Suamiku Direbut Kembaranku.

Gita, Wawan dan karyawan lainnya merasa kecewa karena harus kehilangan Reinaldo sebagai bos mereka. Meski belum sampai satu tahun bersama Rei, mereka sudah merasa nyaman dan leluasa bekerja dengannya. Cara dia memimpin mereka sudah sangat membuat mereka merasa nyaman dan merasa berada di tempat yang tepat. Namun, pagi ini Rei malah mengatakan akan mengundurkan diri. Dia menyerahkan tanggung jawabnya pada temannya untuk mengurus web novel itu berikutnya.

Belum usai rasa sedih karena Rania yang menghilang tiba tiba tampa kabar, kini malah harus berpisah lagi dengan bos mereka.

"Say, apa mungkin hilangnya Rania dengan pengunduran diri bos ada kaitannya?" Gita mulai menerka.

"Aduh say, mana mungkin. Rania kan menghilang setelah menggugat cerai suaminya yang selingkuh dan itu sudah hampir tiga bulan yang lalu."

"Iya juga sih, jadi aku rasa tidak ada kaitannya sama sekali."

"Benar tu say, nggak berkaitan sama sekali kok. Jadi, jangan menyebar gosip sembarangan."

"Lagian kamu juga kan berteman dekat dengan Rania, kok bisa bisanya menyebar gosip begitu." Celoteh mereka protes pada Gita.

"Ya aku sih tidak bermaksud begitu say. Hanya saja aku merasa aneh gitu, Rania menghilang tampa jejak dan sampai sekarang pun tidak ada yang tahu keberadaannya. Jadi, aku bawaanya curiga aja sama orang orang yang mungkin saja menyembunyikan keberadaan Rania." Ungkap Gita.

Mereka semua mengangguk setuju dengan apa yang Gita katakan. Meski mungkin Rei memang sama sekali tidak bersangkutan dengan menghilangnya Rania.

Setelah menyelesaikan semua urusan pengunduran dirinya, Rei langsung berangkat ke Bandung dengan menggunakan mobil. Dia menyetir sendiri dari Jakarta ke Bandung. Keputusannya untuk kembali ke Bandung bukan tampa alasan, dia ingin mengurus galeri seni dan juga studio foto miliknya.

Di tempat yang berbeda, Rania sedang sibuk mencuci piring di dapur rumah makan. Sementara mbak Dila melayani pelanggan yang berdatangan untuk makan siang. Semenjak Rania bekerja dengannya, rumah makannya ramai kedatangan pelanggan. Tiga hari ini semua makanan habis tak sersisa tepat setelah jam delapan malam. Kalau dulu makanan masih tersedia bahkan sampai jam sebelas malam.

Dila merasa senang, dia merasa kehadiran Rania membawa berkah dan rezeki yang berlimpah untuknya. Rania bertugas membantunya menyiapkan bahan masakan, bersih bersih dan mencuci piring. Awalnya Dila hanya akan memberi gaji lima puluh ribu perhari saja, tapi karena laris jadi dia memutuskan memberikan Rania gaji seratus ribu per hari.

"Nia, bisa bantu buatkan sambal ijo?" Dila menghampiri Rania yang sedang mencuci piring.

"Sambal ijo nya habis ya mbak?" Tanya Rania.

"Iya. Mereka bilang sambal ijo nya enak." Menyampaikan pujian pelanggan pada Rania yang menambahkan menu sambal ijo itu untuk pelengkap makan mereka.

Rania hanya tersenyum. Resep sambal ijo itu di dapatnya dari almarhum ibunya yang dulu sambal ijo itu sangat disukai Ayah. Tapi, sejak Ayah meninggal, ibu tidak pernah mau membuat sambal ijo lagi. Tapi, Rania masih tetap mengingat resep dan cara membuatnya dengan baik.

"Jangan lama lama, ya. Pelanggan sudah pada nanyain sambal ijo nya dek!" Seru Dila yang sudah melangkah meninggalkan dapur.

"Siap mbak. Nanti kalau sudah siap langsung Nia antar kedepan sambalnya." Ujar Rania yang mulai meracik bumbu sambal ijo.

"Sambal selezat ini sangat sayang untuk disimpan sendiri. Ibu pasti memikirkan ayah setiap kali membuat sambal ijo, makanya sejak ayah meninggal ibu memutuskan berhenti membuat sambal ijo." Gumamnya.