NovelToon NovelToon
First Love

First Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:10.3k
Nilai: 5
Nama Author: Bulbin

Beberapa orang terkesan kejam, hanya karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kata-kata mengalir begitu saja tanpa mengenal perasaan, entah akan menjadi melati yang mewangi atau belati yang membuat luka abadi.

Akibat dari lidah yang tak bertulang itulah, kehidupan seorang gadis berubah. Setidaknya hanya di sekolah, di luar rumah, karena di hatinya, dia masih memiliki sosok untuk 'pulang' dan berkeluh kesah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulbin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32. Padma

Sekarang aku tahu, kenapa kamu nggak pernah mau setiap aku minta ketemu. Ternyata Padma adalah kamu, Nay. Kenapa nggak jujur dari awal? Kenapa kamu menghindar terus? Sesakit itukah perasaanmu karenaku?

Nayna, maafin semua kesalahanku. Aku mohon, beri aku kesempatan sekali lagi untuk mengobati luka hatimu. Aku nggak akan ulangi kesalahan yang sama. Tolong, Nay. Kamu udah tahu gimana kehidupanku selama ini. Lewat Padma, aku belajar arti memaafkan dan mengikhlaskan. Tolong ajari aku cara untuk berdamai dengan keadaan, seperti kamu, Padma.

Nayna melipat kertas itu dan kembali menyimpannya dalam kotak. Di dalamnya, terdapat sebuah diary dan beberapa foto candid seorang gadis. Nayna memejamkan mata, mencoba mengingat setiap momen yang dia lihat di gambar itu, namun sia-sia. Semua kabur dan lebur bagai debu tersapu angin lalu.

Dengan hati berdebar, Nayna mulai menyentuh diary berwarna hitam. Tak ada yang istimewa dengan sampulnya, tapi tidak dengan lembar pertama yang dia buka. Lagi-lagi, gambar dirinya ada di sana. Diambil dari depan, entah kapan. Di bawahnya, ada keterangan nama dan kalimat yang membuat Nayna terdiam.

'Meski aku tak dapat menyentuhmu, biarlah angin yang menyampaikan rasa ini padamu.'

Lembar demi lembar dibuka tanpa sepenuhnya membaca. Semakin matanya menatap barisan kata di sana, hatinya semakin tak menentu. Ternyata, Aksara yang lebih dulu tahu dirinya, saat dia masih kelas tiga SD dan diajak sang ayah ke rumah teman lamanya.

'Hai, Nak. Kenalin, ini Om Rahmat, teman sekolah Papamu sewaktu di Jogja. Kami sudah berteman lama, dia termasuk siswa yang cerdas. Nggak heran anaknya juga pintar haha, ... oh ya, ini putri Om, Nak. Namanya Nayna.'

Dari situ, aku mengenalmu, Nay. Anak perempuan yang ceria dan tak malu mengajakku bermain bersama. Bahkan, kamu pun nggak malu saat naik pohon jambu dan tertawa mengejekku yang hanya diam di bawah tanpa berani mendekat.

Marah? Tidak. Aku sama sekali tak marah, saat mendengar segala ejekanmu itu, Nay. Aku justru merasa senang, karena baru kali ini ada yang mau berteman denganku.

Nayna menutup diary yang belum selesai dibaca. Samar-samar, dia mengingat momen belasan tahun lalu sembari tersenyum kecil, membayangkan betapa ceria dirinya di masa itu.

Tiba-tiba, Nayna mendengar dering ponsel di atas meja. Dengan malas, dia meraih benda itu dan menekan tombol hijau tanpa memastikan siapa yang memanggilnya di waktu malam seperti ini.

"Nay, kamu udah baca semua? Maaf aku nggak berani kasih langsung, karena aku juga masih nggak percaya kalau Padma itu kamu."

Gadis itu refleks menjauhkan ponsel dari telinga dan terkejut melihat nomor tak dikenal yang terpampang di layar.

Dia? Dapet nomorku dari mana?

Suara Aksara masih terdengar, entah apa yang dia bicarakan. Dengan cepat, gadis itu memutus sambungan lalu memblokir nomor tersebut, tepat setelah panggilan berakhir.

*

Malam berlalu, pagi pun datang. Nayna bersiap ke sekolah dengan sang ayah yang sudah menunggu di beranda.

"Udah siap, Tuan putri? Lets go!"

Rahmat menunduk, tersenyum sumringah dengan pose bagai pria yang melamar kekasihnya. Bukan bunga yang dia beri, namun sebuah helm dengan sticker doraemon di bagian belakang. Nayna tertawa namun hanya beberapa saat, karena setelahnya, dia justru memeluk pria itu dan menangis sesenggukan.

Rahmat tak langsung bertanya, dia membalas pelukan itu dengan hangat. Mencoba menenangkan Nayna semampunya.

Siti yang baru keluar dari dapur, mematung menatap pemandangan di hadapannya.

"Ini malah kayak Teletubbies, bukannya berangkat, udah setengah tujuh lho. Ntar kena macet malah repot!"

Nayna cepat melepas pelukannya lalu merapikan baju seragam dan menghapus air mata di kedua pipi.

Siti mendekat, menyentuh pundak anaknya, lalu berkata lembut, "kamu kenapa, Nak? Pagi-pagi udah nangis sambil pelukan segala. Kenapa? Ada apa?"

Rahmat turut nimbrung, menanyakan hal yang sama.

Nayna menjawab dengan suara terbata-bata, tatapannya beralih dari Siti ke Rahmat bergantian.

"Terima kasih, Ayah, Ibu, atas kasih sayang kalian. Meskipun kenyataannya, kalian bukan ... "

"Ssstt, diem! Nggak usah diterusin. Kamu tetep anak Ayah dan Ibu. Udah, nggak usah drama, masih pagi. Berangkat sana! Keburu telat!" Siti sedikit mendorong tubuh Nayna lalu merebut singkong goreng di tangan suaminya. Dengan tatapan tajam, wanita itu terus saja mengomel.

Rahmat dan Nayna lari kocar-kacir, cepat memasang helm dan melaju setelah mengucap salam. Sepanjang jalan, keduanya tertawa sembari terus berbagi cerita. Meski Rahmat hanya menjawab...

"Hah? Apa? Kamu ngomong apa, Nak?"

Nayna memeluk pinggang sang ayah dan mencubit gemas perut buncitnya.

Hingga akhirnya, mereka sampai di depan gerbang. Nayna berpamitan, mencium punggung tangan ayahnya lalu melangkah masuk gerbang.

Lagi, lagi, gadis yang tempo hari mendekati Rahmat, kembali datang. Senyumnya seakan penuh godaan, lirikan maut dia lemparkan pada pria dengan perut buncit dan rambut sedikit botak.

"Om Rahmat? Masih inget saya kan?"

Gadis itu mengerling manja. Seragam putih abu-abu yang melekat di tubuhnya tak membuat dia kehilangan akal untuk terus merayu ayah temannya itu.

"Oh, Vita ya? Nggak mungkin Om lupa sama gadis secantik kamu dong," balas Rahmat dengan senyum menawan. Namun dia cepat menarik tangan kanannya, saat Vita mulai melakukan kontak fisik di tengah keramaian.

Vita menatap jengkel dan mengerucutkan bibirnya. Tak peduli akan lalu lalang orang yang mulai menatap mereka berdua.

"Jangan di sini, banyak orang. Kamu juga harus sekolah, keburu masuk lho." Rahmat setengah mengusir Vita untuk cepat berlalu. Namun gadis itu justru membuka ponsel dan mengetik sesuatu di sana, lalu memperlihatkan pada Rahmat yang masih saja menunggu di tempat.

Pria itu mengangguk, lalu tersenyum dan berlalu pergi. Sementara Vita, mengukir garis halus di bibirnya sembari bergumam, "Selagi yang satu pergi, masih ada dia. Meski buncit dan botak, tapi keliatannya berduit juga. Mana gampang banget dipancing, dasar laki-laki mata keranjang!"

Di sisi lain, Nayna tengah duduk menyendiri di perpustakaan. Menghindar dari Aksara dan juga Sandy, dua orang yang terus mendekat tanpa kenal lelah.

"Nay, aku boleh jadi pacarmu nggak? Atau kalau nggak boleh, jadi temen juga nggak papa. Atau jadi Kakak? Nggak masalah, yang penting sama kamu. Mau ya, Nay?" ucap Sandy di panggilan terakhir sebelum akhirnya, nomor itu diblokir oleh Nayna.

"Nay, tolong beri aku kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki semuanya. Aku sayang kamu, Nay. Dulu, sekarang dan selamanya." Suara Aksara masih terngiang di telinga dan akhirnya, nomor itu berakhir sama, diblokir dengan rasa kesal di dada.

"Nayna? Ngapain jam segini udah nongkrong di mari? Buruan ke kelas sana, bentar lagi bel masuk lho."

Nayna mengangguk dan menutup buku di meja lalu kembali menyimpannya di rak.

Dia bergegas keluar ruang ber-AC itu, bertepatan dengan dering bel masuk yang menggema di koridor sekolah. Nayna melangkah cepat saat teringat jam pertama adalah Mr. Jhon dengan tugas yang baru dia selesaikan semalam.

Bruk!

"Oh, maaf, maaf, nggak sengaja." Nayna meraih sebuah buku yang terjatuh di lantai, lalu menyerahkan pada orang yang tak sengaja dia tabrak di persimpangan.

"Nggak papa, santai aja. Hm, lo anak kelas XI ya?"

Nayna hanya mengangguk, lalu tertegun saat lawan bicaranya mengulurkan tangan dengan senyum mengembang.

"Kenalin, Baskara. Kelas XII AK-2. Lho yang waktu itu di gerbang kan? Sorry, waktu itu gue buru-buru. Haha, sekarang kita impas dong."

Nayna hanya tersenyum kecil tanpa membalas uluran tangan laki-laki di hadapannya.

***

1
Septi Utami
pengumuman kepada pak Rahmat : keperluan wanita itu banyak, salah satunya berfoto di setiap titik yang dikira bagus dalam satu tempat, jadi pakaian banyak bisa buat ganti pas ngambil beberapa foto🤣
TokoFebri
Nayna sampe bicaraa gitu berarti saking astaghfirullah nya tuh orang.
Adifa
padma nama Kesayangan 🤩
Adifa
bukan Sahroni 😂
Iqueena
Etssss, ada tiga nihh🤣
Iqueena
Lah si Vita pengincar om2 ternyata
Iqueena
hahah, sabar dulu toh bu🤣
Iqueena
Oh ternyata memang temenan si om Rahmat ini sama bapaknya Aksara
CumaHalu
rasanya pengen ngejitak pala nih orang, enteng bener kalo ngomong.
Septi Utami
maksudnya menganggap seperti buah hati sendiri? jadi Nayna bukan anak kandung pak Rahmat dan bu Siti?
TokoFebri
loss Bu Siti..
TokoFebri
aku faham denganmu Bu Siti.. hihihi
TokoFebri
anjer.. velakor kecil..
Iqueena
Hahaha, aku suka Sandy yg begini, jangan sok cool ya Sandy wkk. 🥰
Bulanbintang: Aneh ya? 🤣
total 1 replies
Iqueena
Lah? urusan lu. Jangan mau om, udah kelewatan ni orang dua
CumaHalu
ambil sendiri dong pak😬
CumaHalu
ditanya baik-baik itu jawabnya baik dong, malah nyolot/Smug/
CumaHalu
Aku timnya Mercon, yang dingin keterlaluan dinginnya😄
CumaHalu
bisa AE ngelesnya San san🤣
CumaHalu
sudah kuduga pasti Sandy😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!