Valeria bahagia ketika sang adik, Cantika diterima sebagai sekertaris di sebuah perusahaan. Setelah 3 bulan bekerja, Cantika menjalin hubungan dengan pimpinannya.
Ketika Cantika mengenalkan sang pimpinan kepada Valeria, dia terkejut karena pria itu adalah Surya, orang yang dulu pernah menjalin cinta dengannya sewaktu SMU, bahkan pernah merenggut keperawanannya.
Apakah yang Valeria lakukan selanjutnya? Apa yang akan terjadi pada mereka? Apakah hubungan mereka akan berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Nita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 33
Ketika kulihat Surya terlelap, aku berjingkat menuju ke ruanganku, karena masakan tadi pagi agak pedas, rencana aku akan memasakkan sup untuknya, karena waktu itu dia minta sup, tapi kali ini tanpa sambal, takut dia malah sakit perut.
Segera aku beraksi di dapur, semoga dia belum bangun saat aku memasak, tetapi ternyata dia menyadari ketidak beradaanku di sampingnya. Dia masuk ke ruanganku membawa serta selimutnya, dan berpindah tidur. Ya udah, malah lebih mudah mengawasinya.
Sepertinya dia kembali mendengkur pulas, mungkin karena efek obat dari dokter tadi. Biar dia beristirahat dulu. Sesudah matang, aku berganti pakaian. Dia masih tidur dengan posisi berbalik dari semula. Kupegang dahinya, panasnya udah turun. Tiba-tiba dia memegang tanganku dan meletakkan di dadanya, kemudian mendekap tanganku dengan erat.
Aku memutar bola mataku, jadi ga bisa kemana-mana ini.
Ya udah, aku duduk di karpet dengan kepala berada di tempat tidur, di sebelahnya. Kupandangi mukanya, ingin menyentuh tetapi aku urungkan keinginanku. Akhirnya aku malah ikut tertidur.
***
Terbangun karena sebuah kecupan di dahi, aku terkejut melihat wajahnya di depanku.
"Maaf, jadi membangunkanmu," sesalnya.
"Ga apa-apa, kamu udah baikan?" Aku memperhatikan mukanya masih agak merah.
"Udah, kok. Kamu jangan deket-deket aku, nanti ketularan." Dia beringsut menjauhiku.
"Kan cuma demam, bentar lagi kamu sembuh. Aku ambilin makan ya, kalau ga makan, ga sembuh-sembuh, lho."
Aku beranjak dari dudukku, menuju ke dapur. Mau ga mau dia harus makan, biar aku suapi juga ga apa-apa.
Semangkuk sup hangat telah kusiapkan, dia duduk di atas tempat tidur, lalu aku mulai menyuapinya. Makannya lumayan banyak sekarang, "Enak," katanya memuji masakanku.
"Aku sakit gara-gara ngidam sup," godanya.
"Masa sih, bukan karena kangen sama pacar?" Aku balik menggodanya.
Dia mendengus, "Ga kangen lagi, pacarku ada di sini, emmm... Bisa ga selama aku di Jerman, kamu jadi pacarku?"
Mulai lagi deh.
"Bisa ya?" rengeknya memaksa.
Ya ampun, harus diapain lagi sih cowok kolokan di depanku ini, tingkahnya masih kayak anak SMP yang lagi kasmaran.
"Biar kupikir dulu," jawabku pelan menanggapinya.
"Sampai kapan??" desaknya.
"Sampai kamu pulang," jawabku membuatnya sewot.
"Pokoknya aku anggap kamu pacarku di sini. Titik!" paksanya.
"Terserah deh, asal ga macem-macem aja," gumamku.
Aku menggumam seperti itu, tetapi di kedalaman hatiku seperti melompat-lompat kegirangan, meski hanya sementara.
"Apa? Mau?" Surya membelalak kegirangan.
"Aku bilang ter-se-rah,"
Surya tiba-tiba memelukku yang belum siap, hingga kami jatuh terjerembab di lantai. Dia berada di atasku, wajahnya begitu dekat...dan aku mendorongnya.
"Ah, awas minggir," suruhku.
Dia menghembuskan nafas dengan keras, lalu merengut dan menyingkir dariku.
"Pokoknya besok aku kepengen jalan-jalan," ujarnya sambil beranjak lagi ke tempat tidur.
Aku bangkit dan tidak menghiraukannya, lalu mengemasi piring kotornya ke dapur, membawa serta senyumku ke sana.
***
Malam tiba, Dia masih belum mau beranjak dari tempat tidurku, dengan alasan masih merasa sakit, di ruangannya terasa dingin katanya. Akhirnya aku mengalah, aku tidur di sofa. Besok aku harus menepati janji untuk mengajaknya jalan-jalan, benar-benar menyusahkan.
***
Aku terbangun pagi-pagi benar, sekarang ada tanggungan anak orang, jadi aku harus memasak sesuatu untuknya setiap hari.
Setelah dia makan dan mandi, masih berjalan dengan sedikit sempoyongan, dia menagih janjiku.
"Ayo..." ajaknya.
"Kemana, sih?" Aku menggodanya.
"Jalan-jalan, yang,"
Mulutku menganga lalu nyengir mendengar panggilannya, dia tergelak.
Kebetulan kami berada di kota Munich. Munich adalah kota yang indah, aku akan mengajaknya ke tempat yang indah, dimana banyak turis asing maupun turis lokal yang menghabiskan waktu di sana. Kami menuju ke Marientplatz, yaitu pusat kota. Di sana kami berjalan-jalan, makan dan berfoto-foto. Seharian kami menikmati waktu, bersenang-senang di pusat kota.
Setelah itu, kami pun kembali ke apartemen, aku membersihkan diri dan langsung tidur, sementara Surya masih berada di sofa depan televisi ketika aku telah tidur.
Tengah malam, aku terbangun dan merasa ingin ke toilet. Ternyata Surya tidur di sofa. Aku menggelengkan kepala, dia masih juga ga mau tidur di ruangannya, semoga iman kami kuat. Sepertinya dia menjagaku untuk saat ini, semoga rasa bersalah waktu itu menahan kami untuk berbuat hal yang sama.
Kulewati dia dengan pelan-pelan, tampaknya dia tertidur pulas sekali. Mungkin, karena badannya udah sehat, hingga tidurnya nyenyak. Aku selimuti tubuhnya yang hanya memakai kaos dan celana pendek dengan selimut tebalnya.
***
Esok hari seperti biasa, aku berangkat kerja. Surya ternyata telah bangun duluan, dia menyiapkan sarapan untukku, telur dadar dan segelas susu. Sungguh terasa sangat special bagiku daripada dinner di restoran.
Segera kulahap apa yang dia sajikan, lalu menyambar tas ketika sarapan telah habis tak bersisa. Saat akan beranjak, Surya menahan dengan memegang tanganku, lalu menarik aku ke tubuhnya, dan melingkarkan tangannya di pinggangku. Dia mencium bibirku. Aku terpaku, debar jantungku sudah tidak terkendali saat itu. Lama kami saling menatap, lekat. Aku tidak bisa membohongi perasaanku saat ini.
"Val, aku mencintaimu, sungguh," ucapnya serius.
Logika mengalahkan perasaanku, kudorong tubuhnya menjauh dariku, "Aku berangkat dulu."
Dia hanya menatap aku yang telah beranjak pergi dengan rasa yang bergejolak di hati.
berharap anaknya ga cacat semoga, berkali-kali mencoba digugurin 😌😩