NovelToon NovelToon
Transmigrasi Menjadi Gundik

Transmigrasi Menjadi Gundik

Status: sedang berlangsung
Genre:Era Kolonial / Time Travel / Fantasi Wanita
Popularitas:9.9k
Nilai: 5
Nama Author: indah yuni rahayu

Kembali hidup setelah dirinya mati terbunuh. Itulah yang dialami gadis jenius bisnis bernama Galuh Permatasari. Ia bertransmigrasi ke era kolonial menjadi seorang gundik dari menheer tua bernama Edwin De Groot. Di era ini Galuh bertubuh gendut dan perangainya buruk jauh dari Galuh yang asli.

Galuh memahami keadaan sekitarnya yang jauh dari kata baik, orang - orang miskin dan banyak anak kelaparan. Untuk itu ia bertekad dengan jiwa bisnisnya yang membludak untuk mengentaskan mereka dari keterpurukan. Memanfaatkan statusnya yang sebagai Gundik.

Disaat karirnya berkembang, datanglah pemuda tampan yang tidak lain adalah anak dari menheer tua bernama Edward De Groot. Kedatangannya yang sekedar berkunjung dan pada akhirnya jatuh cinta dengan gundik sang ayah.

Lantas, bagaimana kisah kelanjutannya ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hendrik Van Der Meer

Setelah Van Der Meer lengser dari jabatan sebagai pengawas perkebunan kopi, Edwin De Groot diangkat menjadi mandor baru. Namun, perubahan ini tidak serta-merta mengubah struktur kekuasaan yang sudah terlanjur mendarah daging di perkebunan kopi.

Ada pekerja yang masih setia kepada Van Der Meer dan merasa tidak puas dengan kepemimpinan Edwin yang dianggap terlalu lunak. Mereka merasa bahwa Edwin tidak akan mampu menjalankan perkebunan kopi dengan baik dan khawatir bahwa produksi kopi akan menurun.

Sementara itu, Hendrik, anak Van Der Meer, semakin meningkatkan tekanan terhadap Edwin. Dia berusaha untuk mempengaruhi pekerja agar memberontak dan menentang Edwin sebagai mandor.

Suasana di perkebunan kopi menjadi semakin tegang, dengan ketegangan antara pendukung Van Der Meer dan pendukung Edwin semakin meningkat. Edwin harus berhadapan dengan tantangan besar untuk membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang mampu membawa perubahan positif di perkebunan kopi.

Hendrik Van Der Meer menemui salah satu pekerja.

"Kamu tidak perlu repot-repot bekerja keras, yang penting kamu tahu siapa yang berkuasa di sini," kata Hendrik dengan nada sinis.

"Tapi, Tuan Hendrik, kami hanya ingin bekerja dengan adil dan mendapatkan upah yang layak," jawab pekerja tersebut dengan takut-takut.

"Adil ? Layak ? Kamu tidak tahu apa-apa tentang keadilan dan kelayakan. Ayahku sudah memberikan kamu tempat tinggal dan makanan, itu sudah cukup bagi kamu," Hendrik membentak.

Pekerja tersebut menunduk, takut untuk membantah Hendrik. "Ya, Tuan Hendrik."

.

.

Nyai Galuh berjalan-jalan di sekitar perkebunan kopi pada sore hari, menikmati suasana alam yang tenang dan damai. Saat itu, dia melihat tanaman gulma eceng gondok tumbuh di sekitar sungai yang mengalir di perkebunan.

Nyai Galuh memiliki ide untuk memanfaatkan enceng gondok yang sebelumnya dianggap sebagai gulma menjadi sumber daya yang bernilai. Dia berencana untuk mengembangkan teknologi atau produk yang dapat dihasilkan dari eceng gondok, seperti kerajinan tangan. Dengan demikian, rakyat pribumi bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari sumber daya yang sebelumnya tidak termanfaatkan. Ini bisa menjadi langkah penting dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal.

Nyai Galuh menghampiri pekerja yang hendak pulang. "Pak Karto, saya lihat gulma di sungai yang mengaliri sawah dan perkebunan sudah sangat parah. Kita harus segera membersihkannya sebelum mengganggu aliran air."

"Iya, Nyai. Saya sudah perhatikan juga. Gulma itu memang sangat mengganggu. Tapi mungkin kita perlu bantuan lebih banyak orang untuk membersihkannya."

"Baik, saya akan meminta tuan Edwin untuk membantu mengorganisir pekerjaan itu. Bagaimana kalau besok pagi kita mulai membersihkan gulma itu?"

"Baik, Nyai. Saya akan menyebarkan kabar ini kepada pekerja lain. Terima kasih, Nyai."

"Tidak perlu berterima kasih, Pak Karto. Ini untuk kebaikan kita semua."

Ketika sampai di rumah, Nyai Galuh mendatangi Edwin dengan senyum ramah. "Tuan Edwin, saya ingin membicarakan tentang sungai yang mengaliri sawah dan perkebunan. Gulma eceng gondok yang tumbuh di sana tidak hanya mengganggu aliran air, tetapi saya percaya bisa menjadi peluang bagi kita."

Edwin menanggapi dengan penasaran, "Peluang apa yang Nyai maksud?"

Nyai Galuh menjelaskan, "Saya ingin membersihkan sungai dari gulma itu, tapi bukan hanya membersihkan. Saya ingin kita bisa memanfaatkan eceng gondok tersebut untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Mungkin kita bisa membuat kerajinan tangan atau produk lain yang bernilai."

Tiba-tiba Edward, yang berada di dekatnya, ikut menimpali, "Saya setuju dengan usul Nyai. Eceng gondok juga bisa diolah menjadi pupuk organik."

Nyai Galuh tersenyum, "Wah, itu ide yang sangat bagus, Tuan Edward. Dengan kerja sama kita semua, saya yakin kita bisa membuat sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat."

Edwin terlihat termenung memikirkan rencana nyai Galuh yang berpotensi membahayakan dirinya sendiri. Dia khawatir tentang reaksi Hendrik yang tidak akan tinggal diam jika rencana Nyai Galuh untuk memberdayakan masyarakat lokal terus berlanjut. Edwin tahu bahwa Hendrik memiliki pengaruh besar dan tidak segan-segan menggunakan kekuasaannya untuk menghancurkan siapa saja yang dianggap mengancam kepentingan keluarganya.

Edwin menyampaikan kekhawatirannya. "Nyai, aku tahu kamu memiliki niat baik untuk masyarakat, tapi kita harus berhati-hati dengan Hendrik."

"Hendrik ? Siapa dia ?" tanya nyai Galuh. Edward pun ikut menyimak.

"Anak sulung dari Van Der Meer. Dia tidak akan segan-segan menggunakan segala cara untuk menjatuhkan kita," kata Edwin dengan nada khawatir.

Nyai Galuh tersenyum tenang. "Saya tahu, Tuan Edwin. Tapi kita tidak bisa mundur sekarang. Kita harus terus maju dan mencari solusi untuk masalah yang kita hadapi." Bagaimana?"

"Sesuatu yang belum kita coba bisa jadi kunci kesuksesan kita." imbuh Edward.

Nyai Galuh tersenyum, mata berkilau dengan ide-ide baru. "Tuan Edward, mari kita coba menggunakan eceng gondok sebagai pupuk alami. Siapa tahu ini bisa menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kopi kita."

Edward mengangguk, termotivasi oleh semangat Nyai Galuh.

"Aku akan langsung mengaturnya, Nyai. Aku percaya ini bisa berhasil, tapi aku tidak bisa ikut ke lokasi biarkan Edward yang akan menemani mu." ujar Edwin. Edward yang diberi kesempatan pun teramat senang bisa bersama dengan nyai Galuh.

Keesokan paginya.

Sejumlah pekerja sudah siap dengan berbagai alat untuk membersihkan sungai dari enceng gondok. Mereka semua memakai topi jerami. Edward dan Nyai Galuh memimpin rombongan pekerja tersebut, memberikan instruksi dan semangat kepada mereka.

"Baiklah, mari kita mulai! Kita akan membersihkan sungai ini dari hulu hingga hilir. Jangan lupa untuk memisahkan eceng gondok yang masih bisa digunakan untuk kerajinan tangan," kata Nyai Galuh dengan suara lantang.

Pekerja-pekerja itu mengangguk dan mulai bekerja dengan giat. Suara percikan air dan gergaji terdengar di sepanjang sungai, sementara Nyai Galuh dan Edward mengawasi dan membantu jika diperlukan.

Hendrik yang memperhatikan dari jauh, wajahnya semakin murung melihat kegiatan ini.

Hendrik Van Der Meer menjadi sosok yang sombong dan arogan, merasa bahwa status sosial dan nama keluarganya memberinya kekuasaan dan hak untuk membalas dendam terhadap Nyai Galuh.

Dengan latar belakang ayahnya yang dipenjara karena tindakan represif terhadap masyarakat lokal, Hendrik memiliki dendam pribadi terhadap Nyai Galuh dan masyarakat lokal yang mereka anggap sebagai penyebab penderitaan ayahnya.

Hendrik berjalan dengan langkah tegap dan wajah marah, menghampiri Nyai Galuh dan Edward yang sedang mengawasi pekerjaan membersihkan sungai. "Apa yang kalian lakukan ini?" dia menuntut, suaranya keras dan penuh kemarahan.

Nyai Galuh menatap Hendrik dengan tenang. "Kami sedang membersihkan sungai ini dari eceng gondok, Tuan. Ini untuk kebaikan masyarakat dan lingkungan sekitar," jawabnya dengan nada yang sama sekali tidak gentar.

"Kalian tidak berhak melakukan ini! Ini adalah properti keluarga Van Der Meer, dan kalian tidak bisa seenaknya mengambil alih dan melakukan apa yang kalian inginkan di sini," Hendrik membentak, wajahnya merah padam.

Dari ucapan pria yang sebaya usianya dengan Edward ini, Nyai Galuh dan Edward tahu jika yang mereka hadapi itu adalah Hendrik Van Der Meer.

Edward maju sedikit, siap melindungi Nyai Galuh jika perlu. "Kami sudah mendapatkan izin dari residen, Tuan Hendrik. Ini adalah untuk kepentingan bersama," katanya dengan suara tegas.

Hendrik tertawa sinis. "Izin dari residen ? Ha! Itu tidak berarti apa-apa bagiku. Aku akan pastikan kalian menyesali ini,"

1
Yusni
akhitnya ditangkap jg si semir hahHhhhaaaaa
Yusni
uda ngk sabar ne liat aksi galuh .. secara galuh dr dunia modern
Kam1la: oke, kakak mau imajinasi aksi nyai Galuh yang bagaimana ini ?
total 1 replies
Kam1la
iya. sabar ya Kak....
Yusni
lama bgt ne gebrakan nyai galuh.secara nyai kanndr dunua modern
Yusni
keren nyai
Yusni
mengerikan jmn belanda dulu ...semoga galuh bisa membantu kaum pribumj
Yusni
kapok edwin...hhhrhrhf
Yusni
menunggu aksi galuh yg bikin org melonggo..buat galuh jg nelayani sii edwin thor
Yusni
mgk galuh akan bukin kejutan lainnya
Kam1la
terima kasih, tolong dukungan nya...😍
Yusni
jg smpe ngk tamat thor..asliiii ceritanya kerennnnnnn
Yusni
tambah apik ceritanya
Yusni
suka cerita seperi ini....semangat thor
Yusni
keren ceitanya tpi kok sepi yg baca ...
Yusni
mampir baca semoga semakin menarik
Kam1la
selamat datang reader, semoga terhibur dengan cerita tentang nyai Galuh. sekian lama up, belum ada komentar nih dari kalian. Yuk, dukung terus author tercinta ini dengan memberi like, subscriber, hadiah dan yang paling ditunggu komentar kalian.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!