NovelToon NovelToon
The Path Of The Undead That I Chose

The Path Of The Undead That I Chose

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Roh Supernatural / Kontras Takdir / Summon
Popularitas:301
Nilai: 5
Nama Author: Apin Zen

"Dalam dunia yang telah dikuasai oleh iblis, satu-satunya makhluk yang tersisa untuk melawan kegelapan… adalah seorang yang tidak bisa mati."



Bell Grezros adalah mantan pangeran kerajaan Evenard yang kini hanya tinggal mayat hidup berjalan—kutukan dari perang besar yang membinasakan bangsanya. Direnggut dari kematian yang layak dan diikat dalam tubuh undead abadi, Bell kini menjadi makhluk yang dibenci manusia dan diburu para pahlawan.

Namun Bell tidak ingin kekuasaan, tidak ingin balas dendam. Ia hanya menginginkan satu hal: mati dengan tenang.

Untuk itu, ia harus menemukan Tujuh Artefak Archelion, peninggalan kuno para dewa cahaya yang dikabarkan mampu memutuskan kutukan terkelam. Dalam perjalanannya ia menjelajah dunia yang telah berubah menjadi reruntuhan, menghadapi para Archfiend, bertemu makhluk-makhluk terkutuk, dan menghadapi kebenaran pahit tentang asal usul kekuatannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Desa yang Tertidur dengan Mata Terbuka

Langit sore berwarna kelabu keunguan, seperti kanvas yang diusap arang.

Udara dingin membelai kulit, membawa aroma tanah basah dan dedaunan layu.

Bell, Eryndra, dan Lythienne berjalan di jalan setapak yang sepi—jalur tua yang konon dulu digunakan oleh para peziarah menuju Kuil Tiga Cahaya, yang kini hanya tersisa reruntuhannya.

Mereka tidak terburu-buru.

Setelah Menara Umbra runtuh, tubuh dan pikiran mereka masih terasa berat.

Langkah Bell teratur, matanya memandang lurus ke depan, namun sesekali ia menatap hutan di sisi kiri jalan, seolah mengamati sesuatu yang tidak kasatmata.

---

> Lythienne: “Seharusnya kita mencari penginapan. Jalan malam di wilayah ini… tidak aman.”

Bell: “Aku tahu. Tapi penginapan terdekat ada di Desa Varrik, dua hari perjalanan lagi.”

Eryndra: “Dan kita hanya punya satu malam sebelum hujan turun. Aku bisa mencium kelembapannya.”

Mereka memutuskan beristirahat di bawah pohon besar yang akarnya menonjol seperti tangan tua.

Eryndra menyalakan api kecil, sementara Lythienne duduk sambil membaca lembaran catatan kuno—terjemahan dari teks yang mereka temukan di perpustakaan Helmsgrave.

---

Malam merayap masuk dengan tenang.

Bintang-bintang jarang terlihat, terhalang awan tebal.

Suara serangga malam bercampur dengan gesekan ranting, membuat suasana hening menjadi… terlalu hening.

Bell memejamkan mata sebentar, membiarkan pikirannya hanyut.

Namun dalam diam itu, ia mendengar langkah pelan—bukan dari hutan, tapi dari jalan setapak di belakang mereka.

> Bell: “… Kita tidak sendirian.”

Eryndra segera memadamkan api, menyisakan hanya bara merah redup.

Dari kegelapan, tampak siluet kecil berjalan pelan.

Seorang anak perempuan—rambutnya panjang menutupi wajah, dan gaunnya lusuh, kotor oleh tanah.

Ia berdiri beberapa langkah dari mereka, diam, hanya menunduk.

---

> Anak itu: “Kalian… membawa kunci, bukan?”

Suaranya datar, nyaris tanpa emosi.

Ketika Bell berdiri, angin malam bertiup, menyibakkan rambut anak itu—menampakkan mata yang sepenuhnya hitam, tanpa bagian putih sedikit pun.

Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan berjalan ke arah hutan.

Namun anehnya, langkahnya tak menimbulkan suara sama sekali, seperti menapaki udara.

Bell tidak mengejarnya.

Hanya menatap punggung kecil itu hingga menghilang di balik kabut tipis yang entah dari mana datangnya.

> Lythienne: “Kau tahu siapa itu?”

Bell: “Bukan siapa… tapi apa. Dan kita akan bertemu dengannya lagi.”

Kabut pagi menyelimuti jalan saat Bell, Eryndra, dan Lythienne melangkah menuju Desa Varrik.

Burung-burung hutan bersuara pelan, seolah enggan membangunkan sesuatu yang sedang tidur.

Di kejauhan, atap-atap rumah kayu mulai tampak, dikelilingi pagar batu lumut.

Saat mereka memasuki desa, aroma roti hangat dan kayu terbakar menyambut, membuat suasananya terasa… terlalu damai.

Penduduk tersenyum ramah, menyapa seakan sudah mengenal mereka.

Namun Bell bisa merasakan—di balik senyum itu, mata mereka tak pernah berkedip terlalu lama.

---

> Eryndra: “Tempat ini… aneh. Rasanya seperti semua orang sedang menunggu sesuatu.”

Bell: “Bukan sedang menunggu… mereka sedang mengawasi.”

Seorang wanita tua menghampiri mereka, menawarkan penginapan di rumahnya.

Tanpa menunggu persetujuan, ia menuntun mereka melewati gang sempit, menuju rumah kayu berukuran sedang dengan jendela kecil yang ditutup kain tebal.

Di dalam, suasananya hangat tapi redup.

Wanita itu menyajikan teh herba pahit, lalu berpesan dengan suara rendah:

> Wanita tua: “Jangan keluar setelah lonceng tengah malam berbunyi… apapun yang kalian dengar, jangan buka pintu.”

---

Malam datang, dan desa seperti mati.

Tak ada cahaya dari jendela, hanya suara lonceng tua yang berdentang dua belas kali, bergema panjang di udara.

Mereka berdiam di ruang tamu.

Namun dari luar, terdengar suara langkah kaki… lalu bisikan—suara anak kecil dari arah jalan.

> Suara: “Kunci itu… milikku…”

Lythienne meraih belatinya, Eryndra merapat ke pintu dengan napas tertahan.

Bell hanya duduk, menatap pintu itu tanpa ekspresi, seolah sudah tahu siapa yang datang.

Suara itu makin dekat, sampai terdengar tepat di belakang pintu, diikuti ketukan pelan… tiga kali.

Namun yang membuat bulu kuduk mereka berdiri—ketukan itu terdengar dari bagian atas pintu, seolah sesuatu yang sangat tinggi sedang menunduk.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!