"Tolong mas, jelaskan padaku tentang apa yang kamu lakukan tadi pada Sophi!" Renata berdiri menatap Fauzan dengan sorot dingin dan menuntut. Dadanya bergemuruh ngilu, saat sekelebat bayangan suaminya yang tengah memeluk Sophi dari belakang dengan mesra kembali menari-nari di kepalanya.
"Baiklah kalau tidak mau bicara, biar aku saja yang mencari tahu dengan caraku sendiri!" Seru Renata dengan sorot mata dingin. Keterdiaman Fauzan adalah sebuah jawaban, kalau antara suaminya dengan Sophia ada sesuatu yang telah terjadi tanpa sepengetahuannya.
Apa yang telah terjadi antara Fauzan dan Sophia?
Ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 33
Fauzan duduki kursi tunggu di depan ruang IGD, ia tak menghiraukan Sophia yang sedari tadi mondar mandir menghampiri Ikram yang berdiri di samping pintu ruangan yang tertutup rapat. Pikirannya kacau, bagaimana ibunya bisa memiliki keinginan yang menurutnya konyol dimana ia harus menikahi istri dari almarhum Fajar adik kandungnya sendiri. Bagaimana dengan Renata-istrinya, meskipun Renata sangat menyayangi Sophia tapi bukan berarti mau berbagi suami.
Derit pintu yang terbuka diikuti suara laki-laki membuyarkan racauan Fauzan, ia segera menghampiri Ikram yang tengah berbicara dengan seorang dokter yang ditemani seorang perawat yang memegang catatan.
"Alhamdulillah dokter, terimakasih banyak." Ikram menghembus napas lega kemudian menjabat tangan sang dokter yang tersenyum ramah.
"Sama-sama pak. Sekarang silahkan selesaikan dulu administrasinya karena sebentar lagi nyonya Kartika akan segera dipindahkan ke ruang rawat. Dan satu lagi, meskipun ini baru gejala tapi tidak menutup kemungkinan hal buruk tidak akan terjadi. Usahakan untuk tidak membuat beliau stress, banyak pikiran dan kaget yang berlebihan karena obat paling ampuh buat semua penyakit adalah support keluarga." Tutur dokter panjang lebar sebelum akhirnya pamit pada Ikram.
"Pak!"
"Ibumu kena gejala jantung, tapi tidak apa-apa." Ikram menghela napas seraya menepuk bahu lebar Fauzan, pria itu berusaha tersenyum untuk menenangkan putra semata wayangnya. "Kamu jaga disini! Bapak mau urus administrasinya dulu."
"Biar aku saja! Bapak yang disini." Tanpa menunggu jawaban Ikram, Fauzan bergegas meninggalkan ruang IGD. Ia mengedarkan pandangannya mencari keterangan petunjuk dimana ruang administrasi supaya bisa segera menyelesaikan pembayaran dan ibunya mendapatkan perawatan yang baik.
.
.
.
"Pak, ibu sakit apa kata dokter?" Kartika yang sudah berada di kamar rawatnya menatap Ikram yang sedari tadi duduk di sisi ranjang bersebelahan dengan Sophia. Sedangkan Fauzan duduk di sofa menyandarkan punggungnya dengan mata yang memejam. Tak terlihat ada niat untuk mendekat kearah ranjang, hanya helaan napas berat yang berulang kali di hembuskannya.
Ikram menoleh ke arah Sophia kemudian melirik Fauzan yang masih diam tak bereaksi, "Kata dokter ibu hanya kelelahan." Sahut Ikram diakhiri helaan napas berat.
"Bapak enggak bohong kan?"
"Buat apa bapak bohong. Sekarang ibu harus banyak istirahat biar cepat sembuh."
Tak ada lagi kata yang keluar dari bibir Kartika, perempuan paruh baya itu terdiam. Hanya air mata yang meleleh membasahi pipinya setelah sesaat ia menatap Fauzan yang seolah tak menghiraukannya.
"Ibu mau pulang saja." Lirih Kartika seraya bergerak hendak bangkit namun ia kembali terhempas sambil meraba dada sebelah kirinya, sshhh." Desisnya pelan seperti menahan rasa sakit. Membuat Sophia tersentak begitu pun dengan Ikram.
"Bu, jangan banyak gerak. Ibu harus sabar dulu disini sampai sembuh, ada kami yang akan selalu menemani ibu." Sophia mengusap tangan Kartika dengan hati-hati, sedari tadi ia menunduk tak berani menoleh ke arah Fauzan yang ia tahu kakak iparnya itu tengah menunjukkan protes dengan tidak mempedulikan Kartika.
"Benar yang dikatakan Sophie. Ibu harus sabar dan jangan pikirkan hal lain dulu."
"Enggak pak, Ibu mau pulang! Biarkan saja ibu sakit, ibu ikhlas karena ibu juga tidak mau merepotkan orang lain. Lebih baik ibu menyusul Fajar dan menemani dia supaya kalian tenang."
"Ya Allah Bu, jangan bicara seperti itu. Ibu istighfar ya." Sophia menyeka keringat dan air mata Kartika.
"Ssshhh." Kartika meringis sambil memegang kepalanya. Perempuan paruh baya itu kembali menangis.
Fauzan yang sedari tadi hanya diam dengan mata yang terpejam akhirnya bangkit, ia melangkah menghampiri sisi ranjang. Menatap wajah Kartika yang masih meringis menahan sakit. "Ibu mau sampai kapan seperti ini? Ibu mau sembuh apa enggak?" Cecarnya dengan suara yang tertahan.
"Zan!" Ikram menyentuh lengan putranya. "Lembutkan suaramu didepan ibu!" Tegurnya pada Fauzan, sesalah apapun Kartika tapi ia tidak membenarkan tindakan Fauzan yang meninggikan suara pada Kartika.
"Maaf." Fauzan meraup kasar wajahnya terlebih saat melihat air mata ibunya terus mengalir.
"Oke! Aku menyetujui permintaan ibu. Aku mau menikahi Sophie tapi dengan syarat tidak ada tuntutan apapun selain status!"
"Mas!"
"Tidak apa-apa! Besok kita menikah, kabarin orang tuamu." Pungkas Fauzan dengan mata yang memerah menahan amarah dan tangis.
"Zan! kamu pikirkan baik-baik, ini bukan solusi. Kita semua akan baik-baik saja dan ibumu pasti sembuh." Ikram menatap prihatin Fauzan yang tersungkur di lantai dengan kedua lutut yang menopang tubuhnya. "Bu!" Ikram beralih menatap Kartika yang seketika menggelengkan kepala.
.
.
Malam beranjak berganti pagi, sinar matahari mulai merayap di ufuk timur membawa kehangatan dan mengusir sisa-sisa dinginnya malam.
Sophia yang baru selesai membuka gorden serta jendela perlahan ia mendekati ranjang Kartika, setelah memastikan mertuanya itu masih tidur ia bergegas menghampiri Fauzan yang baru saja masuk sembari membawa jinjingan plastik berisi sarapan untuk mereka.
"Mm-mas, boleh kita bicara sebentar?" Ucapnya ragu, ada ketakutan disetiap kata yang keluar dari bibirnya.
"Bicaralah!" Sahut Fauzan datar, meski tak di pungkiri Sophia tidak bersalah namun ia tidak habis pikir kenapa perempuan muda itu tidak bisa mengambil tindakan tegas untuk melawan ibunya dengan cara pulang ke rumah orangtuanya setelah selesai acara 100 harinya Fajar.
Fauzan ayunkan langkahnya kearah sofa. "Bicaralah!" Ucapnya lagi dengan suara rendahnya.
Sophia yang menyadari tatapan tak bersahabat dari Fauzan ia segera duduk, kedua tangannya saling meremat dibalik jilbabnya yang menjuntai menutupi perut. Keberanian yang sedari tadi ia bangun kini hilang entah kemana, namun tak mungkin juga kalau dirinya harus mengelak dan tidak jadi bicara.
"Mas, kita tidak perlu menikah sungguhan. Kita berpura-pura saja di depan ibu, ini terlalu berat buat kita. Aku juga tidak bisa mengkhianati mbak Renata."
"Caranya?" Potong Fauzan.
"Kita pura-pura pulang beberapa saat dan bilang sama ibu kalau kita sudah melakukan akad dirumah." Tutur Sophia dengan suara setengah berbisik. Ia menoleh kearah ranjang memastikan kalau Kartika tidak mendengarnya.
Hufh... Fauzan membuang napas kasar, ia menatap tajam Sophia yang sama sekali tak menatapnya. "Kamu pernah memikirkan kedepannya gimana ibu jika kebohongan itu terbongkar? Sudahlah, jangan bikin masalah tambah rumit. Aku akan mengikuti keinginan ibu tapi hanya untuk sebuah status dan formalitas. Kamu tahu sendiri aku sudah ada Rena dan aku sangat mencintainya, jadi jangan mengharapkan apapun selain status dan uang." Fauzan beranjak dari duduknya namun sebelum melangkah ia kembali menoleh kearah Sophia.
"Sebentar lagi bapak ke sini, kamu siap-siap mas antar pulang dan nanti sebelum Dzuhur kesini lagi sama orang tuamu, akad dilaksanakan setelah Dzuhur."
"Iya mas." Sophia mengangguk tapi tubuhnya tak beranjak sedikitpun dari tempat duduknya.
Aku akan mengikuti keinginan ibu tapi hanya untuk sebuah status dan formalitas. Kamu tahu sendiri aku sudah ada Rena dan aku sangat mencintainya, jadi jangan mengharapkan apapun selain status dan uang.
Ada denyut nyeri yang menghantam dadanya saat Fauzan melontarkan kalimat penegasannya. Memang tidak ada suara meninggi dan hanya kata-kata datar, tapi nada meremehkan untuk dirinya yang mau dinikahi hanya karena uang jelas terdengar dalam suara laki-laki itu.
.
.
.
"Saya terima nikahnya Sophia Elzara binti Wiranata Sanjaya dengan mas kawin tersebut diba-yar tunai!"
"SAH!"
"Barakallahu laka wabaraka 'alaika wajama'a bainakumaa fii khair." Ucap seorang ustadz melantunan do'a yang ditutup dengan kata Aamiin.
"Alhamdulillah saudara Fauzan dan saudari Sophia sudah sah secara agama sebagai suami istri. Halal untuk melakukan apapun dalam hal kebaikan dan itu akan menjadi pahala." Tuturnya lagi diakhiri dengan senyuman.
Tak ada sahutan atau raut lega dari wajah Fauzan ia hanya diam duduk terpaku dengan tatapan kosong. Sedangkan Sophia menangis dalam pelukan Ajeng yang sama-sama banjir air mata, tak berselang lama Sophia bangkit dan menghampiri Kartika yang duduk di kursi roda di dampingi dua orang perawat, ia kembali menumpahkan air matanya.
Tak ada yang berubah dari ruangan tersebut, tak ada dekor atau karangan bunga sebagaimana pada acara pernikahan lainnya. Ruangan hanya dipenuhi haru biru suara Isak tangis.
Flashback off
Fauzan menyeka airmatanya, ia kembali mencium kening Renata yang sudah mengendurkan pelukannya dengan napas yang teratur menandakan istrinya itu sudah dibuai lelap.
Jarum terus berputar namun kantuk tak jua kunjung datang, Fauzan memilih bangkit dari tempat tidurnya ia masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Selang lima menit Fauzan keluar dari kamar mandi, mengambil sajadah dan menggelarnya diatas karpet. Berharap dengan mendekatkan diri dan meminta petunjukNya hati bisa lebih tenang dan bisa menghadapi hari esok tanpa ada luka. Berharap waktu akan berpihak padanya bisa meluluhkan hati sang ibu membatalkan pernikahan dan melapangkan hati Renata.
hahaha ketawa jahat
emang makin agak agak ini bumer satu ini😤😤
biar neng Rena bisa punya alasan kalau mau pisah sama Fauzan 🤩🤩🤩🤩