NovelToon NovelToon
Terlahir Kembali Menjadi Seorang Perempuan

Terlahir Kembali Menjadi Seorang Perempuan

Status: sedang berlangsung
Genre:Anime / Reinkarnasi
Popularitas:477
Nilai: 5
Nama Author: Lidelse

Reni adalah pemuda pekerja keras yang merantau ke kota, dia mengalami insiden pencopetan, saat dia mengejar pencopetan, dia tertabrak truk. Saat dia membuka mata ia melihat dua orang asing dan dia menyadari, dia Terlahir Kembali Menjadi Seorang Perempuan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lidelse, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengabdian Mu Telah Selesai

Racel Astrea, meskipun tubuhnya remuk dan Mana-nya terkuras habis, bangkit berdiri. Dia tidak bisa membiarkan pengorbanan Mia sia-sia. Dengan susah payah, dia mengangkat great sword-nya. Amarah murni menggantikan rasa sakit. Dia berdiri di depan Erin, siap bertarung sampai mati.

"Kau tidak akan menyentuhnya!"

geram Racel kepada Griffon.

The Great Griffon mengabaikan ancaman itu, fokusnya hanya pada janin Erin. Ia melangkah maju, siap untuk menyerang.

Tiba-tiba, dari samping Griffon, muncul sebuah kilatan merah yang tak terduga.

BAMMM!!!

Sebuah pukulan yang tak terlihat, didorong oleh kekuatan fisik yang melampaui batas manusia, menghantam kepala Griffon dengan suara benturan yang sangat besar.

The Great Griffon, makhluk purba itu, menjerit kesakitan yang memilukan. Tubuhnya yang monumental terpental ke samping, menghantam tanah keras beberapa meter jauhnya, meninggalkan bekas benturan yang sangat besar di tanah.

Griffon itu mencoba bangkit, kepalanya miring ke samping, mengeluarkan raungan kemarahan. Mata kanannya telah hancur total, hanya menyisakan lubang berdarah. Makhluk agung itu marah. Tapi ada sesuatu yang lebih besar dari marah, yaitu kemurkaan dari makhluk purba yang terluka.

Racel, terkejut melihat serangan yang mampu melukai makhluk legendaris itu, berbalik mencari sumber serangan.

Di tempat Merbrit tadi berdiri, kini berdiri sosok yang sama sekali berbeda.

Merbrit berdiri tegak, tetapi penampilannya telah berubah drastis. Dia tidak lagi mengenakan baju pelayan-penjaga. Seluruh tubuh bagian atasnya, terutama lengannya, menjadi merah, besar, dan tajam, seperti dibentuk dari karang Mana yang keras. Rambutnya berubah menjadi merah menyala dan mengalir ke belakang. Di dahinya, tumbuh sepasang tanduk yang melengkung dan mengancam.

Air mata masih mengalir di wajahnya, tetapi kesedihan itu kini diresapi oleh kekuatan yang menakutkan dan menguasai. Kekuatan yang bangkit dari rasa sakit melihat Mia terbunuh.

Racel, sang Dewa Pedang, hanya bisa menatap sosok itu dengan keterkejutan mutlak. Kekuatan ini, transformasi ini, dia hanya pernah mendengarnya dalam mitos dan legenda yang terkubur.

Racel bergumam, menyebut nama yang menakutkan dari masa lalu Elemendorf, nama yang identik dengan kekuatan tak terkendali.

"Huracan!"

Kekuatan primordial yang seharusnya sudah lama punah kini telah bangkit dalam diri Merbrit, sang pelayan-penjaga Lyra. Dia kini adalah amukan alam yang didorong oleh kesetiaan dan kesedihan atas kematian Mia.

Huracan (Merbrit) menoleh ke Griffon yang sedang marah, mengabaikan Racel, dan bersiap untuk bertarung.

ROOAARRR!

Griffon menyerang lebih dulu, tidak menggunakan sihir, tetapi menggunakan tubuhnya. Ia melompat ke udara, sayapnya mengepak, dan tubuh singanya meluncur dengan kecepatan yang mengerikan, cakarnya siap merobek.

Huracan tidak bergerak. Ia menerima serangan itu.

BRAKKK!

Cakar Griffon menghantam dada Huracan. Biasanya, serangan ini akan menghancurkan baja, tetapi Mana merah yang menyelimuti tubuh Huracan bertindak sebagai perisai yang tak tertembus. Cakar Griffon itu terpental.

Huracan membalas. Dengan kecepatan yang jauh lebih besar dari yang dibayangkan Griffon, ia melompat, kakinya yang kuat mendorong tanah hingga retak.

Huracan tidak merapal mantra. Ia menyerang dengan pukulan fisik murni yang ditingkatkan oleh Mana merahnya.

BAM!

Pukulan kedua menghantam sisi kiri tubuh Griffon. Suara benturan itu seperti guntur. Griffon menjerit lagi—suara sakit yang tulus. Tulang rusuk Griffon yang keras terasa berderak.

Griffon menyadari bahwa musuhnya kini bukanlah Dewa Pedang yang terluka, melainkan kekuatan fisik yang absolut.

Griffon menggunakan keunggulan terbangnya. Ia melompat mundur dan naik, Mana-nya berputar, membentuk badai di sekitarnya.

Griffon melepaskan serangan Mana Angin yang dingin dan terkompresi. Udara di sekitarnya membeku, dan ribuan pecahan es tajam melesat ke arah Huracan, didorong oleh kekuatan badai.

Huracan hanya berdiri di sana, Mana merahnya semakin menyala. Dia tidak merapal perisai Es atau Tanah. Dia hanya mencengkeram udara di depannya.

KRK!

Di antara tangannya yang besar dan merah, udara di depan Huracan mulai memadat dan berputar, menciptakan semacam pusaran Mana Fisik yang mengoyak ruang.

Seribu pecahan es menghantam pusaran itu, tetapi tidak satu pun yang berhasil menembus. Serangan es dan angin Griffon sepenuhnya diredam dan dipecah oleh konsentrasi Mana Fisik Huracan.

Huracan melangkah maju, melompati tubuh Mia yang tak bernyawa. Setiap langkahnya meninggalkan retakan di tanah.

Dia tidak berbicara. Dia hanya menatap Griffon dengan kemurkaan yang berapi-api, matanya yang merah kini menyala penuh dendam atas nyawa yang telah diambil.

Dia menunjuk ke udara, mengundang Griffon untuk bertarung di darat.

Griffon, yang ego purbanya telah terluka parah, tidak bisa menahan diri. Ia tidak takut pada sihir, tetapi ia terkejut oleh kekuatan fisik yang setara dengan dirinya.

Griffon menukik ke bawah, siap untuk melakukan pertarungan cakar melawan pukulan, Dewa Purba melawan Amukan Alam.

Huracan (Merbrit) mengepalkan tangannya. Seluruh Mana merahnya terpusat di tinjunya, membentuk inti kekuatan yang solid. Racel Astrea, yang terluka parah, memandang Merbrit—atau Huracan—dengan mata terkejut. Dia melihatnya: aura kekuatan yang melingkupi Merbrit, aura yang hanya bisa berasal dari makhluk mitos, seolah-olah ia adalah perwujudan Dewa Kekuatan itu sendiri.

Saat Griffon dan Huracan hampir bersentuhan—ketika cakar tajam hampir merobek kulit yang diresapi Mana—Huracan melepaskan tinjunya.

KRAKABOOOM!

Pukulan itu menghantam dada Griffon. Bukan hanya suara ledakan yang terdengar, tetapi tanah di bawah kaki Huracan retak dan amblas, menciptakan kawah kecil akibat daya dorong ke bawah. Kekuatan pukulan itu melampaui batas fisika normal.

The Great Griffon menjerit, suara itu kini terdengar seperti kesakitan murni. Tubuhnya yang besar terlempar lagi ke atas, seperti boneka yang dilontarkan. Ia tidak terbang, ia dilontarkan.

Saat Griffon masih berada di udara, tidak seimbang dan terluka parah, Huracan melihat celah.

"Marquess Racel!"

teriak Huracan, suaranya yang penuh amarah kini bercampur dengan kesadaran Merbrit.

Racel mengerti. Ini adalah serangan gabungan terakhir mereka, serangan yang membutuhkan setiap tetes Mana yang tersisa dari keduanya.

Racel, meskipun kesakitan yang hebat, melompat. Dia tidak melompat dengan Mana Ruang-Waktu, melainkan dengan kekuatan fisik yang dipinjam dari lonjakan amarahnya. Dia meraih great sword-nya, Mana Ruang-Waktu yang tersisa dan Mana Alam yang ia pinjam dari Erin (tanpa Erin sadari) terpusat pada pedangnya.

Pedang Racel merespons. Bilahnya bergetar dan, didorong oleh tekad untuk memotong realitas, bilah pedang Racel menjadi dua kali lebih besar, memancarkan aura spasial yang terdistorsi.

Racel mengayunkan pedangnya dengan kekuatan yang luar biasa, didorong oleh keputusasaan dan momentum dari tinjuan Huracan.

CRASH!

Pedang besar itu menebas tubuh Griffon yang tidak seimbang di udara. Sayatan itu bukan hanya memotong daging, tetapi juga memotong ruang dan waktu di sekitar titik tebasan.

The Great Griffon menjerit untuk terakhir kalinya. Sayapnya terpotong, dan tubuhnya yang agung jatuh menghantam tanah dengan suara yang memekakkan telinga. Ia terkapar tak bergerak di padang rumput, Mana Astralnya meredup.

Racel mendarat dengan tidak sempurna di samping bangkai Griffon, pedangnya kembali ke ukuran normal. Dia terengah-engah, Mana-nya benar-benar habis.

Huracan terhuyung-huyung mendekat. Aura merahnya perlahan memudar, tanduknya menghilang, dan lengan besarnya kembali normal, menyisakan Merbrit yang menangis dengan pakaian compang-camping dan tubuh yang gemetar.

Racel Astrea, meskipun tubuhnya sakit di setiap persendian dan Mana-nya habis, memaksa dirinya untuk bergerak. Dia berjalan tertatih-tatih kembali ke tempat Erin Von Elemendorf berdiri, yang kini menatap pemandangan itu dengan mata yang dipenuhi kesedihan dan teror.

Racel membantu istrinya berdiri. Erin bersandar pada Racel, Mana Alamnya sedikit menyembuhkan luka luar suaminya. Mereka berdua memandang pemandangan di depan mereka—kemenangan yang diraih dengan darah dan pengorbanan.

Di antara pohon-pohon, di mana Mia menghembuskan napas terakhirnya, Merbrit sedang berlutut.

Dengan tangan yang kini kembali normal, tetapi masih gemetar, Merbrit telah mengumpulkan Mana yang tersisa—Mana yang sangat berbeda dari kekuatan Huracan yang baru bangkit—untuk menciptakan api yang bersih dan terkontrol.

Merbrit sedang membakar jasad Mia. Itu adalah ritual kuno bagi para penjaga yang gugur, memastikan jiwa mereka terlepas sepenuhnya dari dunia yang kejam.

Wajah Merbrit, yang biasanya dingin dan formal, kini dipenuhi rasa sakit yang mendalam. Dia menahan tangisnya. Dia telah melihat Mia mati di depannya, demi menyelamatkan dirinya.

Merbrit menatap api yang melahap jasad rekan seperjuangannya. Dia berusaha keras untuk tetap kuat, tetapi air mata yang keluar tidak bisa berbohong. Air mata mengalir deras di pipinya, membasahi debu dan darah.

Dengan suara yang bergetar, Merbrit mengucapkan kata-kata perpisahan terakhir.

"Pengabdianmu selesai. Mia,"

ucap Merbrit, suaranya tercekat.

"Kau telah melindungi Duchess. Kau telah melindungi Yang Mulia Putri Lyra. Dan kau... telah melindungiku. Istirahatlah dengan damai."

Melihat asap dari terbakarnya jasad Mia membumbung tinggi ke langit, Merbrit yang keras itu akhirnya terisak. Itu bukan lagi isakan Huracan yang liar, tetapi duka yang mendalam dari seorang penjaga yang kehilangan segalanya.

Dia mengepalkan tangannya begitu erat hingga telapak tangannya berdarah karena tekanan kukunya yang tajam. Rasa sakit fisik itu tidak berarti apa-apa dibandingkan rasa sakit di hatinya.

Saat Mana terakhir Mia terurai dari jasadnya, naik bersama asap, dan akhirnya menghilang dari pandangan...

Tangisan Merbrit pecah.

Dia tidak lagi menahan diri. Dia menangis tersedu-sedu, membiarkan kesedihan, kemarahan, dan rasa bersalah membanjiri dirinya. Racel, yang menyaksikan kesetiaan dan penderitaan Merbrit, hanya bisa menundukkan kepalanya, memberikan penghormatan terakhirnya kepada Mia, penjaga setia yang telah gugur.

Mereka telah mencapai kemenangan yang mahal, dan kini mereka harus melanjutkan perjalanan mereka menuju Rosania, membawa duka ini sebagai beban baru.

1
Anonymous
ceritanya wahhh, sih. cuma kayaknya penulisan nya bisa lebih emosional lagi
Anonymous
gila plot twist nya
Moge
episode 4 udah mulai seru jir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!