Kanza Odelia terpaksa meninggalkan kekasihnya Adrian Miguel di altar sebab sehari sebelum pernikahan Kanza kehilangan kesuciannya karena jebakan dari kakak tirinya.
Bukan hanya itu, buah dari jebakan kakak tirinya itu Kanza akhirnya hamil, lalu terusir dari keluarganya sebab telah membuat malu karena hamil di luar nikah.
Kanza kira penderitaannya akan berakhir saat dia keluar dari rumah dan tak berurusan lagi dengan kakak tirinya. Namun sekali lagi Kanza harus berjuang demi bayi yang dia lahirkan yang ternyata tak sempurna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Suka Anak Kecil
Awalnya Daegan ingin melampiaskan kekesalannya dengan memanggil Kanza dan melakukan sesuatu yang dapat memacu adrenalinnya. Saat Kanza mengatakan dia sedang dalam masa nifas Daegan menjadi semakin kesal dan memaksa Kanza tetap datang apapun alasannya. Namun, saat Kanza benar-benar datang dia menjadi tidak tahan dan benar-benar ingin melakukannya. Jadi saat melihat bibir Kanza, Daegan memutuskan mengambil jalan pintas. Meski awalnya dia tidak tega, tapi Daegan semakin tak tahan saat miliknya baru saja memasuki mulut mungil Kanza.
Deru nafasnya memberat saat melihat di bawahnya Kanza sedang berusaha menyenangkannya. Sungguh hal luar biasa yang baru Daegan rasakan. Darahnya seperti mendidih hanya karena gerakan maju mundur yang Kanza lakukan.
Daegan seolah tak bisa mengendalikan dirinya dan menyemburkan cairan cintanya di depan mulut Kanza. Hampir saja dia mengeluarkannya di dalam mulut gadis itu. Beruntung dia menarik diri hingga cairan tersebut hanya mengenai wajahnya.
Saat Kanza berlari ke arah kamar mandi Daegan terkekeh. Bahkan saat terdengar suara muntahan Kanza, Daegan justru ingin tertawa.
Gadis itu sangat lugu.
Daegan ingin meminta maaf, tapi tentu saja egonya terlalu tinggi untuk melakukan itu. Melihat wajah penuh amarah Kanza Daegan tahu gadis itu tengah mengumpatnya. Hanya saja dia bersikap seolah tak peduli dan menikmati rasa ringan di tubuhnya.
Saat dia berhasil melepaskan seluruh hasratnya Daegan merasa seluruh bebannya telah tercabut hingga yang ada hanya rasa puas.
Sial! Sepertinya dia tidak akan mudah melepaskan Kanza. Gadis ini memiliki magnet yang membuatnya ingin terus mendekat. Daegan bahkan rela mengikuti Kanza untuk melihat rumah yang akan dia sewa. Hal yang tidak penting untuknya tapi justru dia rela melakukannya.
Melihat Kanza menggerutu kesal dia justru merasa terhibur.
"Kau akan kemana?"
"Aku mau ke rumah sakit, apa lagi?" Kanza berdesis kesal.
"Aku bisa mengantarmu," ucap Daegan saat Kanza pergi ke arah berlawanan dengan mobilnya yang terparkir tepat di depan pemilik rumah yang akan Kanza sewa.
Kanza mendelik, wajahnya merah saking kesalnya. "Tidak perlu, hanya sepuluh menit dari sini."
Saat Kanza akan pergi Daegan kembali menahannya. "Aku bilang aku akan mengantarmu," ucapnya acuh tak mau tahu seberapa kesalnya Kanza padanya. Sudah dia bilang dia suka melihat wajah marah Kanza.
Tanpa peduli penolakkan Kanza, Daegan menarik Kanza ke arah mobilnya. Hingga saat mereka telah memasuki mobil barulah supir melajukan mobilnya.
Tiba di rumah sakit, Kanza menatap Daegan yang juga ikut turun. "Tuan, apa kau tidak ada kerjaan lain?"
"Siapa yang bekerja di malam hari?" Raut Daegan yang terus menampilkan wajah acuh membuat Kanza tidak tahan, hingga rasanya ingin dia cabik sampai habis.
"Kenapa kau tidak pergi ke klub Bos William dan bersenang-senang disana?"
"Aku sedang malas." Tentu saja dibandingkan dengan pergi ke klub mengganggu Kanza lebih menyenangkan untuknya.
Kanza menghela nafasnya mencoba membuat dirinya sesabar mungkin. "Terserah!" Setelah itu dia melangkah memasuki gedung rumah sakit.
Kanza duduk untuk menyusui bayinya, lalu memasukan stok asi kedalam lemari pendingin disana. Kanza memastikan stoknya amzan dan memberi label dengan nama Bill agar tak tertukar dengan bayi lainnya.
Dua jam lamanya Kanza menemani Bill, hingga bayi itu di kembalikan ke ruang inkubator.
Dan dalam diam Daegan memperhatikan Kanza.
Bagaimana gadis itu dengan telaten menggendong bayinya, lalu melihat punggung Kanza yang tengah menyusui sambil bersenandung pelan.
Saat bayinya kembali tertidur barulah Kanza menyerahkannya kembali pada perawat.
.....
"Kau masih disini?" Saat Kanza keluar dari ruang menyusui Daegan masih ada disana, menunggu di kursi tunggu.
"Kapan dia boleh pulang?" tanya Daegan saat Kanza berlalu begitu saja.
"Beberapa hari lagi, dokter harus memastikan dulu kondisi Bill."
"Bill?"
Kanza mengangguk. "Ya, Bill."
"Itu namanya?"
"Hmm."
"Karena itu kau harus segera mendapatkan rumah?"
"Ya, rumah Mia terlalu kecil. Dia bekerja siang malam, dan hanya beristirahat sebentar dirumah. Jadi mungkin tangisan Bill akan mengganggunya, nanti. Meski sebenarnya Mia juga tidak akan begitu. Tapi ... aku hanya terlalu banyak mengganggunya."
"Aku punya paviliun, kau bisa tinggal disana." Kanza menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Daegan.
"Maksudmu?"
"Itu memudahkanmu agar tidak perlu meninggalkannya sendirian saat aku memanggilmu."
Kanza terdiam. Daegan benar, jika sewaktu-waktu Daegan memanggilnya Kanza tidak mungkin meninggalkannya sendiri di rumah. Tapi, dia tidak mungkin terus mengandalkan Daegan karena akan ada masanya kesepakatan mereka berakhir.
"Aku juga akan menyiapkan pengasuh untuknya."
"Tidak perlu-"
"Aku tidak mau dia justru menahanmu dan membuat alasan kau tidak datang saat aku memanggilmu," potong Daegan dengan berjalan acuh mendahului Kanza.
Kanza tertegun dengan menatap punggung Daegan. Beberapa saat Kanza terdiam hingga dia kembali menyusul langkah Daegan. Kali ini Kanza memilih berjalan di belakang Daegan tanpa menyetarakan dirinya dengan langkah pria itu.
"Hanya sampai kesepatakan kita berakhir, kan?" Jadi sudah di putuskan. Dia akan tinggal di paviliun Daegan?
"Hm." Daegan hanya bergumam dan Kanza mengerti Daegan baru saja mengiyakan.
"Ada yang harus aku patuhi saat tinggal disana?"
"Cukup jangan biarkan anakmu berbuat kebisingan, aku tidak suka anak kecil."
berantem2 yg manis..🤭
semangat💪🏻
makin seru aja bikin penasaran kelanjutanya🥰