Alan Andrew adalah generasi kesepuluh pria dari keluarga Andrew, pewaris tahta kejayaan dalam bisnis otomotif kelas dunia. Ia sempurna di mata banyak wanita; tampan, cerdas, kaya, dan berwibawa. Sosok yang merupakan definisi dari pria idaman. Namun, di balik pesonanya, Alan menyimpan hasrat yang bertolak belakang dengan nilai-nilai ketimuran: ia mencintai tanpa komitmen, menganggap hubungan tak harus diikat dengan pernikahan. Baginya, wanita hanyalah pelengkap sementara dalam hidup, bisa datang dan pergi sesuka hati.
Namun segalanya berubah ketika ia bertemu Maya Puspita, gadis manis dari Jawa Tengah yang datang dari keluarga sederhana namun menjunjung tinggi moral dan etika. Takdir menempatkan Maya bekerja di perusahaan Alan.
Alan sudah menjadikan Maya sebagai ‘koleksi’ berikutnya. Tapi tanpa ia sadari, Maya menjeratnya dalam dilema yang tak pernah ia bayangkan. Sebab kali ini, Alan bukan sekedar bermain rasa. Ia terjebak dalam badai yang diciptakannya sendiri.
Akankah Maya mampu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Mai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HTA33
Maya melangkah pelan memasuki apartemen. Suasananya hening. Ia mengendap-endap menuju kamar, mengintip sosok Alan yang sedang membuka kemejanya, bersiap untuk mandi.
Tanpa suara, Maya memeluknya dari belakang. Hangat.
"Aku mandiin, ya?" bisiknya lembut, mengecup pelan punggung suaminya.
Namun reaksi Alan tak sehangat pelukannya.
"Gak usahlah... nanti kamu capek," sahutnya datar, bahkan sedikit ketus. Dengan tenang, ia melepas kedua tangan Maya dari tubuhnya.
Maya tak peduli. Begitu Alan bergerak menuju kamar mandi, ia justru melesat lebih dulu, menari-nari centil dengan senyum mengoda. Ia buru-buru membuka keran bathtub, menuangkan cairan sabun hingga busa memenuhi permukaan air, lalu menyalakan lilin aromaterapi. Cahaya temaram mulai mengisi ruangan.
Perlahan, Maya melepas pakaiannya, lalu berdiri menatap Alan yang kini terpaku di ambang pintu kamar mandi. Tatapan mata dan senyumnya seolah melantunkan mantra rahasia.
Alan mendesah panjang.
Pasrah. Ia menutup pintu kamar mandi, tak kuasa menolak rayuan istrinya. Ia tahu, ia tak bisa terus merajuk.
Mereka akhirnya berendam bersama di bathtub yang penuh busa. Maya menyabuni rambut Alan, menggosok dan memijat lembut kepalanya dengan telaten. Tawa renyah mereka pecah, saling bermain busa, seperti dua anak kecil yang menemukan kebahagiaan sederhana di tengah kelelahan dunia.
Di tengah suasana santai itu, Maya bertanya pelan, namun tajam,
"Kau menyayangi Key?"
"Iya... begitulah," angguk nya pelan.
"Aku cuma merasa... di dunia ini nggak ada yang benar-benar mencintaiku... kecuali karena hartaku," ucap Alan.
Maya terdiam. Kata-kata itu terdengar lirih, namun mengandung luka yang dalam.
"Sepertinya... Key tidak menyukai ku," ucap Maya, lirih, setengah menyalahkan diri.
Alan menghela napas, mendongakkan kepala, menatap langit-langit kamar mandi yang dipenuhi uap hangat.
"Tapi masih banyak yang menyukaimu, May... ada keluarga mu yang sangat menyayangimu. Kau terlalu fokus pada satu hal kecil," ujarnya.
Maya merenung.
"Benar juga, ya... kenapa aku terlalu mempermasalahkan Key? Lagipula, pernikahan ini juga cuma sementara..." gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.
Maya bertanya kepada Alan;
"Apa kalian berpisah sewaktu remaja?"
Alan mengangguk pelan.
"Setelah Daddy resmi cerai dengan wanita itu. Aku ikut Daddy, sedangkan Key ikut dia"
Suasana kembali hening, sorot mata Alan kembali dingin.
"Sedendam itu kah kamu pada ibumu?" tanya Maya hati-hati, ia fokus menatap wajah Alan yang datar.
"Lumayan," jawab Alan singkat, santai, tapi jelas. Ada luka yang belum sembuh, dan Maya bisa merasakannya.
"Kau... tidak pernah kepikiran untuk memaafkannya? Atau sekadar bertanya soal kabarnya?"
"Aku sudah melupakannya," ucap Alan, lalu bangkit dari bathtub. Ia berjalan ke shower, membiarkan air mengguyur tubuhnya sampai bersih.
Setiap kali Maya menyebut ibunya, Alan selalu begitu. Menghindar. Tak ingin mengingat, apalagi membahas.
Maya hanya menatap punggung Alan meninggalkan kamar mandi..ia merasa luka masa kecil Alan lebih dalam dari yang ia bayangkan.
Sementara Maya masih membersikan diri dari sisa-sisa keintiman mereka di kamar mandi, sedangkan Alan sudah kembali ke rutinitasnya. Ia buru-buru mengenakan pakaian rumah, mengambil laptop dan ponselnya. Meskipun hari ini ia memutuskan untuk meliburkan diri, dunia kerja seolah tak pernah benar-benar bisa ia tinggalkan.
Jari-jarinya menari di atas keyboard, tatapan fokus tertuju pada layar laptop. Keheningan mulai menguasai ruangan... hingga tawa kecil Maya memecah konsentrasi Alan.
Tiba-tiba Maya berlari menghampirinya, mengusik laptop yang tengah ia kerjakan.
"Alan..." panggilnya lembut sambil tertawa manja.
Alan menghela napas, menutup laptopnya, dan menatap Maya yang kini berdiri di hadapannya dengan penampilan menggoda. Gaun tidur tipis berwarna merah marun membalut tubuhnya, membentuk lekuk-lekuk sempurna yang begitu memikat.
Alan menelan ludah. Godaan seperti itu sulit ditolak.
"Come here, baby," ucap Maya manja sambil menarik tangan Alan, memaksanya berbaring di atas ranjang.
Dalam sekejap, tubuh mereka kembali menyatu dalam kehangatan yang membara. Nafas memburu, desahan penuh gairah, hingga akhirnya mereka terkulai dalam pelukan masing-masing.
Di tengah keheningan setelah badai, Alan membelai lembut rambut Maya yang bersandar di dadanya.
"Ingat Alan aku enggak mau hamil!" ucap Maya.
"Ok itu hak kamu, sudah diminum obatnya?" tanyanya pelan sambil mengelus kepala Maya.
Maya mengangguk kecil dengan senyum manis.
"Vitamin, supaya kamu makin sehat..." gumam Alan tersenyum tipis dan licik namun menggoda.
Maya belum menyadari bahwa di balik perhatian Alan, terselip sebuah jebakan halus yang mungkin akan mengubah arah hidup mereka berdua.
Suasana Apartemen kembali hidup dan menyenangkan, dimana Alan dan Maya sedang bermanja-manja penuh cinta dan nafsu.
Di Waktu yang Lain di tempat yang berbeda...
Seorang nenek berusia 65 tahun tampak riang menari-nari di hadapan para lansia lainnya. Senyumnya mengembang lepas, matanya berkilau ceria. Diiringi lantunan lagu lawas yang diputar dari speaker, para penghuni panti jompo itu bersorak, bernyanyi, dan bertepuk tangan gembira. Di tengah keramaian kecil itu, nenek bernama Thalia Agatha berdansa seperti gadis muda yang tengah jatuh cinta.
Tak banyak yang tahu, Thalia bukan wanita sembarangan. Ia adalah ibu kandung dari Key dan Alan, dua anak dari pernikahannya dengan Darrel, seorang pengusaha otomotif yang dulu begitu disegani. Namun kehidupan Thalia berubah drastis setelah perceraian mereka.
Setelah berpisah dari Darrel, Thalia hidup dengan caranya sendiri. Ia menikah lagi, bukan sekali, melainkan tiga kali dengan pria-pria berbeda. Namun semua pernikahan itu tak pernah berlangsung lama karena di usia 63 tahun, Thalia mengalami kepikunan dini. Keadaan mentalnya perlahan menurun, membuatnya tak lagi bisa mengurus harta maupun dirinya sendiri. Saat itulah Key, sang putri yang dikenal tegas dan ambisius, mengambil alih semuanya.
Dengan alasan ingin merawat ibunya dengan baik, Key memindahkan Thalia ke sebuah panti jompo eksklusif yang secara tak langsung juga milik keluarga mereka. Di sanalah Thalia diasingkan. Terkurung dalam ruang kenangan yang samar dan memori yang terus memudar.
Key tidak hanya mengambil alih pengasuhan sang ibu, tapi juga seluruh harta milik Thalia. Ia mengatur segalanya termasuk kehidupan pribadi sang ibu. Ia mengizinkan Thalia menikah kembali, namun dengan syarat: tidak boleh lagi memiliki anak dari pernikahan-pernikahan barunya. Ketakutannya hanya satu, munculnya ahli waris lain yang bisa menggoyahkan kendalinya atas warisan.
Pernah suatu kali, Key bersitegang dengan ayah tirinya, pria itu menentang cara Key memperlakukan Thalia. Namun bagi Key, perbuatannya benar dan Ia merasa berhak, karena sejak kecil ia merasa terabaikan oleh ibu yang lebih sibuk mencari cinta baru ketimbang mengurus anak-anaknya.
Kini, Thalia menari dengan penuh suka cita, tak menyadari bahwa hidupnya telah dikendalikan sepenuhnya oleh tangan putrinya sendiri. Dalam kepikunan, ia menemukan kebebasan yang tak pernah ia miliki saat masih waras.
key menyuruh bawahannya untuk menculik Maya..
apakah key tidak takut jika perbuatannya akan ketahuan Alan??
Alan trauma dengan pertengkaran kedua orangtuanya...
bener kata orang kalo urusan harta antara sodarapun bisa jadi musuh kalo tidak bisa menerima dg bijaksana