Keanu Wiratmadja
Presdir muda yang tak pernah tertarik pada seorang wanita selama hidupnya, tiba-tiba hatinya tergerak dan ingin sekali memilikinya. Karena dia wanita pertama baginya.
Keana Winata
Putri semata wayang yang sangat disayangi ayahnya, tapi bukan berarti dia putri yang manja. Dia berbeda, sehingga dapat membuat seseorang tergerak hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ade eka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26
Nyonya besar dan Joice saling melempar senyum, sedangkan Tuan besar nampak gusar dengan ide gila istrinya ini. Dia jelas tahu, hal itu malah akan menimbulkan masalah untuk mereka. Ken tak memberi celah pada siapa pun untuk mengatur kehidupan pribadinya, bahkan orang tuanya sendiri.
***
Siang itu Ken nampak tengah sibuk dengan pekerjaannya. Setumpuk map tertata di hadapannya, menunggu untuk diperiksa. Ken yang mengenakan setelan jas abu-abu dan celana senada, nampak begitu tampan. Tapi sayangnya ketampanannya tak pernah dia gunakan untuk menggoda wanita, sebelumnya. Entah kini pada Ana, rasanya dia ingin bertemu lagi dengannya. Ingin menggodanya seperti waktu itu dan melihatnya merona. Ken sangat menyukainya. Dia tersenyum di sela aktivitas saat memikirkan Ana.
Getaran ponselnya mengembalikan kesadarannya. Tertera nama pemanggil adalah "Bunda". Ken menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Kemudian dia menggeser tombol jawab.
"Ya Bunda?", ucapnya pertama kali.
"Hey, putra sulung bunda. Apakah kau tidak merindukanku?! Begitu sibuknya kah dirimu sampai tak ada waktu mengunjungi kami. Jika kau terlalu sibuk, lalu dimana waktumu untuk mencarikan menantu untuk bunda...", ucapan Nyonya besar yang panjang lebar dari seberang saluran sengaja dipotong oleh Ken.
"Bunda, kumohon kenapa selalu saja hal itu yang dibahas. Ada apa coba katakan, tidak seperti biasanya Bunda menelponku", ucap Ken.
"Kau ini selalu saja menghindar setiap kali bunda membahas masalah menantu. Kau dan Sam sama saja, tak ada yang mempedulikan kami orang tua", ucap Nyonya besar sedikit kesal.
"Oh, ayolah Bunda", ucap Ken sedikit memohon untuk menghentikan obrolan mengenai hal yang paling dia tidak sukai.
"Baiklah, jika kau tak kunjung membawa calon menantu untuk Bunda, maka Bunda yang akan mencarikannya untukmu. Minggu besok makan malam lah di rumah, ajak Sam sekalian. Jika kalian tidak datang maka jangan lagi memanggilku Bunda. Jangan berpura-pura sibuk", Nyonya besar langsung memutuskan sambungan setelah memberikan perintahnya.
Ken meletakkan ponsel di samping tumpukan map. Dia menangkup wajahnya dan memejamkan mata.
"Hah!", desahnya kesal seraya membuang tangan yang berada di wajahnya ke udara.
"Ana", nama itu tiba-tiba terbesit dalam pikirannya. Wajahnya yang muram sudah kembali seperti biasanya. Nama itu mengobati resahnya dalam hati. Ken menaikkan kedua sudut bibirnya.
"tok, tok, tok", ketukan pintu mengaktifkan wajahnya yang datar.
"Masuk".
"Tuan, saya hanya ingin mengatakan bahwa besok akan ada meeting yang membahas proyek pembangunan di kota S. Dan Tuan Danu juga akan menghadirinya", Ken menyimak penjelasan Han.
Matanya tiba-tiba berbinar, ide cemerlang muncul dalam benaknya. Namun dia tetap menjaga mimik wajahnya agar tetap datar. "Dimana?", tanyanya singkat.
"Di sini Tuan", jawab Han.
"Baiklah, kau boleh pergi sekarang", perintah Ken. Han membungkuk hormat kemudian melangkahkan kakinya keluar ruangan bosnya.
Setelah bayangan Han tak terlihat, raut wajahnya berubah. Ken seperti mendapat pencerahan untuk menyelesaikan masalahnya dan masalah Bundanya.
Masalahnya yang selalu memikirkan Ana, Ken ingin sekali menemuinya tapi dia belum mempunyai alasan untuk itu. Sedangkan masalah dengan Bundanya, dia sudah menemukan calon menantu untuknya.
Ken meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Dia menscroll kontak di ponselnya. Nama "Paman Danu" yang menjadi pilihannya untuk melakukan panggilan.
"Halo", ucapnya saat yang di seberang saluran sudah menjawab telponnya.
"Ya Ken, ada apa?", tanya Tuan Danu.
"Apakah Paman sedang di kantor?", tanyanya.
"Tidak Ken, aku baru saja sampai di rumah. Aku sedang tidak enak badan. Kepalaku berat sekali rasanya", jelas Tuan Danu.
"Lalu bagaimana dengan meeting besok? Apakah Paman masih bisa menghadirinya?", tanya Ken khawatir.
"Baru saja aku akan meminta Paman untuk membawa Ana bersamanya", gerutu Ken dalam hati.
Tuan Danu belum sempat menjawab pertanyaan Ken, tapi Ana sudah menghambur ke dalam kamarnya. Ana terlihat begitu khawatir.
"Ayah, ada apa? Ayah sakit? Dimana yang sakit? Besok ayah tidak usah bekerja dulu ya. Lebih baik ayah istirahat dulu di rumah. Urusan kantor biar aku dan Kak Risa yang mengurusnya", panjang lebar Ana berbicara tak memberi sela untuk ayahnya berbicara.
Di seberang saluran, Ken mendengarkan celotehan Ana yang begitu khawatir dengan ayahnya. Ken tersenyum, dia ikut merasakan hangatnya hubungan ayah dan putrinya itu.
Tuan Danu masih memegangi ponselnya yang masih tersambung dengan Ken. Dia sedikit melupakan Ken akibat ocehan Ana yang panjang.
"Tapi besok ayah akan menghadiri meeting penting di ...", belum selesai Tuan Danu berbicara Ana sudah memotong.
"Lebih penting mana, kesehatan ayah atau meeting itu. Ahh ayah ayolah, istirahatlah satu hari di rumah besok. Ya, ya, ya", ucap Ana memohon. Mereka saling menyayangi satu sama lain. Tuan Danu yang begitu melindungi putrinya, begitu juga Ana yang selalu menjaganya.
"Tapi meeting besok sangat penting Ana", ayahnya menegaskan betapa penting dia harus menghadirinya besok.
"Baiklah, jika meeting itu begitu penting. Maka aku akan mewakili ayah untuk menghadiri meeting itu besok. Aku akan membawa Kak Risa untuk mendampingiku", ucap Ana tegas.
"Tapi nak", Tuan Danu ragu harus mengijinkannya atau tidak.
"Apa ayah tidak mempercayaiku?", tanya Ana.
"Bukan begitu, hanya saja ...", Ana kembali memotong ucapan ayahnya.
"Ayolah ayah! Ayah tau kan sebenarnya aku memiliki kemampuan. Ayah hanya tak pernah memberiku kesempatan. Ayah hanya mengukungku dalam perlindungan ayah.Tak pernah ayah memberi kesempatan bagiku untuk mengembangkan diri", ucap Ana merasa ironi dengan hidupnya.
Ken masih mendengarkan. Dia cukup kaget dengan apa yang Ana ucapkan. Tapi sebisa mungkin dia tidak bersuara agar bisa menyimak terus pembicaraan ayah anak ini.
Kalimat itu memukul hati ayahnya cukup keras. Mata Tuan Danu tiba-tiba menggenang, dia tau memang itulah yang dia lakukan pada putrinya. Tapi itu dia lakukan hanya untuk melindunginya semata. Tuan Danu tau Ana cukup berbakat dalam beberapa bidang. Dan Ana adalah anak yang cerdas. Sekali dia belajar, maka dia akan dengan cepat berkembang dengan sendirinya. Tapi Tuan Danu juga tau, makin putrinya memiliki kemampuan, makin berbahaya resiko yang akan dia hadapi. Baginya, lebih baik dia menyembunyikan putrinya dari muka umum. Hal itu dia lakukan untuk melindunginya, dia tak ingin terjadi sesuatu apapun pada putrinya kesayangannya itu.
Tuan Danu menghela nafasnya. "Baiklah, aku percaya padamu", ucapnya yang akhirnya mengalah pada ego yang selama ini dia turuti.
"Terima kasih ayah, kalau begitu aku akan bersiap-siap untuk besok. Ayah harus beristirahat, jangan memikirkan pekerjaan dulu, oke", ucap Ana diakhiri dengan kerlingan matanya. Kemudian dia mengecup kening ayahnya dan berlalu pergi.
Tuan Danu menggeleng sambil tersenyum menatap langkah Ana yang menjauh. Dia sudah kalah, usahanya selama ini untuk melindungi putrinya telah ditumbangkan oleh beberapa kalimat yang dikeluarkan langsung dari mulut putrinya sendiri. Seperti keluhnya yang sudah tertahan begitu lama dan memuncak akhirnya.
"Mungkin sekarang memang giliranmu Ana", gumam Tuan Danu.
Tiba-tiba dia tersadar tangannya masih memegang ponsel. Ya, panggilannya belum terputus tadi. Dia memeriksa ponselnya dan benar saja panggilannya masih tersambung.
"Ah, maaf Ken",ucapnya merasa tak enak hati karena orang yang menelponnya sudah menunggu lama.
"Tidak apa-apa paman. Aku malah senang bisa mendengarkan keakraban ayah dan putrinya ini", ucap Ken dari seberang saluran.
"Jadi bagaimana, ada apa dengan meetingnya?", Tuan Danu berusaha meneruskan pembicara mereka yang terputus tadi.
"Tidak ada apa-apa paman. Aku sudah menemukan jawabannya. Baiklah aku putus dulu, paman beristirahat lah di rumah", Ken memutuskan sambungan begitu saja.
Tuan Danu mengernyit heran sambil menatap ponselnya. "Anak muda jaman sekarang memang aneh?!", gumamnya sambil tersenyum seperti mengerti maksud Ken meneleponnya.
***
Sedangkan di kantornya, Ken nampak kegirangan. Sambil duduk di kursi kebesarannya, kakinya menendang-nendang udara dan tangannya merentang ke atas. Dia begitu senang akhirnya bisa bertemu dengan Ana.
Pintu ruangannya terbuka, Sam masuk tanpa permisi. Dia menganga melihat tingkah kakaknya.