Terjebak Istri Bayangan
Maya terbangun dari tidurnya, sayup-sayup suara azan subuh terdengar membelah langit Jakarta.
"Sudah lama aku enggak shalat subuh. Tapi diri ini terlalu kotor, ya Allah..." gumam Maya lirih. Tatapannya kosong, raut wajahnya muram, dan hatinya terasa hampa.
Maya, gadis desa yang dulu rajin sholat berjamaah dan mengaji bersama kedua orang tuanya, kini hidup dalam dunia yang sama sekali berbeda.
Tiba-tiba, lengan seorang pria merangkul pinggangnya dari belakang.
"Malam ini kamu luar biasa, Sayang. Aku puas banget!" bisik Alan dengan nada genit penuh hasrat.
"Aku mandi dulu ya, sekalian masakin sarapan buat kamu!" balas Maya genit, mencium lembut dahi Alan.
"Siap, Sayang!" jawab Alan sambil tersenyum manis dan mengelus rambut Maya penuh rasa cinta.
Dalam keheningan pagi, air shower membasahi tubuh Maya. Namun, air mata kesedihan terlihat tak berhenti mengalir dari matanya. Ia terduduk di sudut kamar mandi, bimbang dengan pikirannya sendiri.
Kata-kata orang tuanya kembali terngiang:
"Nak, segeralah resign dari kantormu itu dan pulang kampung. Kami ingin menjodohkan mu dengan anak sahabat kami. Dia lelaki sholeh, sudah bekerja tetap. Cocok untukmu."
Hati Maya semakin kacau.
"Alan adalah pria yang nyaris sempurna. Ia memberi cinta, kemewahan, dan kepuasan, tapi sampai hari ini, ia tidak pernah bicara soal pernikahan. Hiks..." Maya menutup wajahnya, tangisnya pecah.
Awal pertemuan. Alan tertarik dengan Maya. Demi posisi sebagai sekretaris umum dan kehidupan mewah yang ditawarkan Alan. Maya rela menjadi budak nafsu Alan. Selama enam bulan, mereka hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Maya melayani Alan seperti suami sendiri, tidak pernah menolak permintaan pria itu.
"Sarapan sudah siap, Sayang. Bangun, ya!" ucap Maya lembut, membelai hidung Alan dengan manja.
Alan tertawa bahagia, membalas tingkah Maya dengan pelukan dan gelak tawa. Keduanya sempat berguling di tempat tidur, dipenuhi canda mesra.
"Mandiin aku, dong!" pinta Alan manja. Ia pun menggendong Maya ke kamar mandi. Maya tersipu.
"Kamu jahil!" ucapnya, menjepit dagu Alan dengan dua jarinya dan melontarkan senyum menggoda.
Cinta dan nafsu kembali menyatu dalam kamar mandi pagi itu. Alan begitu berhasrat kepada Maya.
Di depan cermin, Maya membantu Alan mengenakan dasi.
"Kamu cantik," puji Alan.
"Gombal!" jawab Maya, tersipu.
"Di kantor kamu jutek banget sama aku."
"Hahaha... padahal aslinya beda, kan?" celetuk Alan.
"Bread and coffee!" seru Maya menyajikan sarapan.
"Terima kasih, Sayang. Oh iya, nasi goreng kamu semalam enak banget! Kayaknya koki Rani berhasil ngajarin kamu."
Maya tersenyum bangga. Alan memang menyewa koki profesional untuk mengajarinya masakan internasional. Seminggu sekali, Maya juga melakukan perawatan kecantikan. Liburan ke luar negeri dan barang-barang mewah jadi bagian dari hidupnya bersama Alan.
Namun pagi itu berbeda.
"Alan, aku mau bicara," pinta Maya.
"Hmm?" sahut Alan sambil menikmati roti panggang.
"Dua hari lalu, orang tuaku menyuruhku pulang dan resign."
Alan mulai fokus.
"Kenapa? Bisa dijelaskan lebih rinci?"
"Mereka ingin menjodohkan ku dengan anak sahabat mereka."
Alan terdiam.
"Kamu bisa menolaknya kan?"
"Aku enggak bisa, kecuali kamu menikahi aku."
Alan menatapnya, tajam.
"Sejak awal, kita sepakat tanpa pernikahan. Dan kau menyetujuinya."
"Aku tahu..."
"Keputusan tetap ada padamu. Tapi jangan pernah tuntut aku menikahi mu."
"Berarti selama ini kamu tidak mencintaiku..." suara Maya lirih.
"Apakah cinta harus selalu lewat pernikahan? Banyak juga yang menikah lalu bercerai!"
"Tapi setidaknya kamu jadi suami yang sah di mata keluargaku... dan di mata Tuhan."
"Jangan ajari aku soal pernikahan, May. Aku sudah gagal dua kali. Jika kau mau menikah dengan pria pilihan orang tuamu, silakan. Tapi jika kau pergi, kau tidak berhak atas apapun yang kuberikan. Dan masih banyak wanita lain yang bisa menggantikan mu!"
Alan berdiri, meninggalkan Maya begitu saja.
"Alan!" panggil Maya, suaranya parau.
"Ternyata... dia memang tidak pernah mencintaiku... hiks... aku lelah..."
Ponsel Maya bergetar. Nama adiknya, Roy, muncul di layar.
"Ada apa, Roy?"
"Kapan Mbak pulang?"
"Nanti Mbak kabari ya!"
"kamu butuh uang?" tanya Maya.
(Maya menanggung semua kebutuhan biaya sekolah adiknya)
"Nggak... cuma mau bilang, Mbak harus segera pulang dan nikah sama Mas Adly."
"Kalau Mbak nolak?"
"Tadi malam Ibuk baru pulang dari rumah sakit."
"Ibuk sakit apa?" tanya Maya mulai khawatir.
"Maag nya kambuh. Gara-gara ada warga kampung yang bilang kerja Mbak di Jakarta itu..."
"Me... mereka bilang apa?" Maya gugup dan panik
"Mereka bilang... Mbak jual diri di kota. Tapi Roy nggak percaya gitu aja. Makanya Mbak harus pulang dan menikah, biar berita itu hilang."
Maya memejamkan mata.
"Pasti ada yang bocorkan... Aku merasa tidak bisa menghindar lagi," gumam Maya.
"Baiklah... Mbak akan pulang dan menikah." ucap Maya pasrah.
--
Hari itu Maya memutuskan untuk tidak masuk kantor. Ia mengendarai mobil sportnya menuju sebuah rumah mewah, rumah yang diyakininya menjadi sumber tersebarnya aib pribadinya.
Mobil Maya meluncur mulus memasuki halaman rumah. Seorang ajudan membukakan pintu dan mempersilakannya masuk. Tak lama, muncullah seorang wanita cantik berwajah campuran Asia Timur.
“Maya!” sambut Shela Nadine dengan senyum cerah. Wanita berdarah Korea-Indonesia itu adalah seorang dokter kandungan sekaligus teman dekat Maya, juga orang yang selama ini menangani program penundaan kehamilannya bersama Alan.
“Apa kabar?” tanya Shela.
keduanya sudah mulai jarang bertemu karena Kesibukan masing-masing.
“Baik,” jawab Maya singkat, dingin.
“Silakan duduk say. Mau minum apa?” Shela tetap ramah, seraya duduk santai di sofa.
Maya tetap berdiri. Sorot matanya tajam, suaranya tegas.
“Menurutku, hanya kamu yang tahu soal hubunganku dengan Alan. Tapi entah bagaimana, kabar itu sudah terdengar samar-samar di kampung ku. Bahkan ibuku mulai curiga!"
Shela terdiam sejenak. “Aku tidak mengerti maksudmu.”
“Aku tidak mau memperpanjang urusan. Tapi sebagai seorang dokter, kau seharusnya tahu batas profesionalisme. Rahasia pasien adalah harga mati,” ucap Maya dengan nada menahan emosi.
"Apalagi kau adalah sahabatku, salah satu orang ku percaya!" Nada datar Maya penuh kekecewaan.
Wajah Shela mulai gugup. Tubuhnya bergeser tak nyaman di sofa.
“Aku tahu kau menyukai Alan. Tapi tenang saja, aku sudah selesai dengan semua ini. Aku akan kembali ke kampung dan menerima perjodohan keluargaku. Namun satu pintaku, Shela... tolong hentikan. Hapus aib itu. Biarkan aku pergi dengan tenang.”
"Darimana kamu tahu kalau aku menyukai Alan?" tanya Shela, berdiri dari duduknya dengan gugup.
Maya menatapnya tenang. "Kita sama-sama wanita, Shela. Aku bisa melihat dari cara kamu memandang Alan... tatapan itu tidak bisa disembunyikan."
Shela menunduk, rona malu bercampur sesal terlihat di wajahnya. "May... maaf, aku terlalu ceroboh. Aku tidak bermaksud menyakitimu."
Maya tersenyum samar, meski matanya tak bisa menyembunyikan luka. "Tidak apa-apa. Aku rasa... kalian memang cocok. Dan mungkin, kamu memang lebih pantas untuk mendampingi Alan."
"Aku sangat kecewa, shela seharusnya kau jujur, bukan begini caramu!"
Tanpa menunggu jawaban, Maya berbalik dan melangkah pergi meninggalkan kediaman Shela, membawa serta hati yang kembali retak.
"Aku merasa kau bukanlah sahabat tapi lawan yang mengerikan!" gumam Maya.
*
*
"Cerita Novel hanya karangan author. Mohon maaf jika terdapat banyak kesalahan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐𝖆𝖓𝖎𝖊ՇɧeeՐՏ🍻
jadi ini gimana statusnya,,udah Nina ninu 🤦🏻♀️🤭
2025-06-20
23
𝑪𝒂𝒑𝒑𝒖𝒄𝒊𝒏𝒐
karya baru..
selalu bagus karya kak Mai🙌🏿❤️
2025-06-20
15
🎐ᵇᵃˢᵉ
sahabat terdekat menyukai pasangannya Maya 😱
2025-06-20
20