Sebuah rasa cemburu, membuatku melakukan hal yang paling gila. Aku nekat meniduri seorang pria yang sedang koma.
Tahun berlalu dan kini, ada sosok kecil yang membuatku hidup dalam kebahagian. Hingga suatu hari, sosok kecil yang tak lain adalah anakku dan pria yang koma waktu itu, membawaku kembali.
Kembali ke kehidupanku yang dulu. Tempat dimana, aku akan memulai kisah yang baru dari lingkungan yang sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarapan Angin
Nath menghempaskan tubuhnya di ranjang tempat tidur. Dia meletakkan tangannya di keningnya. Pikirannya melayang membayangkan anak kecil yang begitu mirip dengannya.
" Siapa sebenarnya anak itu? jika anak itu benar anakku, seharusnya Mage adalah Ibunya. Tapi kalau bukan, Argh.......! "
Nath mengusap wajahnya dengan kasar. Dia benar-benar sangat takut. Takut Vanya tidak akan menerima keadaanya jika benar anak itu adalah anaknya. Sudah pasti, Vanya akan berpikir buruk tentangnya. Jika Vanya bertanya siapa Ibu dari anak itu lalu Nath tidak mengetahuinya, bukankah Nath terkesan brengsek?
" Vanya, semoga kita tetap bersama ya? semoga anak itu bukan anakku. " Gumam Nath sembari menatap langit-langit. Tapi kembali saat pemikiran buruk itu kembali, " Tapi, kalau anak itu ternyata anakku bagaimana? " Nath kembali gusar.
Sudah hampir tengah malam. Mata Nath bukanya mengantuk, malah bertambah segar. Dia juga sudah memaksa matanya untuk terpejam tapi tidak bisa. Lagi-lagi bayangan anak kecil itu menghantuinya. Sempat sebentar terlelap tapi mimpinya membangunkan Nath.
" Ayah..... Ayah.....Ayah..... " Panggil bocah kecil itu sembari melambaikan tangan.
" Hah......! " Nath terbangun dan sontak terduduk. Keringat bercucuran hingga membasahi seluruh tubuhnya.
Ditengah malam, Nath akhirnya pergi ke kamar mandi. Berharap mandi di malam hari dapat membuang segala pikiran buruknya. Setelah selesai, dia meraih ponselnya. Menggeser beberapa Photo dan memandanginya.
" Vanya, aku merindukanmu. " Ucap Nath sembari menatap photo mereka yang sempat ia abadikan saat kemarin bolos kerja.
Nath masih terus menatap photo hingga tak lagi bisa menahan rindunya. Nekat sudah akhirnya, dia memutuskan untuk menghubungi Vanya.
***
Vanya menggerakkan tangannya dengan mata terpejam untuk mencari ponselnya yang terletak tak jauh dari tempatnya tidur. Dengan mata setengah terpejam, dia mengangkat sambungan telepon tanpa tahu siapa yang menghubunginya.
" Hem.....
' Aku mengganggu tidurmu?
Vanya terbelalak mendengar suara Nath. Dia melihat layar ponselnya untuk memastikan siapa yang menghubunginya di tengah malam. " Sudah pastilah. Inikan tengah malam.
' Maaf ya... Aku tidak bisa menahan diri. Aku merindukanmu.
" Bohong.
' Serius. Aku juga tidak bisa tidur. Temani aku ya?
' Kenapa tidak bisa tidur?
' Takut.
Vanya mengerutkan dahinya. " Apa yang membuatmu takut? jangan bilang kau takut hantu. Kau kan bukan anak-anak.
Deg......
Mendengar kata anak-anak, membuat Nath kembali di landa gelisah. Padahal, baru beberapa detik yang lalu, pikirannya mulai adem saat mendengar suara Vanya.
' Apa kau tidur? ' Tanya Vanya.
' Tidak.
' Apa kau benar-benar takut hantu?
' Bukan itu.
' Lalu? apa yang membuatmu takut?
' Takut kau meninggalkan ku.
' Cih! cara bicaramu seperti Casanova.
' Pft.... Maaf. Apa yang sedang kau lakukan? ' Nath.
' Sedang menerima panggilan telepon darimu. ' Vanya.
' Haha... iya aku lupa. ' Nath.
Hingga semakin lama mereka mengobrol, tanpa sadar Nath mulai mengantuk hingga terdengar dengkuran halus. Vanya tersenyum mendengarnya.
" Huh.... Pria ini benar-benar ya, baiklah, selamat tidur Nath. Mimpi indah. " Ucap Vanya lirih dan langsung mematikan sambungan teleponnya.
Esok paginya. Suara bel pintu mengentikan kegiatan Sherin dan langsung berjalan menuju pintu lalu membukanya.
" Dokter Kelvin? " Sherin menatap tak percaya. Laki-laki yang sedingin gundukan salju kini tengah berdiri dihadapannya dengan senyum yang mengembang sempurna.
" Selamat pagi? apa aku mengganggu aktivitasmu pagi ini?
Iya mengganggu sekali.
" Haha... tentu tidak. " Sherin tersenyum menutupi kejengkelannya.
" Boleh aku masuk? " Tanya Kevin.
Tidak boleh!
" Iya,,.... tentu saja boleh. " Lagi-lagi dengan senyum yang mengalahkan cerahnya sinar matahari.
" Aku melihat jadwal mu kemarin. Dan kau kosong hari ini kan? " Tanya Kevin sembari mengambil posisi duduk.
Maaf Tuhan,. tapi rasanya aku ingin teleponku berbunyi dan ada kabar pasienku membutuhkanku.
" Haha.... sepertinya anda sangat perhatian ya?. " Masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
Aku benar-benar ingin tertawa rasanya. Gadis ini lucu sekali. Jelas-jelas matanya sedang memakiku. Tapi senyumnya benar-benar pintar berbohong.
" Aku kesini untuk memberitahumu. " Ucap Kevin.
Masa bodoh! tidak perduli.
" Tentang apa ya Dok? " Masih dengan akting bahagianya.
" Mulai hari ini, aku tinggal di Unit sebelah.
" Apa?! " Sherin bangkit dari duduknya karena terkejut.
" Kau terlihat sangat terkejut. Apa kau begitu bahagia? " Tanya Kevin dengan senyum yang menghiasi wajah tampannya.
Senang nenek moyangmu!
" Haha.... iya tentu saja saya sangat senang. " Ujar Sherin sembari kembali duduk. Dia mengalihkan pandangan dan bergumam tanpa suara.
" Oh iya,.. di mana Berly? " Tanya Kevin sembari celingukkan mencari keberadaan Berly.
" Dia belum bangun. Setiap sabtu dan minggu dia akan bangun lebih siang.
" Bolehkah aku bergabung denganmu untuk sarapan?
Apa?! dasar tidak tahu malu. Kalau dilihat dari caranya mendekatiku, dia pasti memiliki niat terselubung.
" Ah, maaf sekali. Saya tidak bisa masak.
" Sarapan kan tidak harus memasak. Kita bisa delivery kan?
" Aku tidak suka makan makanan sembarangan.
" Aku memesannya dari restauran milik kakakku. Aku jamin untuk kebersihannya.
" Aku tidak suka masakan restauran.
" Baiklah, kalau begitu, kita pesan makanan yang biasa dijual dipinggir jalan.
Sherin membulatkan matanya. " Tidak mau ah! banyak debunya.
Kevin menghela nafasnya. Ternyata, gadis ini sudah tidak bisa berakting lagi. " Dokter Sherin,
" Apa?
" Aku penasaran.
" Tentang apa?
" Lalu, biasanya apa yang kau makan?
" Angin. " Jawabnya singkat.
" Pft....! begitu ya?
" iya.
" Aku ingin mencoba memakan angin.
" Dokter Kevin, kau adalah orang yang tidak mudah didekati. Apa yang kau inginkan dengan mendekatiku? " Tanya Sherin yang sudah muak berpura-pura menjadi gadis yang anggun dihadapan Pria menyebalkan itu.
" Aku hanya ingin berteman denganmu. " Jawab Kevin santai.
" Ambigu sekali kata-kata itu. Memang mudah ya? pria dan wanita berteman itu sangat sulit. Kau juga kenapa bertanya dimana Berly sepagi ini. Apa yang kau inginkan dari Adikku?
" Aku hanya sangat menyukai Berly. Dia sangat manis dan cantik. Memang tidak boleh?
Manis dan cantik? heh! Naif sekali. Kau belum kenal dengan Berly. Jika kau tinggal bersamanya satu hari saja, sudah ku pastikan, rambutmu akan menjadi botak seperti kebanyakan profesor.
***
" Ibu,.. " Panggil Nathan setelah meletakkan piring bekas sarapannya.
" Iya. " Jawab Vanya sembari membereskan meja makannya.
" Aku akan pergi ke tempat Berly.
" Iya pergilah. Ibu akan berangkat tiga puluh menit lagi.
" Iya.
" Huh.....! semenjak ada Berly, dia benar-benar menjadi tambah imut. " Gumam Vanya sembari menatap punggung Putranya yang semakin menjauh.
***
Suara bel berbunyi. Sherin bangkit dari posisinya dan sontak menghentikan perdebatan bersama Kevin.
" Hai Nathan? selamat pagi? " Sapa Sherin dengan wajah sumringah. Akhirnya, bisa melihat sosok tampan yang menggemaskan. Dari pada melihat bunga mawar yang beku batinnya.
" Selamat pagi Bibi. Aku ingin bermain dengan Sherin. Apa dia sudah bangun?
" Huh...Masuklah, kau pasti tahu kan? ini hari sabtu. Dia akan bangun jika tahu kau ada disini.
Sherin mempersilahkan Nathan masuk.
*Paman mesum ini kenapa ada di sini?
Pucuk dicinta.... Tuhan benar-benar memuluskan rencanaku*.
Nathan dan Kevin duduk bersebelahan.
" Hai Nathan? " Sapa Kevin.
Nathan tidak bergeming sedikitpun. Aih... benar-benar Nath kecil.
" Nathan, aku senang bertemu denganmu. " Ucap Kevin sembari mengelus rambut tebal Nathan.
" Awh....! " Nathan memegangi kepalanya. Matanya menatap tajam ke arah Kevin.
Kenapa paman mesum ini mencabut rambutku?
To Be Continued.