"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23 : SARAN
Bima terkejut melihat sosok yang berdiri di depan kontrakannya. Arhan datang dengan senyum khasnya, seolah membawa kabar baik. Angin malam berhembus pelan, menemani tatapan penuh tanda tanya dari Bima.
"Arhan?" ucapnya, tak bisa menyembunyikan keterkejutan.
Arhan hanya tersenyum, melangkah mendekat dengan tenang. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang sulit ditebak entah kabar baik atau justru sesuatu yang lebih besar dari sekadar kunjungan biasa.
"Bim!" Panggil arhan menepuk kedua bahunya, tersenyum.
Bima tersadar, segera ia menggelengkan kepalanya, menatap kedua tangan yang masih memegang bahunya. Jantung bima seketika berdebar kencang, teringat ucapan Bastian yang mengatakan tentang hantu.
"Ha-hantu!" Pekik bima melotot, kakinya membeku, seakan sulit untuk digerakkan.
"Mana hantu?" Tanya arhan menoleh ke segela arah dengan raut wajah tegang.
"D-di de-depan gue!" Ucap bima terbata-bata, nafasnya terengah-engah, hampir saja ia kencing dicelana sangking tegangnya.
"Mana!!" Teriak arhan panik sendiri, melangkah tertatih-tatih, masuk kedalam rumah bima, mengunci pintu rapat-rapat. Pria itu bersandar dibalik pintu, menyeka keringat dingin dengan telapak tangannya, memghembus nafas lega.
"Woi!! Tolong gue!! Ada hantu!! Buka pintunya!!" Teriak bima dari luar, menggedor-gedor pintu berulang kali.
Arhan mengerutkan keningnya, berbalik badan dan membuka pintunya. Wajah bima pucat pasi, nafasnya tersengal-sengal, kedua tangannya menumpu lutut, menatapnya kesal.
"Lo ngapain masuk rumah gue sih hantu! Jangan ganggu gue Napa! Pake nyamar-nyamar jadi arhan lagi! Lo kira gue percaya?" Gerutu bima komat-kamit.
Arhan terkekeh kecil. Merasa lucu melihat wajah wajah bima yang pucat.
"Nape Lo ketawa tu? Lu pikir lucu? Hah? Tau gak! Gue hampir pingsan gara-gara lu! Emang setan lu hantu! Kerjaannya ngeganggu orang Mulu! Tenang nape di alam sana! Kagak usah ganggu ganggu gue!" Bima memberengut.
Arhan menghentikan tawanya, geleng-geleng kepala. "Astaga! Ini gue, arhan. Bim, Bukan hantu! Mana ada hantu seganteng gue!"
Bima tercengang, tangannya terulur memegang-megang badan arhan hingga kewajahnya, pandangannya menurun, memerhatikan kedua kaki arhan. Memastikan bahwa kakinya menginjak tanah.
"Huft!" Bima menghembuskan nafas lega seraya menyeka keringatnya. Ternyata orang didepannya ini beneran arhan, manusia utuh. Bukan manusia jadi-jadian.
"Sumpah! Gue kira hantu tadi Han. Tiba-tiba banget muncul dan senyum-senyum mengerikan!" Bima mengusap-usap dadanya berulang kali, menetralisir ketegangan tadi.
"Lah gue kira Lo lihat hantu beneran Bim, makanya gue kabur kedalam rumah!" Balas arhan nyengir, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Lo ngapain kesini Han?" Tanya bima menghempaskan bokongnya kekursi.
"Duduk dulu gih! Jangan berdiri terus!" Bima menggulurkan tangannya, menyuruh untuk duduk.
Arhan duduk, mengeluarkan sebatang rokoknya dan mengisapnya dalam-dalam.
"Lo ngerokok juga Han?" Tanya bima serius.
Arhan menoleh sambil tersenyum. "Lo mau?" Tawarnya menyodorkan bungkus rokok.
"Thanks! Btw rokok Lo surboy ya! Rokok mahal nih!" Bima terkekeh kemudian menyalakan rokoknya.
Arhan hanya tersenyum, tanpa menjawab.
"Oh, iya! Lo mau ngapain kesini? Tumben banget ada dikampung angker ini? Lagi ikutan uji nyali atau apa?" Tanya bima membrondongnya, penasaran dengan tujuan arhan kesini.
Arhan menggeleng, "kagak Bim! Ya kali gue uji nyali disini!" Katanya terkekeh, aneh-aneh saja bima ini.
"Terus ngapain geh?"
"Kebetulan gue ngontrak disini Bim, baru 3 hari. Tadi gue gak sengaja ngeliat lu Dateng kesini sama temen Lo yang rese itu tuh." Ungkap arhan tersenyum kecut, masih kesal dengan Bastian yang selalu merendahkannya.
"Oh, si Bastian hahaha! Terus?"
"Nah gue samperin aja kesini, gue nyumpet dulu noh disana!" Arhan menunjuk pohon pisang. "Pas temen Lo pergi, baru gue nyamperin kesini! Males aja gue ketemu sama dia, gue males ribut-ribut dikampung orang!" Jelas arhan tersenyum, bima geleng-geleng kepala sambil ngakak.
"Lo masih inget aja Han! Dahal udah sebulan yang lalu tuh!" Bima menggulum bibirnya, menahan tawa.
"Eh, Lo ngontrak disini ya? Sendirian atau gimana?" Tanya arhan mengalihkan.
"Sendiri doang Han! Kalo Lo gimana? Sendiri juga atau...."
"Gue sama istri gue! Tinggal berdua disini!" Jelas arhan tersenyum dengan tatapan yang sulit ditebak. Seolah menyimpan sesuatu didalam sana.
Bima manggut-manggut, menyesap rokoknya kembali. "Nikah ya? Sama Sabrina?" Tanya bima, penasaran dengan istri arhan. Setahunya arhan hanya dekat sama Sabrina sejak bulan kemarin.
Arhan menggelengkan kepalanya, menghela nafas. Memaksa untuk tersenyum. "Bukan Sabrina! Beda lagi!"
"Hah? Beda lagi? Bukannya Lo Deket sama Sabrina doang ya Han? Waktu bulan kemarin? Emangnya ada lagi ya? Sorry gue gak terlalu tahu! Keknya Sabrina suka sama Lo deh Han, Cuman nebak aja!" Bima kaget, dirinya tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh pria itu.
"Nggak! Gue sama Sabrina itu cuman sebatas teman doang, Bim! Gak punya hubungan apapun. Lagian gue gak suka sama Sabrina! Sama seperti dia yang gak suka sama gue!" Dusta arhan, tersenyum, dengan hati yang sakit saat mengatakan itu.
Bima menggangukan kepalanya saja, tak mau terlalu kepo dengan hubungan kedua orang itu.
"Lo ngapain geh kesini?" Tanya arhan tersenyum, mengangkat sebelah alisnya. Ingin tahu apa tujuan bima Dateng kekampung horor ini.
"Biasalah gue mau nikmatin suasana baru!" Kata bima menatap lurus kedepan. Tatapannya kosong, ucapan Adel terlintas kembali didalam benaknya.
"Serius Lo mau nikmatin suasana disini? Anak Lo yang itu gimana? Ditinggal sendiri gitu? Lo gak takut dia kenapa-kenapa?" Tanya arhan tersenyum. Dia tampak bingung kali ini.
Bima yang mendengar tentang anaknya langsung menoleh ke arah Arhan dengan tatapan tajam, penuh selidik. Matanya yang biasanya tenang kini menyiratkan campuran keterkejutan dan kekhawatiran. Rahangnya mengatup rapat, seolah menahan sesuatu yang ingin segera diungkapkan. Suasana di sekitarnya seketika terasa lebih berat, menunggu reaksi yang akan keluar dari bibirnya.
"Sorry kalo pertanyaan gue terlalu kepo!" Kata arhan akhirnya, meminta maaf.
Bima menggeleng, tanpa beralih sedikitpun. "Han!" Panggilnya lirih.
"Apa?"
"Gue boleh curhat gak?" Bima menghela nafas berat. Ia ingin mengatakan hal-hal yang sejak tadi menghantui pikirannya.
"Boleh! Silahkan Bim!" Arhan tersenyum. Dia siap untuk menjadi pendengar.
Bima menghela napas berat, menatap kosong ke depan sebelum akhirnya membuka suara. Dengan nada pelan namun penuh beban, ia menceritakan tentang Adel—anak angkatnya yang tak menganggapnya sebagai ayah, melainkan sebagai pria yang dicintai. Arhan, yang awalnya hanya mendengarkan, sontak terkejut. Matanya membesar, tak menyangka cerita yang baru saja keluar dari mulut sahabatnya. Suasana hening sesaat, seolah memberi ruang bagi Arhan untuk mencerna kenyataan yang baru saja ia dengar.
"Jadi gitu Han! Awalnya gue gak nyangka kalo dia punya perasaan lebih sama gue. Tadinya gue kira dia itu cuman bercanda doang! Gak taunya dia beneran suka sama gue!" Tambah bima mengusap wajahnya pelan. Masih tidak menyangka dengan kenyataan ini.
Arhan berdehem kecil, menyilangkan satu kakinya. "Mungkin, dia udah lama tahu fakta bahwa dia itu bukan anak kandung Lo Bim, makanya perasaan dia yang awalnya normal jadi beda saat mengetahui fakta itu. Jujur gue disini kaget banget ya, sama kayak Lo. Tapi mau gimana lagi Bim, ini fakta yang harus Lo terima walaupun sulit." Jelas arhan.
"Jadi itu alasan Lo ngejauh dari rumah? Karena gak mau Deket sama dia lagi? Takut sama dia yang sering agresif gitu ya?" Tanya arhan lanjut,
Bima mengganguk, menghela nafas getir. Menerima kenyataan ini sangatlah sulit baginya yang sudah menggangap Adel itu anak kandungnya sendiri.
"Alasan dia gak boleh nikahin Lo juga karena itu kan?" Tanya arhan tersenyum, mengepulkan asapnya berbentuk bulat.
"Iya, Han!"
Arhan tersenyum, "Gue sebenarnya udah tau sih Bim!"
"Hah? Lo tahu? Sejak kapan?" Tanya bima kaget.
"Sejak ketemu Lo disekolah. Gue sempet ngeraguin bahwa dia itu anak Lo bim, karena gak ada kemiripan sama sekali. Dari situ gue yakin, kalo dia bukan anak Lo. Terus gue bisa ngerasain cara dia saat natap Lo, Bim. Tatapan dia itu beda! Bukan tatapan seorang anak ke ayahnya, tapi tatapan seorang wanita ke seseorang yang di cintainya. Cara dia ngomong juga terkesan aneh! Kayak orang posesif banget sama pasangannya. Terus sifat manja dia juga gak wajar Bim, bukan selayaknya anak ke ayahnya. Tapi sifat manja dia itu kayak ditunjukin ke pasangannya. Nah dari situlah gue paham bahwa dia itu cinta sama Lo, cuman gue gak enak mau ngomongnya! Khawatir omongan gue nyeleneh!" Arhan menggeplak meja pelan, "gue sebenernya peka Bim, dia nunjukin ke elu perasaan itu, tapi lu nya gak pernah peka! Alhasil dia jadi agresif dan berani nyatain perasaan dia sama Lo. Buat ngungkapin perasaan itu butuh mental besar bim, ditambah Lo nolak perasaan dia kayak gitu. Pasti dia sakit hati tuh, harusnya Lo nolaknya baik-baik aja, jangan gitu! Mau gimanapun juga dia itu wanita, makhluk yang gampang terbawa perasaan. Beda sama kita laki-laki yang mengutamakan logika." Tambah arhan panjang lebar, memberi pengertian pada bima. Ia tak membenarkan cara bima yang menolak Adel tadi.
"Mau gimana lagi Han? Gue itu kaget banget! Anak yang selama ini gue rawat, punya perasaan lebih! Kalo Lo diposisi gue juga bakalan kayak gitu. Bener gak?" Tanya bima mendesaknya, meminta persetujuan.
Arhan menggeleng tegas. "Gue gak akan kayak gitu Bim, gue terlalu memikirkan perasaan orang lain. Gue gak Setega itu buat nyakitin perasaan orang. Kalo gue diposisi Lo, kaget sih iya. Tapi gue bilang baik-baik, gini contohnya 'maaf nak, ayah gak bisa balas perasaan kamu.' cukup sampai situ aja, gak usah ditambahin, 'hubungan kita itu sebatas anak dan ayah' jangan Bim, kalimat itu terlalu nyakitin!" Jelas arhan tersenyum lembut, ingin membuka pikiran bima.
"Iya juga sih! Gue terlalu parah ya!" Lirih bima menghela nafas berat, mengangkat kepalanya, dipandang arhan lekat-lekat. "Terus gimana Han? Hubungan kita itu sebatas ayah dan anak yang gak bisa berubah menjadi kekasih! Gue gak bisa cinta sama dia! Karena gue udah nggangep anak sendiri! Kalo misal hubungan kita pacaran! Aneh dong." Protes bima, nadanya pelan.
"Anehnya kenapa?" Tanya arhan mengerutkan kening, tersenyum tipis.
"Aneh aja! Masa ayah dan anak pacaran!"
"Bim dia itu bukan anak kandung Lo, kalian berdua itu gak ada hubungan darah. Jadi gak ada keanehan sama sekali disini!" Kata arhan tersenyum, menjelaskan kepadanya.
Bima memijat pelipisnya, berpikir sejenak. Mencerna setiap kata-kata dari arhan.
"Ada saran gak Han? Kalo ada kasih tau ke gue sih! Gue butuh masukan dari seseorang!" Katanya butuh saran.
Arhan menyesap rokoknya dalam-dalam, menikmati setiap tarikan, perlahan menghembuskannya kedepan, "Saran dari gue sih! Buang jauh-jauh perspektif Lo yang menggangap hubungan ayah dan anak antara kalian. Sebisa mungkin Lo hilangkan. Cintailah dia, coba aja dulu Bim, gak ada salahnya Lo mencintai anak angkat Lo disini. Dari sudut pandang gue sih, sah! Sah aja! Kalian gak punya hubungan darah! Dia ibaratnya orang asing yang Lo angkat jadi anak. Kemudian dia mencintai Lo setelah dirawat dan diperlakukan baik sama Lu. Dia suka sama lu, fine! Fine aja! Gak masalah! Perasaan itu gak bisa dikontrol oleh kita bro, perasaan itu pemberian dari tuhan. Gak salah juga dia nyatain perasaannya sama Lo, karena perasaan itu lebih baik di ungkapin dari pada dipendem! Kalo dipendem bakalan bikin sesak Bim. Sekuat apapun dia mendem perasaannya, dia pasti pusing, makanya milih buat ngungkapin." Arhan menjeda ucapannya.
"Coba lah Lo belajar mencintai dia Bim, itu gak akan ngebuat Lo rugi kok! Justru lu diuntungkan disini! Karena apa? Karena Lo ngerawat dia dari kecil sampe gede! Lu juga udah tau seluk beluknya. Udah paham segalanya tentang dia, kalian saling mengenal juga dari lama. Jadi kalo kalian sama-sama mencintai, udah gak usah nyari kriteria jodoh lagi! Lo nikahin aja dia. Kalo cocok ya! Dari pada nyari diluaran sana! Susah Loh nyari cewek yang sesuai dengan kriteria kita. Gak bohong gue Bim. " Arhan menjeda ucapannya sejenak. "Kalo Lo nikah juga gak masalah. Sah! Sah aja disini! Gak ada istilahnya hubungan terlarang, gak ada. Dan satu lagi! Jangan mikirin apa kata orang tentang hubungan kalian nanti. Anggep aja semua perkataan buruk orang yang ditujukan pada kalian itu, cuman angin berlalu. Yang penting mah Lo nyaman, dia nyaman, saling melengkapi dan bisa bahagia! Ngurusin omongan orang mah GAK ADA HABISNYA BIM!" Lanjut arhan menekankan, tersenyum lembut, memberi saran kepada bima.
Bima termenung, tatapannya kosong menembus ruang tanpa benar-benar melihat. Kata-kata Arhan masih bergema di benaknya, membuatnya tenggelam dalam lautan pikiran. Ia meresapi setiap saran yang diberikan, mencoba mencari jawaban di tengah kebingungan yang menyelimuti hatinya.
"Jangan sampe kayak gue Bim, telat ngungkapin perasaan dan terlalu gengsi buat ngungkapin. Alhasil jadi pusing sendiri!" Ucap arhan, tersenyum getir.
Bima tersadar, sontak menoleh dengan dahi berkerut, Menyimak maksudnya.
"Gue pernah suka sama cewek dari lama! Dia sering nyatain perasaannya sama gue! Ngajak gue buat pacaran hingga ke tahap nikah, Tapi gue nolak terus, karena gua masih gak mau pacaran, pengen ngejagain dia, gue gak mau dia rusak dan untuk nikah, gue masih belum siap disitu. Umur gue masih terlalu muda. Masih banyak hal yang ingin gue kejar. Gue selama ini selalu jagain dia sampe gue siap nikah Bim, gue sebenernya pengen banget ngiket dia kedalam hubungan pernikahan Bim, tapi ya gitulah, gue selalu ngerasa gak pantes dan gak pantes." Ungkap arhan tersenyum, curhat tentang seseorang wanita yang ia cintai.
"Semangat bro! Lo pasti bisa ngedapetin dia! Jangan ngerasa gak pantes! Laki bukan lu? Kalo Lo cinta sama dia! Perjuangin! Jangan kendor!" Kata bima menepuk-nepuk pundaknya, memberi semangat pada arhan.
"Bukan gitu Bim, gue bukannya gak mau perjuangin, tapi gue..... Ya gitulah.... Cukup gue aja yang tahu," lirih arhan, memaksa tersenyum. Menampilkan wajahnya se ceria mungkin dihadapan bima.
"Selain itu, gue udah punya istri Bim, kayaknya gue gak bisa ngejar dia lagi. Satu-satunya cara yang harus gue lakuin, ya ngorbanin perasaan gue sendiri."
"Cerein aja istri Lo Han! Habis tuh kejar!" Celetuk bima.
"Ngelantur Lo Bim! Ya kali gue ngecerein istri gue, gara-gara gituan doang!" Arhan terkekeh,
Bima ikutan terkekeh. Kemudian kedua orang itu mengobrol kembali dengan topik yang mengalir.
"Han thanks ya sarannya! Nanti gue coba ya!" Kata bima tos-tosan dengan arhan.
"Sekarang aja coba! Jangan ditunda-tunda!" Canda arhan.
Bima geleng-geleng kepala, berkacak pinggang sambil menatap kepergian arhan. Setelahnya ia berbalik badan dan masuk kedalam rumah untuk tidur.