NovelToon NovelToon
Dipaksa Kawin Kontrak

Dipaksa Kawin Kontrak

Status: tamat
Genre:Obsesi / Pelakor jahat / CEO / Nikah Kontrak / Cintapertama / Tamat
Popularitas:17.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dini Nuraenii

Kaila tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis hanya dalam semalam. Seorang perempuan sederhana yang mendambakan kehidupan tenang, mendadak harus menghadapi kenyataan pahit ketika tanpa sengaja terlibat dalam sebuah insiden dengan Arya, seorang CEO sukses yang telah beristri. Demi menutupi skandal yang mengancam reputasi, mereka dipaksa untuk menjalin pernikahan kontrak—tanpa cinta, tanpa masa depan, hanya ikatan sementara.

Namun waktu perlahan mengubah segalanya. Di balik sikap dingin dan penuh perhitungan, Arya mulai menunjukkan perhatian yang tulus. Benih-benih perasaan tumbuh di antara keduanya, meski mereka sadar bahwa hubungan ini dibayangi oleh kenyataan pahit: Arya telah memiliki istri. Sang istri, yang tak rela posisinya digantikan, terus berusaha untuk menyingkirkan kaila.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini Nuraenii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33

Ketukan Arya pada pintu kayu bernomor tiga terasa memecah keheningan di dalam kamar, menghentikan Kaila dari melipat pakaian yang tersisa.

Ia mematung, jantungnya berdetak kencang, menggema di ruangan yang sempit itu. Ia berharap itu hanya pemilik toko buku tua, tapi ketukan itu terlalu teratur, terlalu berwibawa, dan terlalu familiar.

Ketukan itu membawa serta bau hujan dan ketegasan dunia Satya Group.

“Siapa?” tanya Kaila, suaranya tercekat dan sedikit gemetar, memaksakan diri bersikap tenang.

Tidak ada jawaban.

Hanya keheningan yang panjang, yang diisi oleh deru napas yang tertahan di balik pintu. Keheningan itu sendiri adalah jawaban. Kaila tahu siapa di baliknya.

Arya.

Kaila bangkit dari tempat tidur kecilnya. Ia berjalan perlahan ke pintu, memegang erat gagang pintu yang dingin.

Ia harus menghadapinya, dan ia harus tegas. Ia tidak boleh goyah. Tekadnya untuk melindungi Arya dengan meninggalkannya harus lebih kuat daripada kerinduan hatinya.

Kaila membuka pintu perlahan. Mata mereka bertemu. Arya berdiri di ambang pintu, mengenakan hoodie gelap yang gagal menyembunyikan wibawanya.

Wajahnya terlihat lelah dan dipenuhi bayangan di bawah matanya, tetapi tatapannya intens, seolah ia baru saja melalui neraka hanya untuk menatap Kaila sekali lagi.

“Arya,” desah Kaila, namanya keluar sebagai bisikan yang menyakitkan. Ia mencoba menjaga jarak, posturnya kaku, matanya menyiratkan perpisahan yang sudah final.

“Bagaimana kamu bisa menemukanku? Kamu tidak seharusnya ada di sini.”

“Aku hanya pergi ke tempat yang memiliki sedikit koneksi dengan kejujuran yang pernah kita bagi, Kaila,” jawab Arya, suaranya pelan dan rendah, namun terdengar sangat tulus.

Ia tidak masuk, ia hanya berdiri di sana, seperti memohon izin. “Aku pergi ke tempat yang ibuku cintai, karena aku tahu kamu juga merindukan kebaikan yang tulus.”

Kaila menggeleng.

“Kamu salah. Aku sudah bilang, aku pergi. Kontrak kita selesai. Aku akan menyerahkan anak ini setelah dia lahir, seperti janji yang kubuat.

Kamu bisa urus pengacara, aku akan urus diriku sendiri.”

“Jangan bodoh, Kaila,” Arya melangkah maju, memaksanya mundur. Ia menutup pintu di belakangnya dengan suara lembut. Kamar sewa kecil itu terasa semakin sempit dengan kehadiran Arya, energi dingin dan panas mereka bertemu di tengah ruangan.

“Aku tidak bodoh. Aku realistis,” Kaila mundur ke sudut ruangan, air matanya mulai menggenang.

“Aku menyebabkan skandal, Arya. Aku merusak reputasi Satya Group di depan mitra penting. Nayla benar, aku membawa aib. Aku harus pergi untuk melindungimu dan anak ini. Ini adalah satu-satunya cara bagiku untuk menebus kesalahanku.”

Arya menatapnya. Ia melihat kelelahan, rasa bersalah, dan ketakutan yang mendalam di mata Kaila. Matanya melembut, menyadari rasa sakit yang Kaila tanggung.

“Dengar aku baik-baik, Kaila,” Arya memulai, suaranya lebih lembut, tidak lagi berwibawa, melainkan tulus dan rentan.

“Skandal itu adalah ulah Nayla. Tapi kamu tidak bersalah. Ya, kamu menyembunyikan Harlan dan situasimu dengan Ayahmu. Tapi kamu melakukannya karena takut, bukan karena niat jahat. Dan rasa takut itu… adalah karena aku.”

Kaila terdiam, air matanya mulai tumpah. Ia tak menyangka Arya akan menyalahkan dirinya sendiri.

“Aku yang bersalah,” lanjut Arya, kini ia melangkah lebih dekat.

“Aku yang menciptakan kontrak bodoh itu, yang membuatmu merasa harga dirimu terikat pada uang dan kepalsuan. Aku yang terlalu takut menunjukkan perasaanku, sehingga kamu merasa tidak ada tempat yang aman di sisiku untuk menjadi dirimu seutuhnya. Aku memaksamu untuk bersembunyi.”

Arya mengulurkan tangan, meraih kedua tangan Kaila, menggenggamnya erat, seolah takut Kaila akan menghilang menjadi debu.

“Aku sudah menceraikan Nayla,” kata Arya. Pengakuan itu menggantung di udara, berat dan mengejutkan, menghilangkan tembok terakhir antara mereka.

Mata Kaila membelalak. “Apa? Arya, kamu gila! Itu akan merusak bisnismu! Kerugianmu sudah puluhan miliar! Ayahmu—”

“Ayahku sudah tahu. Dan dia setuju,” potong Arya. “Dia setuju, karena aku bilang padanya satu hal yang tidak pernah kukatakan kepada siapa pun: Aku mencintaimu, Kaila.”

Kaila tersentak. Seluruh tubuhnya menegang.

Kata-kata yang selama ini ia harap-harapkan, kata-kata yang ia yakini tidak akan pernah keluar dari bibir Arya, kini terucap di ruangan sempit berbau kertas tua ini.

Kata-kata itu terasa seperti janji dan kutukan sekaligus.

“Kamu bohong,” bisik Kaila, mencoba menarik tangannya, tapi cengkeraman Arya terlalu kuat. “Kamu hanya kasihan. Kamu hanya bertanggung jawab atas anak ini. Kamu tidak tahu apa arti cinta!”

“Lihat mataku,” perintah Arya, dengan nada yang menuntut kejujuran. “Aku tidak bohong. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu, Kaila. Aku mencintai caramu menghadapi Ayahku, caramu memelukku di makam mendiang Ibuku, caramu merawat tanaman di teras.

Aku mencintai semangatmu yang keras kepala untuk hidup. Aku mencintai kamu, dan aku tidak peduli dengan uang atau nama baik yang hilang.”

Air mata Kaila tumpah deras. Ia tidak bisa menahannya lagi. Rasa sakit yang ia tahan, rasa keraguan yang selalu ia sembunyikan, kini pecah menjadi isakan yang menyedihkan.

“Tapi kamu sudah terlambat,” isak Kaila, hatinya remuk. “Aku sudah memutuskan. Aku tidak bisa menjadi Nyonya Satya, Arya. Semua orang membenciku.

Nayla akan menghancurkanmu. Aku harus melindungimu dari diriku sendiri!”

“Justru aku yang butuh kamu melindungiku,” balas Arya, suaranya bergetar karena emosi, menunjukkan kerentanan yang belum pernah ia tunjukkan kepada siapa pun.

“Aku butuh kamu di sisiku, sebagai istriku. Bukan di atas kontrak, Kaila. Sebagai Nyonya Satya yang sah dan dihormati. Nayla menyerang kita, dia merusak bisnisku, dia menggunakan media untuk menjatuhkanmu. Tapi aku tidak peduli. Aku akan melawan dunia untukmu, Kaila. Demi cinta ini, demi anak kita.”

Arya melepaskan tangan Kaila, lalu memegang wajahnya, ibu jarinya menyeka air mata Kaila dengan lembut.

Ia menatap Kaila dengan pandangan yang mengatakan, 'Aku akan menerima semua aibmu.'

“Pulang, Kaila. Aku sudah menyiapkan gugatan cerai Nayla. Ayahku mendukung kita. Aku akan membersihkan namamu di media. Aku akan menikahimu secara resmi, secepatnya. Jangan pergi lagi. Aku tidak sanggup hidup dalam keheningan yang kamu tinggalkan.”

Kaila menggeleng, matanya dipenuhi keraguan. “Arya, ini terlalu besar. Ini bukan dongeng. Aku tidak bisa menerima pengorbanan sebesar ini. Aku takut kamu akan menyesal dan membenciku setelah semua yang kamu korbankan.”

“Aku tidak akan menyesal. Penyesalanku adalah membiarkanmu pergi semalam,” jawab Arya tegas. Ia mencondongkan tubuh, dahinya menyentuh dahi Kaila. Keintiman yang mereka bagi terasa sangat nyata dan melegakan.

“Aku tidak menawarkan kamu harta Satya Group, Kaila. Aku menawarkan kamu hatiku yang bodoh, keras kepala, dan terlambat ini. Hanya kamu yang membuatnya berdetak lagi, Kaila. Pulang. Bersama aku. Mari kita hadapi Nayla bersama. Mari kita besarkan anak ini sebagai keluarga seutuhnya. Kita adalah tim.”

Kaila menatap mata Arya, melihat refleksi dirinya di sana, dan yang terpenting, ia melihat kebenaran yang tak terucap.

Tekad Arya untuk mengorbankan segalanya demi dirinya jauh lebih besar daripada rasa takutnya pada skandal. Ia tahu, jika ia menolak sekarang, ia tidak hanya menolak Arya, tetapi juga menolak kebahagiaan sejati yang ditawarkan takdir.

Kaila menutup matanya, mengangguk perlahan, menyerah pada takdir yang begitu rumit dan indah. “Aku… aku tidak punya apa-apa untuk kembali, Arya. Aku hanya membawa aib. Dan anakmu.”

Arya tersenyum tipis, senyum yang begitu tulus, yang jarang ia tunjukkan. Ia memeluk Kaila erat, membenamkan wajahnya di rambut Kaila, menghirup aroma yang sangat ia rindukan.

“Kamu membawa segalanya. Kamu membawa hatiku. Dan kita akan mengubah aib itu menjadi kekuatan kita.”

1
Indah Rosyida
asik bacanya
Oma Gavin
sekarang kamu merasa menang arya dan nayla tunggu saja seperti ucapan kakek wira kalian hanya menunggu waktu pembalasan atas perbuatan kalian semua ke kaila
Oma Gavin
ngapain takut melahirkan dan merawat anakmu kaila selama kamu sehat bisa bekerja keluar dari rumah tersebut kenapa kamu ragu jgn gadaikan harga diri mu untuk orang2 yg menganggap rendah dirimu jgn sampai kamu menyesal telah menukar anakmu dgn dalih tdk bisa memberikan yg terbaik builshit
Aquarius97 🕊️
jangan mau kaila,
Aquarius97 🕊️
hadir Thor 👋🏻
Aquarius97 🕊️: siap Thor 👋🏻
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!