belakang dan terus mengikutinya. Winda berjalan kaki menuju halte bus, ia sudah pasrah atas apa yang terjadi.

Sosok misterius yang mengikuti Winda terlihat menyeringai di balik hoodie hitamnya, sebelum ia memasang masker wajahnya kembali.

"Lo pikir lo bakalan di terima oleh Barra, dasar wanita jalang. Lo itu sudah jadi mainan gue dan harus selamanya jadi mainan gue" Gumam sosok misterius itu pada Winda yang kini berdiri tidak jauh darinya.

Meninggalkan Winda dan sosok misterius itu, Di tempat berbeda tepatnya di pusat perbelanjaan Arlleta dan Barra kini tengah asik berbelanja makanan, mainan dan beberapa perlengkapan sekolah untuk mereka bagi-bagikan pada anak-anak di panti asuhan.

Barra dan Arlleta pernah kesana, dulu saat itu Barra hanya mampir sebentar dan membelikan jajan berupa kue untuk anak-anak di panti asuhan. Kali ini ia datang bersama kekasihnya yang sudah meresmikan hubungan antara keduanya.

Bagasi mobil sport Barra sampai penuh dengan segala macam barang belanjaan yang mereka beli untuk anak-anak. Arlleta begitu senang mengetahui jika ia akan dibawa ke panti asuhan itu kembali.

Barra melihat senyuman Arlleta tanpa sadar ia juga tersenyum tipis. Apalagi saat mengingat perjalanan mereka menuju pusat perbelanjaan tadi. Semula Barra pikir Arlleta akan marah atau ngambek karena Barra tidak memberitahukan dirinya mengenai masalah lalunya, hal itu ternyata tidak seperti bayangan Barra.

"Apakah kamu marah saat aku bertemu kembali dengan masa lalu ku" Tanya Barra saat ia mulai melajukan mobilnya.

"Tidak, aku sudah cukup mengetahuinya. Kamu sudah jujur itu poin plus untuk kamu" Ucap Arlleta dengan santai.

"Kamu tidak cemburu?" Tanya Barra lagi.

"Cemburu itu pasti, tapi aku ingat dia itu masa lalu mu sudah terlewati dan sekarang aku masa depan mu yang harus berhadapan langsung dengan rintangan yang ada di depan mata bukan" Terang Arlleta menatap Barra yang fokus menyetir.

"Kamu gadis yang baik dan bijaksana tidak salah aku memilih mu, menjadikan mu ratu di hatiku" Ungkap Barra sambil menggenggam satu tangan Arlleta.

"Hmm... Aku akan selalu ada di samping mu asal jangan kamu yang menyuruhku untuk pergi" Balas Arlleta.

"Itu tidak akan terjadi, aku bahkan akan menjadikan mu ratu di hatiku selamanya" Ungkap Barra dengan senyuman manisnya.

"Jangan pernah jauh ataupun pergi dariku ya sayang" Lanjut Barra menggenggam erat tangan Arlleta.

...****************...

...****************...

...****************...