Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 GEMENTE
GEMENTE...
Mobil daimler hitam memasuki kawasan Gemente, meluncur kencang sepanjang jalan gelombang.
Di dalam mobil ada Maria, Matthijs serta Rexton yang sedang duduk.
Matthijs duduk di kursi depan, bersebelahan dengan Paul yang menyopiri mobil daimler tersebut, dan Maria bersama Rexton duduk di kursi belakang.
Perjalanan panjang ke gemente sangat melelahkan sebab mereka harus menempuh jarak sekitar sehari.
"Kita ke Idjen sekarang, menemui papa disana", kata Maria saat mobil daimler hitam bergerak memasuki kota.
"Siap, nona Maria...", sahut Paul.
"Apa kau sudah memberitahukan kedatangan kita ke papamu, Maria ?" tanya Rexton.
"Sudah, aku mengirim surat melalui pos sehari sebelum kita kesini", sahut Maria.
"Apa sudah diterima sama papamu ?" tanya Rexton.
"Tepatnya aku sendiri tidak tahu, apa suratnya sampai atau belum, tapi kita langsung ke rumah dinas papa saja", sahut Maria.
"Ya, baiklah...", kata Rexton.
Suasana kembali hening, dan mobil daimler hitam terus bergerak memasuki kota gemente.
Kawasan gemente terasa sepi, tempat ini masih belum sepadat kota Batavia yang sangat ramai, area kosong masih terlihat di gemente.
Mobil daimler hitam mulai menuju ke jalan Idjen.
Sebuah rumah besar bercat putih dengan jendela berlapis lebar berdiri kokoh di lahan tanah yang luas.
"Apa benar ini rumah dinas meneer ?" tanya Paul.
"Sepertinya iya, kata mama, alamatnya memang disini, kita coba tanyakan kebenarannya saja", sahut Maria.
"Saya parkir mobil dulu, biar anda bisa turun dengan mudah", kata Paul.
"Ya, Paul...", sahut Maria.
Paul segera memarkirkan mobil daimler hitam yang mereka naiki ke area pekarangan kosong dekat gazebo.
Tampak Maria bergegas turun dari dalam mobil, dirapikannya letak gaun panjangnya sebelum melangkah lagi.
"Aku akan bertanya ke rumah itu dulu", kata Maria kepada Rexton yang masih duduk di mobil.
"Ya...", sahut Rexton dengan anggukkan kepala ringan.
Maria segera menutup pintu mobil lalu berjalan menuju rumah bergaya Indis, terlihat langkahnya anggun setiap dia melangkahkan kaki.
Satu langkah, dia naik ke teras rumah, bersamaan itu pula pintu rumah dibuka oleh pemiliknya.
Maria menengadahkan pandangannya ke atas, dia melihat sosok laki-laki yang selama ini dia rindukan dan selalu dia nantikan kepulangannya.
"Papa...", sapanya dengan suara bergetar.
Laki-laki berjas putih lengkap menoleh ke arah Maria kemudian dia tersenyum.
"Maria...", sahutnya.
Tak lama kemudian, mereka berkumpul di satu ruangan yang ada di rumah dinas Grand duke Herman.
"Apa kabar papa disini ?" tanya Maria.
"Papa baik-baik saja disini, dan kau sendiri bagaimana rencana pernikahanmu dengan Prinsen ?" tanya balik papa.
Sesaat gerakan tangan Maria terhenti, dia terdiam.
Grand duke Herman melirik sekilas ke arah Maria lalu ke arah Rexton.
"Ehem..., sepertinya kau belum mengenalkannya...", kata papa sembari meletakkan cangkirnya ke atas tatakan.
Maria tersentak lalu merespon cepat, dia menoleh ke arah Rexton yang duduk disebelahnya.
"Oh, aku hampir lupa mengenalkan kepada papa, dia Rexton...", kata Maria.
"Rexton Brox Mackenzie...", kata papa.
Maria tertegun lalu menatap ke arah papanya.
"Bagaimana papa bisa tahu nama lengkap Rexton padahal aku baru akan mengenalkannya pada papa ?" tanya Maria.
Grand duke Herman tersenyum tipis kemudian menatap ke arah Rexton.
"Letnan Jenderal Rexton Brox Mackenzie...", panggil papa.
"Ya...", sahut Rexton.
"Kedatangan anda dari Inggris ke di Land-en Volkenkunde adalah sebagai intelijen, bukankah anda membahayakan diri anda sendiri karena masuk lubang buaya", kata papa.
"Bagaimana anda bisa paham atas maksud kedatangan saya ke Land-en Volkenkunde ini, tugas rahasia ini semestinya tidak diketahui siapapun juga", sahut Rexton.
"Sebelumnya gubernur Viscount mengirimkan surat kepada saya lewat jasa kurir kuda, surat itu berisi pemberitahuan tentang kedatangan seorang Letnan Jenderal dari Inggris ke di Land-en Volkenkunde, tapi saya belum tahu pasti siapa orangnya", kata papa.
"Rupanya begitu, ya", kata Rexton. "Dan saya mengerti hal itu dengan teramat jelas", sambungnya.
"Sepertinya gubernur sangat waspada terhadap kedatangan anda disini, sampai-sampai beliau mengirimkan anda ke kediaman saya untuk mengantisipasi ancaman yang mungkin bisa timbul", kata papa.
"Karena itulah anda menebak maksud kedatangan saya di di Land-en Volkenkunde ini bahwa saya kemari dengan misi intelijen disebabkan faktor dari gubernur Viscount mengirim saya ke rumah pribadi anda", kata Rexton.
"Biasanya gubernur Viscount akan menguji setiap tamunya, kalau tidak mengirim ke rumah saya atau ke kediaman meneer lainnya sebagai ajang penilaian baginya, apakah tujuan sebenarnya kedatangan tamu-tamunya", ucap papa.
"Dan anda menangkap maksud dari tujuan gubernur sebagai petunjuk siapa saya", kata Rexton.
"Benar, ibarat kata, jangan menaruh telur-telur anda pada satu keranjang yang sama bila keranjang itu jatuh maka pecah lah semua isi telur-telur itu", sahut papa.
Rexton tertawa dangkal, ujung bibirnya naik tajam.
"Tidak semua investasi harus untung terkadang kita pasti merugi, Grand duke Herman", sahutnya tenang.
"Dan anda paham jika saya bisa saja membocorkan rahasia anda pada gubernur Viscount", kata papa.
Tiba-tiba Maria menyela pembicaraan diantara papanya dan Rexton.
"Papa, kumohon pada papa untuk tidak membocorkan rahasia tentang Rexton pada siapapun juga, ini akan membayahakan nyawa Rexton", ucapnya khawatir.
Grand duke Herman agak tersentak kaget lalu dia tersenyum mengerti.
"Sejak kapan kalian menjalin hubungan dekat, belum intim kan ?" tanya papa.
Maria tak bisa menyembunyikan rasa malunya terhadap sindiran papanya, mukanya langsung merah padam dan tertunduk dalam.
"Kenapa kau khianati Prinsen, bukankah kalian sudah bertunangan ?" tanya papa.
"A-aku... ???" sahut Maria gugup.
"Prinsen berselingkuh, papa", sahut Matthijs menyela pembicaraan.
Grand duke Herman semakin terkejut, dia memalingkan wajahnya ke arah Matthijs, putranya dan menatapnya serius.
"Apa kau bilang, Prinsen berselingkuh, dengan siapa ? Kau punya bukti ?" tanya papa.
Matthijs memalingkan muka ke arah Maria dan Rexton secara bergantian.
"Kata Maria, tunangannya berselingkuh dengan Haven", kata Matthijs.
"Haven ?" ucap papa.
"Ya, Haven, sepupu kami", sahut Matthijs dengan anggukkan kepala.
Grand duke Herman langsung tertawa, wajahnya memerah karena tawa.
"Mana mungkin dengan Haven ?! Jika kalian tidak punya bukti kuat, jangan menuduh sembarangan, tidak baik menfitnah orang lain", kata papa sembari menyeka air matanya.
"Yah, memang kami tidak punya bukti kuat, tapi Maria sudah menikah kontrak dengan Rexton", sahut Matthijs jujur.
"Matthijs !" teriak Maria.
Grand duke Herman langsung terdiam, kali ini ekspresi wajahnya sangat serius saat menatap ke arah Maria.
"Maria !" sentak papa.
Maria langsung terdiam dan terduduk kembali sedangkan pandangannya tertunduk.
"Apa benar yang dikatakan oleh adik laki-lakimu itu ?" tegur papa sembari beranjak berdiri.
Maria terkesiap dingin, dia hanya bisa menunduk dan terdiam.
"Bagaimana kami mengajarimu supaya kau bisa menjadi seorang lady, Maria !" tegur papa.
Grand duke Herman melepaskan tali ikat pinggangnya dan dia berniat akan mencambuk Maria.
Ketika tangan Grand duke Herman terangkat naik, Rexton beranjak dari tempatnya duduk lalu melangkah maju.
"Silahkan pukul saya saja karena saya lah yang meminta pada Maria sebagai pasangan saya, Grand duke Herman !" kata Rexton gagah.
Sorot mata Rexton dan Grand duke Herman saling beradu tajam, mereka berpandangan serius.
Grand duke Herman menggertakkan giginya, wajahnya memanas menahan emosinya sedangkan tangannya yang memegang tali ikat pinggang bergetar kuat.
Tiba-tiba Matthijs berlari mendekat ke arah papanya, dirangkulnya pinggang Grand duke Herman erat-erat.
"Tolong, jangan sakiti Maria, papa !" ucap Matthijs.
Seketika suasana di ruangan rumah dinas Grand duke Herman terasa sunyi sekali, berubah tegang serta memanas dan udara sejuk yang selalu berhembus di wilayah gemente tak terasa lagi oleh semua orang yang ada di kediaman dinas saat ini.