Kiara dan Axel berteman sejak kecil, tinggal bersebelahan dan tak terpisahkan hingga masa SMP. Diam-diam, Kiara menyimpan rasa pada Axel, sampai suatu hari Axel tiba-tiba pindah sekolah ke luar negeri. Tanpa memberitahu Kiara, keduanya tak saling berhubungan sejak itu. Beberapa tahun berlalu, dan Axel kembali. Tapi anak laki-laki yang dulu ceria kini berubah menjadi sosok dingin dan misterius. Bisakah Kiara mengembalikan kehangatan yang pernah mereka miliki, ataukah cinta pertama hanya tinggal kenangan?
*
*
*
Yuk, ikuti kisah mereka berdua. Selain kisah cinta pertama yang manis dan menarik, disini kita juga akan mengikuti cerita Axel yang penuh misteri. Apa yang membuatnya pindah dan kembali secara tiba-tiba. Kenapa ia memutus hubungan dengan Kiara?.
MOHON DUKUNGANNYA TEMAN-TEMAN, JANGAN LUPA LIKE, DAN KOMEN.
Untuk menyemangati Author menulis.❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Story Yuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Di lorong sekolah, setelah pertandingan basket. Kiara sengaja berdiri di sudut dinding menunggu seseorang, dengan make up mencoloknya, gadis itu berpenampilan tak biasa.
Ia sengaja ingin tampil mencolok, bahkan menggunakan toa untuk bersorak memberi semangat, pun agar langsung di notice oleh pria idamannya.
Rombongan tim basket berjalan beriringan di lorong itu, dengan segala canda dan tawa bersama karena berhasil mencetak kemenangan hari ini.
Mata Dika langsung tertuju pada gadis yang tampak gonjreng menyilaukan pandangannya, ia langsung berlari menghampirinya.
“Ara!” panggilnya.
Kiara sontak menoleh, alih-alih menatap Dika, bola matanya langsung tertuju pada sosok Axel.
“Ara…” panggil Dika lagi.
“Hah?! Iya,” jawab Kiara, akhirnya menatap Dika.
Dika menelusuri dari ujung rambut hingga ujung kaki gadis itu, bibirnya mengembang tersenyum. “Apa tema pakaianmu hari ini?”
Kiara mengangkat alisnya. “Tema?” tanyanya bingung, ia menunduk mengamati penampilannya yang memang terlihat aneh. “Ini… aku sengaja ingin terlihat mencolok.”
Dika geleng-geleng, tapi masih sambil tersenyum, ia membuka mulutnya hendak bicara, tapi Kiara buru-buru beralih memanggil pria lain.
“Axel!” seru gadis itu, ia langsung berlari kecil mengekori langkah cepat Axel.
Dika menoleh, pandangannya mengikuti langkah Kiara. Gadis itu tampak tersenyum lebar, banyak bicara kepada pria yang hanya menanggapinya dengan wajah datar. Dika menelan ludah pahitnya, ia terdiam di sudut lorong kala itu. Matanya masih menatap lurus ke arah Kiara, yang masih terus berjalan sejajar dengan pria tampan di sampingnya.
“Dia tidak melihatku? Keberadaanku seolah hanya angin lewat baginya,” gumamnya pelan, dadanya mendadak terasa sesak. Ia meremas sebotol mineral yang berada di genggamannya, ada yang terasa sakit namun tak terlihat, seolah batu besar baru saja menghantam dirinya.
Sesaat ia tersadar, sejauh apapun ia mengejar, yang terlihat di mata Kiara hanya Axel seorang. Yang lain terlihat transparan.
****
Sementara itu, hampir tiba di kelasnya. Kiara masih nyerocos memuji penampilan Axel hari ini.
“Kamu hebat banget, emang nggak diragukan lagi serigala red thunder,” ucapnya langsung dihadapan Axel.
Axel yang tadinya melangkah cepat tiba-tiba berhenti, sehingga Kiara yang berjalan dengan menunduk menabraknya begitu saja.
Kiara terperanjat saat mendongak, sorot mata Axel mendadak menajam ke arahnya. “Why?” tanyanya pelan, ia kembali menunduk tak berani menatap balik pria itu.
“Dari mana kamu?” suaranya Axel serak namun masih terdengar jelas oleh Kiara.
Gadis itu mengangkat wajahnya. “Hah?”
“Kamu nggak ada saat babak pertama pertandingan,” tanya Axel, matanya menyipit curiga, berusaha menebak kemana perginya gadis itu tadi.
Kiara mengerjap cepat, seolah mencari-cari alasan untuk alibi. “Itu… sudah kubilang ada urusan.”
Axel menghela napas, wajahnya datar namun tatapannya cukup menusuk pada gadis itu. “Siapa yang bilang akan duduk paling depan untuk bersorak? Kamu bahkan melewatkan babak pertama,” protesnya pada Kiara.
Bola mata Kiara sontak membulat, alisnya terangkat tinggi seolah tak percaya dengan apa yang didengarnya. “Kamu nungguin aku? Kamu nyariin aku?” tanyanya pada Axel, wajahnya mendadak sok imut, matanya mengedip nakal.
Axel tertegun sejenak, matanya terpaku pada wajah gadis yang bertingkah lucu di hadapannya. Ia segera mengalihkan pandangan. “A-aku, hanya ingin memastikan kamu menepati janjimu,” ucapnya terbata, tubuhnya mendadak terasa panas tanpa sebab.
“Iya kah?” suara Kiara terdengar nakal, sengaja menggoda pria yang terlihat gugup di depannya.
Axel menegakkan bahunya, kini mengamati penampilan Kiara. “Ini, apa yang kamu kenakan? Make up mu, terlalu mencolok.”
Kiara mengangkat bahunya, ia berputar memamerkan outfit out of the box nya. “Bukankah ini lucu? Merah menyala, ini adalah kobaran api semangat untuk red thunder, bukankah kamu langsung notice aku tadi saat di tribun?”
Axel mengernyit. Ia nyaris kehabisan kata menanggapi gadis unik itu. “Lalu ini… kenapa mesti bawa toa?” ucapnya, menunjuk pada sesuatu yang mencuri perhatiannya sejak tadi.
Kiara mengangkat toa itu. “Ini? Bukankah kamu memintaku bersorak dengan lantang? aku pikir akan sangat bagus kalau aku berteriak dengan toa ini.”
Axel ternganga, lalu mendesah berat, seolah tak sanggup menghadapi Kiara yang selalu diluar nalar kreatifnya.
“Kamu…” Axel tak bisa berkata-kata.
****
Hari-hari pun berlalu tanpa disadari oleh Axel dan Kiara. Setiap pagi terasa lebih ringan saat tahu ada sosok yang akan ditemui di sekolah. Senyum kecil, tatapan singkat, atau percakapan sederhana di bangku kelas seakan jadi bagian penting dalam rutinitas mereka. Waktu berjalan begitu cepat, dan tanpa sadar, rasa nyaman tumbuh perlahan. Axel mulai terbiasa dengan suara tawa Kiara, sementara Kiara pun mendapati hatinya tenang setiap kali Axel ada di dekatnya. Hari-hari itu, yang tampak biasa, diam-diam menyimpan kehangatan yang semakin sulit mereka abaikan.
Namun, hari yang menyenangkan mendadak suram saat tiba-tiba seorang tamu tak diundang datang.
Di depan gerbang rumahnya, Axel berdiri dengan tegak, wajahnya menegang menatap seorang pria paruh baya baru saja turun dari sebuah sedan mewah. Tangannya mengepal di sisi tubuh, bibirnya mengatup rapat menahan sesuatu yang nyaris meledak.
“Ada perlu apa papa datang?” tanyanya, suaranya pelan tapi terdengar tajam.
“Beginikah caramu? Menyambut orang tuamu?” sahut sang pria paruh baya itu, tak lain adalah Adi. Ayah Axel.
Di tengah suasana yang menegang, dua pria beradu tatapan tajam. Kiara baru saja keluar dari gerbang rumahnya, ia langsung mendapati Axel yang tampak menatap nyalang ayahnya. Kiara mengernyit, ia sontak teringat akan kejadian wajah Axel yang memerah akibat sebuah tamparan. Ia buru-buru mendekat, berdiri di sisi Axel.
“Halo Om Adi?” sapanya tiba-tiba, ikut nimbrung sok akrab dengan ayah tetangganya.
Adi menggeser pandangannya, kini menatap Kiara. Entah mengapa tatapannya seolah tak menyukai kehadiran gadis itu. “Kamu… Kiara?” tanyanya.
Kiara mengangkat alisnya. “I-iya Om, ini Ara.”
“Benarkah? Kamu sudah tumbuh tinggi sekarang,” balas Adi, hanya basa-basi. Ia hendak melontarkan beberapa pertanyaan lagi. Tetapi, Axel sigap maju—berdiri di depan Kiara, ia tak membiarkan ayahnya merisak gadis polos itu.
Kiara mengangkat wajahnya, matanya membelalak melihat sikap gentle Axel. Dia… sengaja melakukan ini? Ingin melindungiku? Huaaa… teriaknya dalam hati, ia semakin jatuh cinta pada pemuda tampan itu.
“Kalau tidak ada hal penting, lebih baik papa pergi,” ucap Axel, suaranya terdengar bersungguh-sungguh.
Adi melotot, ia tak percaya anak semata wayangnya mengusirnya secara terang-terangan. “Axel… aku ayahmu, jaga sopan santunmu!” balas Adi dengan suara lantang.
“Pa!” teriak Axel, matanya memerah, tangannya masih mengepal namun tak kunjung ia hantam.
Kiara terlonjak, jantungnya nyaris copot mendengar suara lantang—diiringi dengan tangisan yang tak terlihat.
Kedua tangannya reflek menggenggam erat ujung seragam Axel, jari-jarinya sedikit gemetar. “Axel…” bisiknya pelan, berusaha menenangkan pria yang sudah di ambang batas kesabaran.
Axel menelan ludahnya, ia menunduk sebentar, menatap jari-jari Kiara yang gemetar dan menggenggam erat ujung bajunya. Ia kemudian menghela napas panjang.
Tak lama. Widia keluar dari rumah, setelah mendengar suara lantang pertengkaran. Matanya langsung melotot mendapati sang suami berdiri di depan rumahnya.
“Mas Adi?” ucapnya seolah tak percaya.
Semua orang menoleh, termasuk Axel. Ia segera mengusap wajahnya yang nyaris menangis, tak ingin sang mama melihatnya. Dengan cepat ia menggenggam tangan Kiara lalu membawanya pergi menjauhi Adi dan Widia.
...****************...
Bersambung...
Mohon Dukungannya Teman-teman Sekalian...
Jangan Lupa Like, Vote dan Coment! Untuk Menyemangati Penulis.
Salam Hangat Dari Author, 🥰🥰
yg tadinya seneng ketemu cinta pertama yg udah lama ga ketemu
pas ketemu sikapnya beda banget
hhh
🤣
ak pasti menunggunya thor
otakku baru bangun nih