NovelToon NovelToon
Mahar Untuk Nyawa Ibu

Mahar Untuk Nyawa Ibu

Status: tamat
Genre:CEO / Beda Usia / Nikah Kontrak / Romansa / Tamat
Popularitas:106.7k
Nilai: 5
Nama Author: Asmabila

Raina tak pernah membayangkan bahwa mahar pernikahannya adalah uang operasi untuk menyelamatkan ibunya.

Begitupun dengan Aditya pun tak pernah bermimpi akan menikahi anak pembantu demi memenuhi keinginan nenek kesayangannya yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan.

Dua orang asing di di paksa terikat janji suci karena keadaan.


Tapi mungkinkah cinta tumbuh dari luka, bukan dari rasa????

Tak ada cinta.Tak ada restu. Hanya diam dan luka yang menyatukan. Hingga mereka sadar, kadang yang tak kita pilih adalah takdir terbaik yang di siapkan semesta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Draft

Di dalam kabin mobil yang kedap suara, hanya terdengar alunan musik klasik yang mengalun lembut, berpadu dengan ritme mesin yang nyaris tak terasa. Cahaya lampu jalan menari di permukaan dashboard kulit, menciptakan bayangan yang bergerak perlahan seiring mobil melaju menuju kediaman keluarga besar Aditya. Di kursi penumpang, Raina duduk diam dengan tangan mengepal di pangkuan, kulit telapak tangannya terasa dingin dan berkeringat.

Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasa, seolah tubuhnya memberi peringatan bahwa ia tengah menuju ke tempat yang tidak diinginkan.

"Mas..." ucapnya lirih, suaranya nyaris tenggelam di antara suara musik dan dengung mesin. "Aku khawatir... kehadiran saya justru akan membuat Ibu semakin tidak senang."

Ia menoleh pelan, menatap wajah Aditya, lalu segera mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ada keraguan dan kesedihan yang tidak sempat ia sembunyikan.

Aditya tetap diam. Matanya sesekali melirik ke arah Raina, namun fokusnya tetap pada jalan di depan. Ia tidak perlu menjawab untuk tahu bahwa istrinya sedang bergulat dengan keraguan yang belum selesai.

"Mas..." suara Raina naik sedikit, mengandung ketegangan yang nyata. "Tolong jawab. Jangan diam saja. Aku lelah harus terus menebak-nebak.seperti ini. "

Tanpa berkata-kata, Aditya mengurangi kecepatan, lalu menepikan mobil dengan tenang. Saat mobil berhenti, ia menoleh sepenuhnya ke arah Raina, menatapnya dalam-dalam sebelum meraih tangannya yang masih gemetar. Ia menggenggamnya erat, mengusapnya perlahan seolah ingin menenangkan badai yang sedang terjadi di dada istrinya.

"Rain," ucapnya pelan namun tegas, "kalau kamu memutuskan untuk tidak datang malam ini, Mas juga tidak akan masuk ke mansion itu sendirian."

Raina menatapnya, matanya mulai memerah, namun ia tetap diam, menanti lanjutan kalimat itu.

Aditya mengangkat tangan Raina dan mengecupnya perlahan. Lalu ia tersenyum kecil, tidak main-main tapi cukup untuk memberi kehangatan.

"Kalau kamu menangis sekarang, riasanmu bisa luntur. Padahal kamu sudah sangat cantik malam ini," katanya sambil menyentuh pipi Raina dengan sentuhan gemas. "Dan kamu tahu? Kamu tidak datang ke rumah itu untuk menyenangkan siapa pun. Kamu datang karena kamu istri Mas. Dan cukup dengan itu saja, seharusnya mereka tahu tempatmu."

Raina menarik napas panjang, suaranya lebih tenang namun masih menyimpan luka.

"Tapi... Ibu berkata undangan itu hanya untuk Mas. ."

Aditya menatap istrinya tajam, suaranya turun, tapi nadanya tidak bisa dianggap ringan.

"Momi bisa menyebut siapa pun yang dia inginkan dalam undangan itu. Tapi yang Mas ajak berdiri di sisi Mas malam ini adalah kamu. Bukan karena formalitas, tapi karena kamu satu-satunya yang Mas anggap rumah. Dan kalau Momi belum bisa menerima itu, biarkan menjadi urusan Mas. Bukan beban kamu."

Raina menelan saliva pelan, matanya masih menatap Aditya seolah mencoba memastikan bahwa semua kata-kata itu nyata.

Raina terdiam, matanya masih mengunci tatapan Aditya.

"Ibu terbiasa bicara dengan kata-kata yang menyakitkan. Tapi kamu tidak harus membiarkan itu masuk ke hatimu. Kamu cukup berdiri di sisi Mas. Sisanya... Mas yang akan bereskan."

Dalam diam, Raina mengangguk perlahan. Genggamannya menguat, dan ketegangan di wajahnya mulai mengendur. Untuk pertama kalinya malam itu, ia merasa cukup kuat untuk melangkah—bukan karena dunia menerima kehadirannya, tapi karena satu-satunya orang yang paling penting dalam hidupnya memilih untuk berdiri bersamanya, tanpa ragu.

Raina tampil sempurna malam itu—anggun, berkelas, dan sepenuhnya mencerminkan sosok istri dari seorang CEO papan atas. Ia mengenakan gaun berwarna navi pekat, rancangan khusus dari rumah mode internasional yang hanya melayani kalangan terbatas. Potongannya jatuh tepat di bawah lutut, memberi kesan sopan sekaligus tegas, dengan detail mutiara alami yang tersebar halus di garis leher dan ujung lengan panjang. Setiap gerak langkahnya memantulkan kilau samar dari bahan sutra duchess yang membalut tubuhnya, menciptakan ilusi kemewahan yang tidak berteriak—hanya terlihat oleh mereka yang tahu cara membaca simbol.

Rambutnya disanggul rendah dengan gaya sleek modern, memperlihatkan leher jenjang dan kalung berlian tipis yang menjuntai tenang di tulang selangka. Clutch kulit buaya berwarna senada tergenggam anggun di tangan kirinya, sementara tangan kanannya menaut lengan Aditya—sang suami, yang malam itu tampil serasi dalam setelan navi dengan dasi perak lembut. Sepatu hak peraknya berkilau saat menyentuh lantai marmer, seolah menegaskan keberadaan yang tak bisa diabaikan.

Begitu mobil berhenti di pelataran rumah besar bergaya kolonial modern itu, seorang valet segera membuka pintu dan menunduk hormat. Raina menarik napas panjang sebelum akhirnya melangkah turun, disusul Aditya yang mengitari mobil dan menawari tangannya dengan tenang. Sentuhan itu sederhana, tapi cukup membuat Raina merasa tidak sendiri.

Sorot lampu kristal dari teras utama menyinari jalan setapak menuju aula pesta yang telah dipenuhi tamu-tamu berpakaian gemerlap. Para pria mengenakan setelan jas dari rumah mode ternama, dan para wanita tampil dalam gaun malam penuh kilau, lengkap dengan perhiasan mewah yang tampak lebih seperti pernyataan kekuasaan daripada sekadar aksesori.

Raina dan Aditya berjalan beriringan, langkah mereka mantap namun penuh sorotan. Beberapa tamu mulai menoleh dan berbisik pelan, mengenali sosok Aditya—salah satu nama paling diperhitungkan dalam lingkaran elite bisnis negeri ini. Hampir setiap tamu pria yang hadir malam itu adalah kolega atau mantan lawan bisnis yang kini menjadi mitra strategis Aditya.

Lalu, di ujung aula dengan chandelier megah bergantung di langit-langit, berdirilah Mom Melisa. Ia tampak mencolok, seperti biasanya—gaun merah marun berpotongan ramping melekat sempurna di tubuh rampingnya, dipadukan dengan perhiasan zamrud besar di leher yang hanya bisa dikenakan oleh mereka yang tidak pernah perlu bertanya soal harga.

Ia sedang berbincang santai dengan dua pria—rekan bisnis Aditya yang cukup senior, ketika sorot matanya menangkap kehadiran putra dan menantunya. Wajahnya tidak berubah. Tidak ada senyum hangat, tidak ada perubahan ekspresi berarti. Hanya matanya yang menajam, seperti pisau halus yang mampu menguliti tanpa luka terlihat.

Tatapannya menelusuri Raina dari ujung kepala hingga ujung kaki—menilai, mengukur, menghakimi—dalam sekejap yang terasa begitu lama. Namun ketika Aditya dan Raina mendekat, Mom Melisa melangkah maju dengan gaya khasnya: anggun, dingin, dan penuh wibawa. Suaranya datar namun terdengar jelas di tengah hingar pesta.

"Aditya,. Akhirnya datang juga," ucapnya sambil mengecup pipi putranya secara formal, seperti yang dilakukan para sosialita kelas atas yang terlalu terlatih menyembunyikan emosi di balik tata krama mahal.

Ia lalu menoleh ke Raina. Senyumnya tipis, nyaris tak menyentuh mata.

"Ajak dia duduk. " ucap Melisa datar.

Nada bicaranya sopan, namun terbungkus lapisan beku yang hanya bisa dirasakan mereka yang pernah berdiri terlalu dekat dengan dinginnya tembok istana.

Raina membalas dengan senyum kecil dan anggukan pelan. Di tengah gemerlap pesta yang dipenuhi konglomerat dan kolega besar, ia tahu satu hal: senjata paling tajam malam ini bukan kalung berlian atau setelan couture, tapi cara seseorang bertahan dalam tatapan yang ingin membuatnya runtuh.

"Selamat ulang tahun, Bu," ucap Raina dengan suara tenang dan senyum terkontrol. Tangannya terulur, mempersembahkan sebuah bingkisan eksklusif yang telah dipersiapkan oleh suaminya dengan penuh pertimbangan—dibungkus kain sutra biru tua, dihiasi pita satin keemasan yang diikat sempurna. Tidak ada label mencolok, tidak ada merek besar yang ditampakkan. Tapi dari kemasan dan aura benda itu saja, siapa pun bisa tahu: ini bukan hadiah sembarangan.

Mom Melisa menatap bingkisan itu sejenak, lalu menerimanya dengan gerakan elegan. Wajahnya tetap datar, tapi bola matanya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak—mungkin kecurigaan, mungkin penilaian, atau hanya sekadar upaya menahan komentar.

"Terima kasih," ucapnya singkat, suara yang terdengar manis namun tidak hangat. Ia tidak langsung membuka bingkisan tersebut, hanya menyerahkannya begitu saja pada seorang pelayan yang berdiri tak jauh darinya, lalu kembali menautkan jemari ke gelas sampanye yang ia pegang.

Aditya tak suka berbasa_basi membuang waktu. Ia segera menggandeng istrinya untuk menikmati hidangan di meja yang sudah di sediakan.

1
Sri Wulandari
sekarang mommy berlin baru tau khan ....wanita yg ingin qm jadikan menantu ke sayanganmu ternyata dia yg sllu berusaha menghancurkan hidup putramu....
beruntung nenek menikahkan aditya dg gadis pilihannya walaupun yg awalnya terpaksa & tanpa cinta tp skrng aditya sangat bahagia dg pilihan neneknya bahwan sangat bucin😄😍😍
Sri Wulandari
akhirnya qm mendapat balasan karna sdh memfitnah aditya yg membunuh ayah mertuanya sendiri
sekarang nikmati kehancuran hidupmu laras demi sebuah ambisi qm rela mengorbankan smuanya termasuk cinta aditya yg tulus padamu yg skrng hanya utk istrinya rania😔
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
frida piye kakak othor... aku tantrum nih.... masak aura kegelapan dapet jodoh, frida yg berkorban gak dapet apa apa,, nangis gulinb guling nih aku...😭😭😭😭😭😭
Piet Mayong
closed yg keren Thor...
semangat berkarya kembali dgn cerita yg lebih seru dan menarik lainnya...
sampai jumpa....
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
skip dika aura,,, aku nunggu jodoh frida....😘😘😘😘
Yeni Wahyu Widiasih: aura udah jahat dimaafin eh malah happy dpt dika.. harusx dia dpt suami yg jahat kaya dia.. tabur tuai lah..
total 3 replies
Piet Mayong
wah wah kerja bagus Dika....
Tarwiyah Nasa
dah Frida sama mas Gilang aja deh 😄
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
bener frida... anak baik untuk orang baik... dika gak baik dapetnya kayak aura yg gak baik sama ssekali....
Henny Ardiani
mmg gabriella kan yg kmaren bantu frida
Bunda Dzi'3
mungkin ga sih ini Pria misterius nya buat Frida?
Bunda Dzi'3
up thor🙏
Yeni Wahyu Widiasih
harusx dika gk sama aura juga.. biar sama2 sakit.. impas kn.. firda, dika, aura.. biarkan mereka dapat jodoh masing2.. firda sama pria misterius itu.. dika dan aura juga dapat jodoh orang lain
tri Harianti
bagus bahasanya , bagus ceritanya
Asma Salsabila: Terimakasih 🥰
total 1 replies
Sri Wulandari
Tuch Aura cumburu khan... gmn rasanya orang yg cinta sm qm terus qm abaikan sprti itulah perasaan Dika saat qm lebih perhatian k Aditya
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
ayo frida kamu bisa... laki laki kayak dika mah buang ke laut aja.. biarin sama si aura kegelapan.... kamu kan aura nya kecerahan, jadi dika sulit menerima aura cerah karna sudah digelapkan sama aura kegelapan...🤣🤣🤣🤣🤣
Anty Niez
kasihan Frida,mending pergi jauh aja...buktiin kamu bisa move on
penapianoh: Halo kak baca juga d novel ku 𝙖𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya. trmksh🙏
total 1 replies
Bunda Dzi'3
Dika sma Aura aja Thor kasian aura ...lagian juga kan Dika udh lama bngt mendam perasaannya ke aura ...Smoga Frida Cepet move on
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
aku nunggu part frida sama pria misterius itu lho... kenapa sama dika trus sih....
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
2 kata ... PLIN PLAN....🤭🤭🤭🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
jangan sama dika ya thor... plissss....... jangan ya... sama yg misterius aja... dika mah udah cinta metong sama aura....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!