Kisah menakjubkan tentang perpindahan Jiwa seorang Ratu Mafia ke dalam Tubuh seorang Gadis Cupu yang diabaikan dan direndahkan oleh keluarganya.
Gadis Cupu itu terus-menerus dianggap tidak berarti oleh keluarganya.
Namun semua hinaan dan pandangan meremehkan itu tak pernah mampu mematahkan semangat nya.
Penuh Drama yang menegangkan, mari ikuti Perjalanan Hidup Mafia Queen X Gadis Cupu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrinsesAna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
Pagi itu, Ara terbangun dengan perasaan bahagia karena kini berada di tengah keluarga tercintanya. Ia segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Setelah selesai bersiap, Ara turun ke ruang makan untuk sarapan bersama sahabat-sahabatnya dan kedua orang tuanya.
"Selamat pagi, semuanya," sapa Ara sambil tersenyum manis.
"Selamat pagi, putri kecil Daddy," jawab Raymond penuh kasih.
"Selamat pagi, sayang. Ayo duduk di dekat Mommy," ujar Lena sambil tersenyum hangat kepada putrinya.
"Selamat pagi juga, Ra," sahut salah satu sahabat Ara.
"Yuk, sarapan dulu, anak-anak. Jangan sampai kalian terlambat ke sekolah," kata Raymond mengingatkan.
Mereka pun mulai sarapan dengan tenang tanpa berbicara, menikmati makanan yang tersaji. Setelah selesai, Ara dan sahabat-sahabatnya berpamitan untuk pergi ke sekolah.
"Mom, Dad, Ara berangkat dulu, ya," ucap Ara sambil mencium tangan kedua orang tuanya, diikuti oleh para sahabatnya.
"Iya, hati-hati, ya, semuanya. Hmm, nanti anak Mommy pulang ke sini lagi, kan?" tanya Lena dengan nada penuh harap.
"Maaf, Mom. Ara belum bisa tinggal di sini. Ara rencananya mau tinggal di mansion yang sudah Ara beli. Tapi tenang saja, Ara akan sering main ke sini," jawab Ara dengan lembut.
"Kamu yakin, Putri? Daddy dan Mommy tidak mau kamu kenapa-kenapa, sayang," ucap Raymond penuh kekhawatiran.
"Ara yakin, Dad. Jangan cemas, Ara bisa menjaga diri," jawab Ara meyakinkan mereka.
"Huff... baiklah, Putri. Tapi janji, ya, harus sering main ke sini. Dan kalian semua juga harus sering mampir," ujar Lena akhirnya menyerah pada keputusan putrinya.
"Iya, Dad, Mom. Kami berangkat dulu," kata Ara sambil tersenyum. Ia lalu masuk ke mobil kesayangannya, diikuti oleh sahabat-sahabatnya.
Ara mengendarai mobil yang dulu sering ia gunakan saat masih menjadi Alea. Mobil tersebut telah dimodifikasi sedemikian rupa hingga terlihat sangat istimewa, dan hanya Ara yang memilikinya. Di belakangnya, sahabat-sahabatnya mengikuti dengan mobil-mobil mewah mereka masing-masing. Jessika dan Risa menggunakan mobil mereka sendiri, diikuti oleh Manda dan Nabila, sementara Varo dan Lucas berbagi satu mobil, begitu pula El dan Azka.
Konvoi mobil-mobil mewah mereka menarik perhatian pengguna jalan, membuat banyak orang berdecak kagum. Lima mobil tersebut tampak begitu elegan dengan harga yang fantastis. Ara memang memiliki hobi mengoleksi mobil sport dan memodifikasinya sendiri, sehingga setiap mobil tampak unik dan memukau. Sesampainya di wilayah sekolah, Ara memasuki area parkir, diikuti oleh sahabat-sahabatnya.
BRUMMM..
BRUMMMMMM..
BRUMMMM...
BRUMMMM..
Kehadiran Ara dan para sahabatnya langsung mencuri perhatian seluruh penghuni sekolah. Bagaimana tidak? Mereka datang menggunakan mobil sport mewah yang harganya fantastis.
"Wih, siapa tuh murid baru?" "Keren banget mobilnya, woi!" "Kalau cewek, gue jadiin pacar, sih." "Yee, mana mau dia sama cowok modelan kayak lo!"
Begitulah suara riuh para siswa. Ara keluar dari mobil dengan gaya slow motion, mengenakan kacamata hitam yang bertengger manis di hidungnya, membuatnya terlihat semakin keren. Di belakangnya, para sahabatnya mengikuti dengan gaya tak kalah memukau.
"Anjir, itu Ara, woi! Mana cakep banget lagi!" "Gak heran, kan pemilik sekolah." "Nabila gemes banget. Risa sama Ara badas banget, woi!" "Jessika cantik banget. Manda apalagi, makin cakep aja!" "Varo ganteng banget, yuk nikah!" "Aaaah, Azka makin keren aja!" "El sama Lucas juga gak kalah keren!"
Pujian dan teriakan itu terus terdengar, tapi Ara hanya bersikap cuek. Berbeda dengan Varo, yang sudah mulai tebar pesona seperti biasa—maklum, dia memang playboy.
"Berasa jadi artis gue," ucap Varo sambil melambai ke arah para siswi. "Kumat lagi penyakitnya," sindir El dengan wajah kesal, membuat Lucas dan Azka tertawa.
Saat mereka sedang asyik tertawa, tiba-tiba suara deru mobil sport lainnya kembali mencuri perhatian. Mobil itu berhenti di dekat mobil Ara dan sahabatnya. Ara dan teman-temannya, yang sudah tahu siapa pemilik mobil itu, hanya bersikap acuh.
BRUMMM
BRUMM...
Setelah mobil itu terparkir, keluarlah dua sosok yang mereka kenal: Kenzo dan Darren.
"Morning, baby," sapa Darren pada Ara. "Morning, abang," balas Ara dengan senyum manis.
"Tumben nih, princess, pagi ini wajahnya berseri banget. Ada apa?" tanya Kenzo sambil memperhatikan wajah bahagia Ara. "Nanti deh Ara ceritain. Gimana, udah selesai?" tanya Ara pada kedua kakaknya. "Udah dong," jawab Kenzo, yang diangguki Darren.
"Abang berdua mana oleh-olehnya buat Ila? Kan udah janji," ucap Nabila sambil mengerucutkan bibirnya. Melihat wajah Nabila yang menggemaskan, mereka pun tertawa kecil.
"Tenang aja, Abang beliin kok. Nanti Abang kasih buat kalian semua juga," ujar Kenzo, bukan Darren yang menjawab.
"Seriusan, Bang? Wah, makasih banyak, Abang!" sahut Nabila dengan mata berbinar.
"Cabut," ucap Ara sambil melangkah lebih dulu, diikuti Darren dan Risa. Ketiganya berjalan dengan ekspresi datar dan dingin, tak lupa dengan tatapan mata tajam mereka. Di belakangnya, Jessia dan Manda menyusul, lalu Kenzo dan Nabila, disusul Varo, Lucas, Azka, dan El.
Dari kejauhan, anggota inti Bruiser memperhatikan Ara dan teman-temannya dengan tatapan sulit diartikan, kecuali Gio yang tidak hadir.
"Eh, ada Neng Ara. Mau nyamperin Bang Gavin, ya?" ucap Ryan, menghentikan langkah Ara.
"Gue minta maaf, Ara, atas sikap gue ke elo selama ini," kata Gavin sambil menatap Ara, berusaha menggenggam tangannya. Namun, Ara menepisnya. Para sahabat Ara langsung menatap tajam ke arah anggota inti Bruiser.
"Baru sekarang lo minta maaf? Setelah semua yang lo lakuin ke sahabat gue?" tukas Manda dengan sinis, menatap Gavin tajam. Sejak dulu, Manda memang tidak suka dengan Gavin yang sering kasar kepada Ara.
"Gue nggak ngomong sama lo, gue ngomong sama Ara. Ara, plis maafin gue. Gue nyesel banget, Ra. Gue mohon, maafin gue, dan kita mulai semuanya dari awal. Gue yakin lo masih cinta sama gue, kan?" ucap Gavin penuh percaya diri, membuat sahabat-sahabat Ara tertawa terbahak-bahak, kecuali Risa dan Darren yang tetap memasang wajah datar.
"Kenapa kalian ketawa? Ara pasti masih cinta sama gue. Nggak mungkin secepat itu dia move on, bener kan, Ra?" lanjut Gavin, semakin yakin. Namun, tawa mereka malah makin keras.
"Gue cinta sama lo? Maaf, kemarin gue ngejar lo cuma karena gabut aja," balas Ara dengan nada meremehkan.
"Gila... cuma gabut, nggak tuh!" seru Manda sambil tertawa.
"Parah banget! Gabut doang lo, Ra!" timpal Jessia.
"Kasian banget sih, orang Ara cuma gabut. Yakali beneran suka sama modelan kayak lo," komentar El dengan nada pedas dan wajah tanpa dosa, membuat mereka kembali tertawa.
"Yoi, bener banget, El. Lagian nih, Ara juga udah punya cowok, dong. Dibandingin sama lo, jelas beda jauh!" tambah Jessia.
"Nggak mungkin! Emang siapa cowok lo?" tanya Gavin, tak terima.
"Gio," jawab Ara singkat, padat, dan jelas.
Deg.
Gavin tertegun. Bagaimana mungkin Ara berpacaran dengan Gio? Tidak boleh! Gavin tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Dia yakin Ara masih cinta padanya.
"Wah, daebak! Dengar kan? Gio! Soal ganteng, jelas Gio lebih unggul. Soal kaya, apalagi! Jadi udah pasti lo kalah jauh dibanding Gio," ujar Jessia sambil tersenyum sinis. Ara pun menatap tajam ke arah anggota inti Bruiser.
"Cabut," ucap Ara, melanjutkan langkahnya, diikuti oleh sahabat-sahabatnya.
Arga dan Arka hanya bisa menatap Ara dengan ekspresi sendu. Mereka ingin meminta maaf, tetapi melihat Ara yang sedang marah, mereka memutuskan untuk menunda niat tersebut. Mereka akan mencari waktu lain untuk berbicara dengan Ara.
"Jadi, Gio beneran pacaran sama Ara?" tanya Ryan.
"Kayaknya sih iya. Lihat aja cara Gio bersikap ke Ara. Fix, mereka udah jadian," jawab Alvin.
"Tapi sepi banget ya, Lucas udah nggak mau gabung sama kita," ujar Ryan lagi.
"Mungkin dia masih marah sama kita. Nanti kita coba ajak bicara," timpal Alvin.
"Iya, lo bener juga," sahut Ryan.
Mereka pun melanjutkan langkah menuju kelas.
Di tempat lain, seorang pria sedang berada di dalam sebuah ruangan.
"Permisi, Bos. Hari ini kami akan bergerak untuk menyelamatkan orang itu," lapor salah satu anak buah pria tersebut.
"Lakukan, dan pastikan orang itu selamat. Jangan sampai kalian ketahuan, paham?" balas pria itu dengan tegas.
"Baik, Bos. Tenang saja, orang suruhan kita yang berada di tempat itu sudah memberi kabar. Tapi orang suruhan kita tak bisa tahu siapa ketuanya di situ, Bos, karena setiap pertemuan pemimpinnya memakai topeng, begitu juga semua anggota intinya," ucapnya.
"Baik, Bos. Tenang saja, orang suruhan kita di tempat itu sudah memberi kabar. Tapi mereka tidak bisa mengetahui siapa ketuanya di sana, Bos. Soalnya, setiap pertemuan pemimpinnya selalu memakai topeng, dan semua anggota intinya juga sangat tertutup," lapornya.
"Sial... siapa mereka sebenarnya? Sudahlah, nanti kita coba cari tahu. Tetap suruh dia di sana untuk terus mengumpulkan informasi," ucap pria itu tegas. Bawahannya pun segera pergi untuk menjalankan perintah.
"Siapa dia sebenarnya? Kenapa begitu sulit mencari tahu tentang dirinya..." gumam pria itu dalam hati.
Sementara itu, di tempat lain, seorang pemuda sedang membaca informasi yang baru saja didapatnya.
"Jadi, mereka ingin bermain-main rupanya," ucap pemuda itu dengan senyum tipis di wajahnya.
"Gimana rencana lo?" tanya temannya yang berada di dekatnya.
"Tetap awasi semua pergerakan mereka, dan hati-hati. Jangan sampai ketahuan," jawab pemuda itu dengan nada serius.
"Oke, gue cabut dulu," balas temannya sambil melangkah pergi, meninggalkan pemuda itu sendiri dengan tatapan mata yang sulit diartikan.