Hanina Zhang, merupakan putri seorang ulama terkemuka di Xi’an, yang ingin pulang dengan selamat ke keluarganya setelah perjalanan dari Beijing.
Dalam perjalananya takdir mempertemukannya dengan Wang Lei, seorang kriminal dan kaki tangan dua raja mafia.
Hanina tak menyangka sosok pria itu tiba tiba ada disamping tempat duduknya. Tubuhnya gemetar, tak terbiasa dekat dengan pria yang bukan mahramnya. Saat Bus itu berhenti di rest area, Hanina turun, dan tak menyangka akan tertinggal bus tanpa apapun yang di bawa.
Di tengah kebingungannya beberapa orang mengganggunya. Ia pun berlari mencari perlindungan, dan beruntungnya menemui Wang Lei yang berdiri sedang menyesap rokok, ia pun berlindung di balik punggungnya.
Sejak saat itu, takdir mereka terikat: dua jiwa dengan latar belakang yang berbeda, terjebak dalam situasi yang tak pernah mereka bayangkan. Bagaimana perjalanan hidup Dewi Hijab dan iblis jalanan ini selanjutnya?
Jangan skip! Buruan atuh di baca...
Fb/Ig : Pearlysea
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pearlysea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab_33 Hanina yang Diam
Suara kunci berderak, Wang Lei merapatkan tubuh ke arah pintu masuk. Begitu pintu terbuka, lelaki itu lantas menyingkiran tubuh Xiao Mei yang berdiri di ambang pintu. masuk ke dalam dengan rahang mengeras. Pasti ada yang tidak beres.
Langkahnya lansung ke kamar Xiao Mei membuka pintunya dengar gerakan kasar. Xiao Mei yang melihat itu, mendadak wajahnya berubah panik meski berusaha untuk tetap tenang. Dia menyusul ke dalam.
"Ada apa Wang Lei, Kau_"
"Akh!" Spontan, Pria itu mecengkeram leher Xiao Mei, menahan tubuhnya ke dinding membuat napas wanita itu tercekat.
Wang Lei menatap lurus ke mata Xiao Mei dengan tatapan tajam yang penuh kecurigaan.
"Berani-beraninya kau membawa pria lain kesini, jalang?" bisiknya, matanya menyipit tajam.
Xiao Mei gagap, pura pura tak mengerti.
"Tidak. Kau salah paham, kenapa kau menuduhku seperti itu?"
Mata Wang Lei semakin menggelap, muak melihat wajah Xiao Mei yang pura-pura polos dan bodoh. Cengkeramannya di leher Xiao Mei semakin erat, lalu tanpa ampun membanting tubuh wanita itu ke ranjang.
'Bruk!' "Ahh!" Xiao Mei mengerang tertahan, suaranya nyaris seperti desahan menahan nikmat. Wang Lei mendengus kasar, makin benci pada tingkah Xiao Mei yang semakin kurang ajar.
"Aku tidak mau ribut denganmu malam ini. Besok pagi kalau aku tahu kau berbohong... aku sendiri yang akan mematahkan urat lehermu." ancamnya dengan suara rendah nan berat, lalu langkahnya tegas keluar dari sana, meninggalkan wanita itu yang tersenyum licik di tengah ranjang.
Wang Lei melintas dari kamar Xiao Mei tak menyadari Hanina yang berdiri di atas tangga. Dia yang sudah tak bisa tidur mendengar suara gedebug cukup keras, membuatnya terus saja ingin memastikan.
Lalu ketika melihat pria yang keluar adalah Wang Lei, hati gadis itu semakin hancur. Air matanya menetes lagi dalam isak tertahan dan itu cukup membuktikan bahwa semua prasangkanya benar.
Hanina kembali masuk ke kamar, menutup pintunya dengan sangat pelan.
Hanina menyandarkan tubuhnya di balik pintu, tangan mungilnya menutup mulut agar isaknya tidak terdengar keluar. Dadanya sesak, kepalanya berputar dengan gambaran wajah Wang Lei yang baru saja ia lihat keluar dari kamar Xiao Mei.
"Jadi benar...kamu brengsek, Wang Lei!" bisiknya lirih. Tubuhnya merosot ke lantai, lututnya lemas, air mata terus membasahi pipi. Dalam benaknya, semua kenangan manis bersama Wang Lei kini tampak seperti kebohongan yang dipoles indah.
Di sisi lain, di kamar Xiao Mei, wanita itu masih tergelak kecil, jemarinya membelai bekas cengkeraman di leher dengan senyumnya sinis, penuh kemenangan.
"Lihat saja, Wang Lei... pada akhirnya kau akan jatuh di tanganku. Dan Hanina itu, hanya akan jadi penonton." gumamnya licik.
Hanya dengan mengajak kurir makanan yang masih muda bercinta dan memasukinya lewat jendela, rencananya untuk menghancurkan kepercayaan mereka pasti berhasil. Dia yakin Hanina pasti mendengar desahannya memanggil nama Wang Lei dan itu akan jadi awal yang bagus untuk mereka saling membenci.
Wang Lei yang tak sadar tengah diperdaya berbaring di sofa, tubuhnya terasa berat dan lelah. Dia menilik arloji di pergelangan tangannya, lalu bergumam.
"Masih ada dua jam untuk tidur." gumamnya. Dia meletakan lengan, menutupi matanya dari sinar lampu.
...•<• Mentari pagi bersinar cerah, cahayanya masuk ke dalam rumah memalui celah-celah jendela. Hanina keluar dari kamar dengan wajah sedikit pucat, matanya sedikit sembab dan memerah. Langkahnya berat menuruni tangga, meski hatinya rapuh di dalam tapi dia enggan atau tak terbiasa menampakan kelemahan. Dia harus tegar, pura pura tak tahu dan tak mendengar apa-apa. Langkahnya sempat terhenti saat melintasi sofa dimana Wang Lei masih terlelap membelakanginya. Kecemburuan membakar hati Hanina meski dia tahu tak seharusnya dia tak merasakan semua itu. Hanina benci merasakannya, benci pada diri sendiri karena kelemahan hatinya. Dia menarik napas dalam, lalu melanjutkan langkah menuju dapur, membuat sarapan dari bahan-bahan yang kemarin di beli dan menaruhnya di lemari pendingin. Mengeluarkan beberapa potong ikan dan sayur mayur. Tangannya bergerak celakakan, membersihkan ikan dari sisik-sisiknya, meski tatapan matanya kosong. Dia melakukan semua itu karena tanggung jawabnya sebagai orang yang di tolong dan di tumpangi, dan ya Hanina seharusnya sadar diri bahwa dia bukanlah siapa-siapa di tempat asing ini, lalu kenapa dia harus meneteskan air mata untuk pria yang bahkan tidak pernah bersujud pada Tuhan? Gadis itu menyesali perasaanya. Setelah satu jam berkutat di dapur sendirian, beberapa hidangan dari olahan ikan dan tumis sayur terhidang lezat di atas meja makan. Tak lupa dia juga membuat teh hangat yang di teko antik. Gadis itu menarik kursi lalu duduk, memandangi hidangan yang masih mengepul tanpa berselera. Langkah kaki mendekat, Hanina menoleh saat Xiao Mei mendekatinya dengan celana pendek dan tangtop yang memperlihatkan banyak bekas merah di lehernya. "Hanina... Kau menyiapkan semua ini? kenapa tidak bangunkan aku untuk membantumu?" mata wanita itu menyapu seisi meja. "Keliatannya enak sekali," Xiao Mei menarik kursi, duduk di depan Hanina. Gadis itu tersenyum tipis yang sarat di paksakan. "Semalam aku tidur nyenyak, jadi setelah bangun moodku sedang bagus, langsung saja membuat sarapan tanpa mau mengganggumu." jawabnya. "Apa? Kau tidur nyenyak?" Raut wajah Xiao Mei seolah tak percaya. "Sangat nyenyak. Itu bagus kan? itu membuatku lebih bersemangat untuk menyambut Wang Lei dengan membuatkannya sarapan ini." "Ohh jadi sarapan ini untukku?" suara berat dari seorang pria membuat kedua wanita itu menoleh bersamaan. Wang Lei dengan rambut acak-acakan dan mata sedikit menyipit mendekati, menarik kursi lalu duduk. Hanina yang terkejut secepat mungkin membuang muka dengan menuangkan teh ke cangkir. "Ini teh hangat, cobalah dulu sebelum sarapan." Hanina menyodorkan cangkir itu ke Xiao Mei, Wang Lei menunggu giliran tapi gadis itu tak memberinya perhatian yang sama. "Silahkan dinikmati, aku ada pekerjaan lain." ucap Hanina, dia berdiri lalu meninggalkan meja makan. Pria itu menyipitkan matanya dengan bingung. "Mau kemana, Senorita? kamu tidak ikut sarapan juga?" "Aku puasa." jawabnya datar tanpa menoleh. "Puasa? memangnya ini bulan Ramadhan? Hei.." Wang Lei hendak berdiri untuk mengejarnya tapi tangan Xiao Mei langsung mencekal pergelangan pria itu. "Lei...Jangan ganggu dia dulu, dia agak sensitif mungkin sedang datang bulan." Wang Lei menatap tajam Xiao Mei ekspresinya dingin "Lepas." Xiao Mei mendecak pelan, tetap memegang pergelangan Wang Lei. "Ayolah... Biarkan dia sendiri dulu." "Aku bilang lepas!" bentaknya, menepis tangan Xiao Mei dengan kasar hingga wanita itu hampir tersentak dari kursinya. Pria itu tak perduli, hanya Hanina yang penting. Langkahnya tegas meninggalkan Xiao Mei sendirian di meja makan dengan wajah memerah marah menatap pungung Wang Lei. "Sialan! Yang benar saja Hanina tidur nyenyak, dia tidak mendengar jeritanku semalam?" Xiao Mei frustasi, mengacak rambutnya. "Ehh tapi, kalau dia tidur nyenyak kenapa sekarang Cewek sialan itu seolah menghindari Wang Lei? tidak mungkin dia tidak tahu apa-apa,kan? haha... Bagus Wang Lei, bujuk saja dia, tapi jangan harap cewek sialan itu akan mempercayaimu lagi." gumamnya dalam hati. Tangannya meraih cangkir teh dan menyeruputnya pelan tatapan matanya tajam dengan senyum tipis yang penuh kelicikan. Di sisi lain, Wang Lei melangkah ke halaman belakang yang tak terawat. Di sana Hanina tengah duduk di tepi kolam ikan yang airnya sudah hijau penuh lumut. Kepalanya menunduk menatap nanar kolam yang hanya berisi jentik-jentik nyamuk. Wang Lei mendekatinya dengan langkah pelan, dan Hanina pun dapat mendengar bunyi daun kering yang di injaknya. "Hanina..."