Setelah Mahesa Sura menemukan bahwa ia adalah putra seorang bangsawan yang seharusnya menjadi seorang raja, ia pun menyusun sebuah rencana untuk mengambil kembali hak yang seharusnya menjadi milik nya.
Darah biru yang mengalir dalam tubuhnya menjadi modal awal bagi nya untuk membangun kekuatan dari rakyat. Intrik-intrik istana kini mewarnai hari hari Mahesa Sura yang harus berjuang melawan kekuasaan orang yang seharusnya tidak duduk di singgasana kerajaan.
Akankah perjuangan Mahesa Sura ini akan berhasil? Bagaimana kisah asmara nya dengan Cempakawangi, Dewi Jinggawati ataupun Putri Bhre Lodaya selanjutnya? Temukan jawabannya di Titisan Darah Biru 2 : Singgasana Berdarah hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembunuh Bayaran
"Kirimkan pembunuh berilmu tinggi..!"
Suara Werdhamantri Gajah Mungkur membuat Bhre Dyah Sindupati menyeringai lebar. Dia langsung menyetujui usulan ini dalam hati.
"Lalu siapa orang yang kau usulkan untuk membunuh Mahesa Sura, Paman Werdhamantri?
Kau tahu bahwa Si Iblis Wulung adalah seorang pendekar hebat yang tak akan mudah untuk dibunuh begitu saja", tanya Bhre Dyah Sindupati segera.
" Aku tahu itu Gusti Bhre...
Tak mudah untuk membinasakan si keparat kecil itu. Tetapi kita bisa memanfaatkan dirinya sebagai seorang laki-laki. Kita tahu bahwa setiap lelaki pasti tak akan bisa menolak godaan dari seorang wanita cantik, sehebat apapun dia. Kita bisa menggunakan hal itu untuk mendekati Mahesa Sura dan membunuh nya", tangan Werdhamantri Gajah Mungkur mengepal erat penuh keyakinan.
"Maksud mu kita mengutus seorang pembunuh perempuan? Tapi siapa perempuan yang cukup hebat untuk membunuh seorang Iblis Wulung? ", lanjut Bhre Dyah Sindupati yang semakin penasaran dengan ide Werdhamantri Gajah Mungkur.
" Murid Dewi Malam Beracun yang dijuluki sebagai Iblis Berwajah Bidadari, UTARI...!! "
Mendengar nama ini disebut oleh Werdhamantri Gajah Mungkur, Bhre Dyah Sindupati dan Patih Lembu Wungu langsung berpikir keras.
Beberapa purnama terakhir, muncul seorang pendekar perempuan yang namanya langsung menggegerkan dunia persilatan Tanah Jawa. Di muncul dari wilayah timur Daha yang dekat dengan perbatasan dengan Keling. Konon wajahnya secantik bidadari tetapi ia sangat kejam membantai seluruh anggota Perguruan Tongkat Emas yang berjumlah ratusan orang bahkan Ki Manik Rasa pimpinan perguruan silat itu tewas dengan cara yang mengenaskan.
Tak cuma itu, satu desa di kaki Bukit Lanjar juga di bantai habis hanya karena pendekar perempuan itu tersinggung dengan ulah salah anak kepala desa yang berani menggodanya. Dalam waktu sehari saja, desa yang terkenal sebagai penghasil hewan buruan terbaik ini lenyap dari muka bumi.
Dari yang berita yang berhasil dikumpulkan, pendekar perempuan ini bernama Utari, putri dari seorang penari tledek yang lahir dari pemerkosaan oleh penggemarnya. Ia yang sejak kecil kelahirannya tak diharapkan, tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Saat Dewi Malam Beracun mengangkat nya sebagai murid saat berusia 10 tahun, ia menjadi perempuan yang cepat mempelajari ilmu ilmu silat dan kanuragan yang diajarkan pada nya. Ia tumbuh menjadi gadis jelita tetapi berhati setan.
"Tapi keberadaan iblis perempuan itu sangat sulit untuk diketahui, Werdhamantri..
Bagaimana cara kita untuk menghubungi nya? ", kini Patih Lembu Wungu ikut bicara.
Werdhamantri Gajah Mungkur tersenyum sinis mendengar pertanyaan dari warangka praja Kertabhumi itu.
" Aku punya cara ku sendiri untuk menemukan nya, Gusti Patih...
Tinggal tunggu saja kabar baik dari ku ", jawab Werdhamantri Gajah Mungkur segera.
Bhre Dyah Sindupati dan Patih Lembu Wungu hanya bisa menghela nafas berat setelah mendengar apa yang dikatakan oleh sang penasehat utama Mandala Kertabhumi itu. Mereka sungguh berharap bahwa si pembunuh yang akan disewa bisa melaksanakan tugas nya. Mereka sungguh khawatir jika masalah Mahesa Sura akan terdengar di telinga Maharaja Dyah Hayam Wuruk. Jika itu sampai terjadi, sungguh akan menjadi bencana bagi mereka.
Siang itu juga Werdhamantri Gajah Mungkur menaiki kereta kuda meninggalkan Kota Anjuk Ladang ke arah timur. Ditemani oleh Gembil kusir kereta yang sudah mengabdi kepada nya sejak masih muda dan dua pengawal pribadi nya Singonegoro dan Julungpujud, kereta kuda itu terus bergerak menuju ke arah tepian Sungai Kapulungan.
Dengan menumpang perahu penyeberangan, mereka sampai di wilayah Daha. Kereta kuda itu terus menyusuri jalan ke arah timur di utara Kali Harinjing hingga sampai di hulu dimana sebuah rumah tua yang dikelilingi oleh taman bebungaan seperti kamboja dan kenanga berada. Sekilas rumah tua ini terkesan angker dan seram tetapi disana lah kereta kuda yang ditumpangi oleh Werdhamantri Gajah Mungkur berhenti.
Dua orang perempuan muda dengan dandanan menor dan pakaian minim yang sedang memetik bunga, langsung menghentikan pekerjaan nya ketika melihat kereta kuda itu berhenti. Keduanya bergegas mendekati kereta kuda itu.
"Mau apa kemari? Guru kami tidak menerima tamu. Cepat pergi dari sini..", ucap si perempuan baju merah segera.
" Kurang ajar! Kau sungguh lancang sekali. Apa kau tidak tahu siapa orang yang ada dalam kereta kuda ini hah?!!! ", balas Singonegoro yang tidak suka dengan nada bicara si perempuan baju merah.
"Siapapun dia, aku tidak peduli. Guru kami sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun! Pergi dari sini atau kami terpaksa harus mengusir kalian dengan kekerasan!", sahut si perempuan baju hijau muda tak kalah garang.
Huuhhhhhhh..!!!
" Sekelas cecunguk saja berani bertingkah..! ", demikian suara yang terdengar dari dalam kereta kuda sebelum gelombang kuat tenaga dalam menyapu ke arah si perempuan baju merah dan baju hijau.
Keduanya yang tidak mundur akan datangnya hal itu, langsung terpental ke belakang dan jatuh menimpa bebungaan yang ada di halaman rumah tua itu. Darah segar meleleh keluar dari sudut mulut mereka tetapi keduanya cepat bangkit dari tempat jatuhnya.
"Celaka, ada siluman tua dalam kereta kuda itu Kangmbok Mawar. Apa yang harus kita lakukan? ", ucap si perempuan baju hijau muda penuh kepanikan.
" Sebaiknya kau cari saudari kita, Seruni...
Aku akan mencoba untuk menahan mereka selama mungkin. Cepatlah! ", perintah si baju merah segera. Si perempuan baju hijau muda yang dipanggil dengan sebutan Seruni itu hendak bergerak tetapi tiba-tiba..
" Tidak perlu pergi, Seruni. Sekalipun kau, Mawar, Melati dan Kenanga bergabung untuk melawannya, kalian tetap bukan tandingannya.. "
Sekar Mawar dan Sekar Seruni segera menoleh ke belakang dan melihat seorang perempuan cantik dengan pakaian hitam berjalan mendekat ke arah mereka. Keduanya segera menghormat pada perempuan baju hitam itu segera.
"Guru, kami.... "
Perempuan cantik baju hitam itu segera mengangkat tangannya sebagai isyarat agar keduanya tak melanjutkan omongan nya. Dia menatap tajam ke arah kereta kuda itu dengan tatapan mata penuh nafsu membunuh.
"Gajah Mungkur, kau turun atau aku hancurkan kereta kuda mu itu sekarang!!! ", teriak perempuan cantik baju hitam itu lantang.
Hehehe...
" Ternyata kau masih tetap galak seperti dulu, Widuri... ", ucap Werdhamantri Gajah Mungkur sambil membuka tirai kereta dan melangkah keluar. Ia menyebut nama perempuan cantik baju hitam itu sebagai Widuri.
" Jangan sebut nama Widuri lagi, Gajah Mungkur! Nama itu sudah mati puluhan tahun yang lalu..
Ada apa kau kemari hah?! Ingin bertarung dengan ku?! ", tanya perempuan cantik baju hitam itu segera.
" Hehehe sabar Wi eh Dewi Malam Beracun. Aku kemari ada perlu. Bisa kita bicara di dalam? ", ujar Werdhamantri Gajah Mungkur dengan nada penuh harap.
" Huh tua bangka licik! Awas saja urusan mu tidak penting, akan ku buat kau mampus dengan racun ku.. "
Setelah berkata demikian, Dewi Malam Beracun segera melangkah menuju ke arah rumah tua diikuti oleh Sekar Mawar dan Sekar Seruni yang berjalan sambil memegangi dadanya yang sesak. Werdhamantri Gajah Mungkur pun segera mengikuti di belakang mereka bersama dengan Singonegoro dan Julungpujud.
"Katakan apa mau mu, Gajah Mungkur? Jangan kebanyakan basa-basi.. ", tanya Dewi Malam Beracun segera begitu mereka duduk bersama.
" Kau memang tidak berubah, Dewi Malam Beracun.
Langsung saja, aku datang ingin menyewa murid mu untuk membunuh seorang pimpinan pemberontak yang bernama Mahesa Sura dari Wilangan. Besaran upah nya 1000 kepeng emas jika berhasil ", jawab Werdhamantri Gajah Mungkur sembari mengeluarkan sekantong kepeng berisi kepeng emas kira-kira 200 keping dan mengulurkan nya ke arah Dewi Malam Beracun.
" Mahesa Sura? Maksud mu Si Iblis Wulung? ", Dewi Malam Beracun tak segera menerima kantong kepeng emas itu tetapi malah kembali bertanya.
" Ya, dia Si Iblis Wulung. Orang itu sudah merongrong kewibawaan Bhre Dyah Sindupati dan Istana Anjuk Ladang. Dia harus dimusnahkan.. ", balas Werdhamantri Gajah Mungkur dengan semangat membara.
Hemmmmmmm...
" Aku dengar dia sangat hebat dalam bertarung. Tak mudah untuk membunuh nya begitu saja. Butuh perjuangan yang gigih bahkan beresiko kehilangan nyawa.
Aku rasa 1000 kepeng emas terlalu murah untuk kepala Si Iblis Wulung, Gajah Mungkur.. ", tukas Dewi Malam Beracun yang membuat Werdhamantri Gajah Mungkur kesal setengah mati.
" Kau sengaja menaikkan harga kepala Si Iblis Wulung karena aku sedang butuh, Widuri!! Apa kau pikir aku tak berani untuk bertarung melawan mu hah?!! ", bentak Werdhamantri Gajah Mungkur sambil menuding wajah cantik Dewi Malam Beracun.
Singonegoro dan Julungpujud hampir menarik pedangnya dari sarung andai Werdhamantri Gajah Mungkur tak cepat menghentikan tindakan mereka.
" Aku tidak peduli kau butuh atau tidak, Gajah Mungkur..
Kalau kau punya pilihan lain, silahkan saja. Aku tidak memaksa mu. Tapi untuk kepala Si Iblis Wulung, aku minta 1500 kepeng emas tak boleh kurang sekeping pun", tegas Dewi Malam Beracun.
"Kau.....
Baik, aku tak mau berdebat dengan mu karena percuma saja. Aku akan beri 1500 kepeng emas. Ini 200 kepeng emas untuk panjar, sisanya setelah pekerjaan selesai", ucap Werdhamantri Gajah Mungkur sambil melemparkan sekantong kepeng emas itu ke arah si perempuan cantik berbaju hitam yang segera menangkapnya.
Setelah itu Werdhamantri Gajah Mungkur langsung keluar tanpa bicara sepatah kata pun dan langsung masuk ke kereta kuda nya. Kereta kuda itu pun segera melaju meninggalkan tempat itu ke arah barat.
Setelah Werdhamantri Gajah Mungkur dan para pengikutnya pergi, Dewi Malam Beracun segera menoleh ke arah Sekar Mawar dan Sekar Seruni lalu berkata,
"Seruni, Mawar...! Panggil Utari kesini, saat ini ia pasti ada di tepi Kali Harinjing.
Ada tugas penting untuk nya... "
sepertinya trah Mahesa sura ini yg kemudian melahirkan raja2 Islam di kemudian hari yah kang ebez
up terus kang ebeezz..