NovelToon NovelToon
Isekai To Zombie Game?!

Isekai To Zombie Game?!

Status: sedang berlangsung
Genre:Zombie / Fantasi Isekai / Game / Misteri
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Jaehan

Mirai adalah ID game Rea yang seorang budak korporat perusahaan. Di tengah stress akan pekerjaan, bermain game merupakan hiburan termurah. Semua game ia jajal, dan menyukai jenis MMORPG. Khayalannya adalah bisa isekai ke dunia game yang fantastis. Tapi sayangnya, dari sekian deret game menakjubkan di ponselnya, ia justru terpanggil ke game yang jauh dari harapannya.
Jatuh dalam dunia yang runtuh, kacau dan penuh zombie. Apocalypse. Game misterius yang menuntun bertemu cinta, pengkhianatan dan menjadi saksi atas hilangnya naruni manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaehan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Konspirasi

Part 34

Karena letak kamar mandi yang berfungsi ada di lantai atas, Ren menaiki tangga meninggalkan anggotanya yang masih cengengesan atas tingkah Yuna. Sampai dalam ruang serba guna, Ren melewati pintu kamar Yuna untuk ke kamar mandi. Terdengar suara ribut dari dalam sana disusul desahan wanita. Ren terhenyak mengenali suara itu.

"Ah! Yu-Yuna, hentikan! Jangan diremas!"

"Aku masih kesal! Gara-gara dada montok ini aku harus merendahkan harga diriku di depan para pria sialan itu! Maaf! Dadaku memang kecil! Tapi mau bagaimana lagi! Ini semua karena dadamu yang terlalu besar!"

"Auuh! Sudah cu-cukup, Yu-Yuna!"Suara desahan penolakan dan geraman kesal bercampur baur.

Ren sampai menggelengkan kepala. Cara wanita bercanda benar-benar mengerikan. Coba saja kalau pria yang bercanda seperti itu, bukannya tertawa, yang ada malah baku hantam. Segera saja dipercepat langkahnya sebelum isi kepalanya membayangkan hal yang tidak-tidak.Namun ia sempat berhenti karena ragu akan sesuatu. Apa Yuna beneran banci? Gue perlu nyelametin Mirai gak nih? Ren mengacak rambutnya lantas masuk ke kamar mandi karena bingung sendiri. Kalo Mirai merasa dalam bahaya, dia pasti teriak minta tolong.

Setelah lima menit bergulat di kasur, akhirnya Mirai berhasil melepaskan diri dari pelampiasan kekesalan Yuna. Di luar pintu kamar ia terengah lelah menuju kamar mandi sambil bersungut sendiri. "Dasar cewek gila!" Saking kesalnya dibuka pintu kamar mandi tanpa mengetuk, memastikannya kosong. Alhasil ketika pintu menganga lebar, tubuhnya malah membeku menyaksikan pemandangan yang luar biasa mengguncang kesadaran.

Suara pintu terbuka mengejutkan Ren yang sedang membilas sampo di kepala. Cepat-cepat ditutup kran air agar kucurannya berhenti, lantas menoleh ke arah pintu. Pemuda itu tercekat melihat sosok Mirai di ambang pintu terbuka. Terpaku menatap dirinya tanpa sehelai pakaian. Sontak Ren menarik handuk secepat kilat demi menutup area pribadi. "Lo ngapaiiiiin njiiir?!"

Mirai tersadar. "Eeeh! Ma-maaf, Reeen!" pekiknya panik sambil membanting pintu.

Beberapa menit berlalu, Ren keluar dari kamar mandi, mengenakan celana training dan kaos hitam longgar tanpa lengan. Seketika pipinya memerah menemukan Mirai yang sedang berdiri risau seolah menunggunya di depan pintu kamar Yuna. Kedua tangannya saling terkait dan meremas dan wajahnya merah padam menyambutnya. Kalimat permintaan maaf pun menyembur panik berkali-kali. "Iya gapapa. Salah gue yang lupa pasang kunci slot. Lo mo mandi?" Mirai mengangguk canggung. "Oke, silakan," ujarnya sok cool. Padahal dalam hati ingin sekali mencari sumur dan menyembunyikan dirinya di dalam sana.

"Re-Ren!"

"Eh, y-ya?"

Mirai sedikit tidak enak mengutarakan maksudnya, tapi tetap melanjutkan. "Yuna bilang,besok lo mo nyariin gue baju."

"Iya, nyari ke luar shelter. Ada sih baju di pasar. Tapi pilihannya sedikit trus lumayan alot barternya. Kenapa?" Ren menarik kesimpulan lain. "Lo mo ikut? Mo nyari cowok lo?"

Mirai terkesiap. "Boleh?"

"Boleh aja sih. Tapi badan lo gimana? Gak kecapean?"

Mirai menggeleng cepat. "Udah mendingan,kok."

"Oke, kalo mau lo begitu." Dilarang pun percuma. "Malam ini lo istirahat aja yang cukup. Besok pagi kita ke kantor catatan sipil dulu buat laporan."

Tersenyum gembira, Mirai bersyukur Ren mau memahaminya. "Thanks, ya. Sorry kalo kesannya gue egois."

"It’s oke. Banyak yang gitu di sini. Bukan pengalaman pertama. Jadi gak usah sungkan," jawabnya kemudian pamit turun.

Mirai hanya mengangguk, tersenyum lega menatap punggung itu semakin tenggelam di anak tangga. Gak tau jadinya gimana kalo bukan Ren yang jadi leadernya. Pasti udah ditolak mentah-mentah.

Di bawah, Ren menuju dapur, membuka kulkas, mengambil sekaleng minuman soda yang tidak begitu dingin. Lalu berdiri di ambang ruang tamu dan dapur. Tatapannya menyebar. Semua anggota yang ada masih asik berbincang santai. Canda tawa terdengar renyah, suasana terasa lebih rileks setelah hari-hari berat yang panjang. Ren meremas sebelah pundaknya sendiri, merasakan nyeri yang merambat hingga kepala. Namun diabaikan rasa tidak enak ditubuhnya itu. Didekati Sky, menepuk pundaknya. "Ada yang mau gue bahas buat misi besok. Kita ke teras bentar," ucapnya santai, seolah hanya ingin berdiskusi soal urusan biasa.

Sky tak mencurigai apa pun, begitu juga anggota lain. Tak ada yang merasa perlu ikut menyimak atau bertanya, karena percakapan tentang strategi misi adalah hal lumrah yang sering mereka lakukan berdua.

Mereka keluar dan berdiri di teras sambil menatap area sekitar yang masih ramai. Di luar, udara malam cukup lembap, aroma rumput dan sisa bensin yang tercecer di jalan tercampur jadi satu. Langit bertabur bintang, dan dari kejauhan terdengar samar suara las serta dentuman palu dari area konstruksi.

Sky menyandarkan punggungnya pada tiang teras. Menunggu Ren bicara, tapi ekspresi leader-nya tampak terlalu serius untuk sekadar membahas taktik biasa. "Soal Mirai yang pernah gue tuduh mata-mata?" tebaknya membuka percakapan.

Ren tercekat karena bukan itu yang mau dibahas. “Eh, emang dia ya? Gue lupa sih kasusnya.”

“Iya, dia. Pas si Dragon lagi farming di akun farm-nya tapi dibokong musuh. Soalnya yang gue inget Mirai salah satu anggota yang lagi online lama banget tapi gak ngapa-ngapain.”

Penjelasan itu membangkitkan ingatan Ren. “Oh, iya. Waktu itu gue sampai nurunin jabatan semua anggota ke R1. Tapi gak ada serangan lagi. Abis gue balikin jabatan semuanya, lo nyuruh gue nurunin dia lagi ke R1 buat ngetes. Gara-gara kasian lo minta jabatan R3-nya dibalikin.”

“Iya, abisnya waktu itu gue bingung, kok musuh bisa tau kalo Dragon lagi farming resource sampe bisa ke bokong anak dari Clan Gold God.”

“Abis itu baru ketahuan kan kalo si Dragon farming-nya di base pas abis gue tanyain. Ya pantesan! Gue dah bilang ke anak-anak kalo mau farming jangan di base. Cari lokasi yang jauh. Udah tau base clan kita dipantau terus.”

“Yah, sapa yang tau kalo ternyata dia itu cuma cewek pendiem. Kira-kira dia ngeh gak ya kasus itu?”

“Entahlah. Tergantung dia suka baca chat clan apa enggak. Ya kalo dia ngeh, lo tinggal minta maaf. Orangnya gak neko-neko kayak cewek lo.”

“Ah, sialan lo. Dah lah skip. Sebenernya kita mo bahas apaan?”

Ren menyelipkan tangannya ke dalam saku celana training, lalu mengeluarkan sebuah benda kecil yang tampak berkilau dalam temaram lampu. Sebuah lencana merah, diserahkan ke tangan Sky.

“Punya siapa? Gue baru liat yang kaya gini.”

“Punya Mirai.”

Sky membaca nama dan membaliknya melihat nomor. Dahinya berkerut tipis karena tidak ingat perihal Erica. “Emang job Erica apaan deh? Gue gak sempet baca biografinya.”

“Dokter.”

Kedua mata Sky membesar. “Eh? Beneran dokter? Gue kirain si buncit ngelawak. Wah lumayan lengkap nih koleksi job clan kita.”

Ren tidak menyahut. Sorot matanya masih tampak jauh tak tersentuh. Jelas sekali ada pikiran berat di dalamnya. Iris hitamnya turun kererumputan liar di sisi teras yang bergoyang pelan tertiup angin. “Aneh,” bisiknya rendah.

Mata Sky menyipit, menyadari perubahan itu. “Apanya?”

“Gak tau. Feeling gue gak enak. Dari semua orang yang ada, dari yang masih hidup sampe yang udah mati yang pernah kita temuin, gue baru liat lencana kek gini. Apalagi nomornya lebih pendek dari kita. Cuma dua digit. Sampai sekarang aja kita masih belum paham apa arti nomor di belakang lencana.”

Sky ikut menatap lencana itu lama, lalu memutarnya perlahan di tangan. Angin kembali berdesir, membawa suara lolongan samar dari kejauhan, namun lekas tertutup suara tawa para tetangga yang bercengkerama di teras masing-masing. “Bener sih. Ya, mungkin karena baru dia yang punya. Yang lainnya masih tersesat di luar. Gak menutup kemungkinan juga ke depannya kita bakalan ketemu sama orang yang punya lencana yang sama kaya gini. Erica yang lain.”

Napas Ren terhela panjang. “Ya, mudah-mudahan gitu. Soalnya di narasi game, Erica itu dokter bedah yang punya rekam jejak sebagai dokter combat. Udah ada Hero Daniella yang jadi dokter. Kenapa keluar lagi hero job dokter. Tapi spesialisasinya beda,” ungkapnya yang berlanjut menceritakan secara singkat soal Vincent yang sedang dicari Mirai.

Sky menarik napas dalam. “Secara job, skill Mirai bakal dibutuhin banget di rumah sakit. Kalo dia sampe gabung ke sana, kita bakalan susah keluar dari shelter. Mirai pasti ditekan buat pindah dari Nazarick ke clan yang masih bertahan shelter ini. Tapi kita gak bisa ngelepas aset berharga di clan sendiri. Apa job-nya disembunyiin aja sampe kita nemu shelter sendiri?”

“Itu dia yang lagi gue pikirin. Besok dia harus ke kantor pencatatan sipil. Lencananya pasti ditanyain. Kita gak bisa minjem lencana anggota lain karena ada nomor lencana kan. Tiap lencana walaupun heronya sama tapi pasti nomornya beda.”

Sejenak Sky berpikir. “Coba bilang aja lencananya hilang gara-gara jatuh ke sungai. Sementara lo simpen dulu lencana Mirai ini.”

“Gue mikirnya juga gitu."

"Soal job-nya, bilang aja dia koki. Jadi gak perlu jadi tenaga sukarela di berbagai bidang kalo ngaku job lain. Soalnya di sini gak ada yang namanya dapur umum. Semua kebutuhan makan jadi urusan clan masing-masing. Dan soal Vincent, itu masih abu-abu, gue gak mau banyak teori dulu sebelum ketemu orangnya. Itu pun kalo dia masih idup.”

Sejenak keduanya diam merenungi percakapan barusan. Hanya serangga malam yang masih bernyanyi, dan embusan napas pelan Ren terhela berat. “Okelah. Gitu aja dulu. Gue juga gak mau pusing banget,”tutupnya sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!