Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membujuk istri ngambek
Sepanjang jalan menuju kantor Bianca memalingkan wajahnya menatap jalanan dari jendela samping mobil, moodnya langsung berubah turun saat mereka sedang enak-enaknya makan, dan muncul Della di restoran yang sama dengannya.
Belum lagi, Della yang tiba-tiba menghampiri mereka dan duduk dengan santainya di kursi yang masih kosong, dan yang lebih membuatnya tidak mood makan, Bianca melihat Della duduk terlalu dekat dengan Kaivan, dan ini yang paling menghancurkan mood Bianca, Kaivan hanya diam saja ketika tubuhnya dan tubuh Della terlalu menempel.
Bahkan dengan santainya Kaivan tetap melanjutkan acara makannya seakan-akan ia sama sekali tidak terganggu dengan keberadaan Della di sampingnya.
Seharusnya Kaivan mengusirnya ketika Della dengan kurang ajarnya menyentuh tangan Kaivan yang sedang memegang sendok, bukan malah diam saja dan seperti menikmati perlakuan Della.
Bianca jadi teringat dengan beberapa fakta yang saat itu hampir saja membuatnya berteriak heboh karena terkejut. Della sedang hamil anak dari papa Kaivan, dan disitu Della juga sedang menjalin hubungan dengan sahabat dekatnya saat kuliah, apakah pria itu tidak jijik mengetahui Della sedang hamil dari pria lain? Atau memang itu sudah biasa baginya? Mengapa mereka menjadi sama menjijikannya dengan Della?
Ia juga tidak salah lihat jika perut Della memang sudah membesar, bahkan sudah terlihat seperti lima bulan, kenapa juga ia tidak sadar dengan hal itu ketika Della dan pacarnya datang ke apartemen dan dengan tidak tahu malunya mereka masuk ke kamar yang merupakan ruangan privasi.
"Kamu masih marah?" tanya Kaivan lembut.
"Siapa yang marah?" tanya Bianca dengan nada yang tidak bisa dikatakan lembut.
"Masa sih? Ya sudah langsung turun yuk! Kayaknya kita memang sudah sangat telat datang," ajak Kaivan.
Rasanya Bianca ingin melemparkan batu berukuran kecil ke arah wajah Kaivan, memangnya dia tidak paham jika dirinya ini sedang marah? Seharusnya itu di bujuk agar tidak marah lagi? Bianca ingin menangis saja rasanya.
Dan benar saja, Bianca meneteskan air matanya ketika mendengar suara pintu terbuka lalu tertutup, ia menoleh ke samping dan menemukan bangkunya sudah kosong.
"Memang ya, semua laki-laki itu sama saja, tidak peka," ujar Bianca meluapkan kekesalannya.
Bianca hampir saja terjengkang kebelakang karena ia yang sedang menyenderkan punggungnya ke pintu yang tiba-tiba terbuka dari luar.
Bianca hendak memaki orang yang membuka tiba-tiba pintu yang sedang ia gunakan untuk bersandar, tetapi ia merasakan pipinya dicium seseorang.
"Gimana? Masih marah?" tanya Kaivan menjauhkan wajahnya dan tersenyum lembut Bianca yang diam di tempatnya.
"K-kamu, kamu ngapain?" tanya Bianca memundurkan duduknya agar semakin jauh dengan Kaivan.
"Kenapa?" tanya Kaivan tersenyum geli melihat mimik wajah istrinya yang tidak santai.
"Kamu apaan sih, ini tempat umum, kalau ada yang lihat bagaimana? Mereka bisa membicarakan macam-macan jika melihatnya," dengus Bianca pura-pura kesal padahal jantungnya sudah berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
Entah ia kekurangan kasih sayang dari papanya, atau karena memang tidak pernah merasakan hal seperti ini dari pria lain, setiap kali Kaivan melakukan kontak fisik dengannya, ia selalu merasakan panas di seluruh wajahnya, bahkan ia tidak menyangkal jika dirinya merasakan seperti ada kupu-kupu berterbangan di perutnya.
"Muka kamu merah loh," goda Kaivan semakin membuat Bianca tidak bisa berkutik di tempatnya, wajahnya semakin memerah dengan jantung yang semakin berdetak cepat.
"Mau jalan sendiri atau aku gendong?" tanya Kaivan karena Bianca tidak kunjung berbicara.
Bianca masih diam, pandangannya masih mengarah ke depan, tidak sedikitpun melirik Kaivan yang sudah senyum-senyum seperti orang tidak waras.
"Jadi mau aku gendong, hmm?" bisik Kaivan mencondongkan tubuhnya lebih dekat kepada Bianca.
"Jangan macam-macan ya, Kaivan!" ancam Bianca menggeser duduknya agar tidak terlalu dekat dengannya.
"Kenapa sekarang kamu lebih pemalu, padahal dulu sebelum aku bisa melihat kamu sering membantuku mandi, memakaikan baju bahkan membantuku berjalan, kenapa sekarang kamu seperti takut gitu jika aku dekati?" tanya Kaivan sukses membuat Bianca langsung menatap tajam Kaivan.
"Itu berbeda, kamu tidak akan pernah paham apa yang sedang aku rasakan," balas Bianca setelah sedari awal hanya diam saja.
"Kamu bisa mengatakannya apa yang sedang kamu rasakan sekarang, aku disini mendengarkanmu," ujar Kaivan lembut, ia bahkan menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajah istrinya. Cantik sekali istrinya ini, Kaivan tidak berhenti menggumamkan hal yang sama, jika Bianca memiliki kecantikan yang sangat unik, kecantikan yang membuat siapapun tidak akan bosan melihatnya.
"Sudahlah," Bianca mendorong tubuh Kaivan lalu keluar dari dalam mobil denga wajah yang tertekuk.
Kaivan mengunci mobilnya terlebih dahulu lalu mengejar Bianca yang sudah sedikit jauh di depannya.
"Bianca, denger aku dulu!" mohon Kaivan, sepertinya Bianca memang benar-benar marah dengannya saat di restoran tadi.
Bianca diam dan tetap melangkahkan kakinya tidak tentu arah, ia tidak masuk ke dalam kantor tempat kerja Kaivan, ia masih masih marah dengan suaminya itu, entahlah kenapa pula moodnya mudah sekali berubah, ia merasa ini hal sepele tapi mengapa ia semarah ini apa lagi melihat Kaivan yang terus-terusan menggodanya tanpa mengatakan maaf dan menjelaskan alasan ia diam saja disentuh dan didekati Della.
"Oke, aku minta maaf, aku salah," lirih Kaivan memeluk Bianca dari belakang sehingga langkahnya langsung terhenti.
Tubuh Bianca menegang, tidak menyangka jika Kaivan sampai memeluk dirinya, rasa kesalnya kembali berubah menjadi rasa yang entah apa tidak bisa Bianca jabarkan, kali ini rasanya lebih dari sekedar Kaivan berbisik di samping telinganya dan mencium pipinya.
"Della belum tahu kalau penglihatanku sudah kembali, makanya aku pura-pura tidak tahu jika yang menempeliku itu Della, jika ia tahu kemungkinan besar ia akan mendekatiku dan merebutku darimu, itu artinya kamu akan berada dalam bahaya jika Della nekat menjauhkanmu dariku," beritahu Kaivan menaruh dagunya di pundak sebelah kanan Bianca.
"Terus bagaimana kalau Della kembali mendekatimu, sikapmu tadi memberikan lampu hijau untuknya, Kaivan, " greget Bianca.
"Tidak akan, Della hanya ingin melihat reaksimu jika dia mendekatiku, syukurnya kamu hanya diam saja, itu artinya Della tidak akan lagi mengganggu kita," balas Kaivan.
"Kenapa kamu sampai setahu itu tentang Della?" tanya Bianca seperti melupakan satu fakta jika dulu suaminya itu pernah menjalin cinta dengan Della, tentu saja Kaivan mengetahui hal-hal tentang Della.
"Itu terlihat sangat jelas, Bianca, makanya aku tahu,"
Bianca diam, tidak tahu lagi harus membalas apa untuk terus menyalahkan Kaivan agar emosinya bisa keluar semua.
"Aku minta maaf, aku tidak akan pernah tertarik lagi dengannya,"
_________________________________________
Kalian masih enjoy kan bacanya?
kalau ada yang bikin kalian bingung, komen aja ya di bawah.