Sepuluh tahun menikah bukan menjadi jaminan untuk terus bersama. gimana rasanya rumah tangga yang terlihat adem-adem saja harus berakhir karena sang istri tidak kunjung mempunyai anak lantas apakah Aisy sanggup di madu hanya untuk mendapatkan keturunan?? saksikan kisahnya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Beberapa hari telah berlalu sejak hujan deras malam itu. Kota perlahan kembali cerah, tapi di hati Aisy, masih ada sisa kehangatan dari malam yang membuatnya sadar kebersamaan bisa datang dari tempat yang tak pernah ia duga.
Pagi itu, aroma kopi memenuhi ruang kontrakan kecil. Aisy sedang menyapu lantai sambil bersenandung pelan, sesuatu yang bahkan ia sendiri tak sadar ia lakukan, entah kenapa, hari-harinya merasa hangat, ada segelincir rasa yang menjurus ke arah Kenny pria yang saat ini dekat dengannya di saat dirinya baru memulai kehidupan baru.
Kenny hadir bukan sebagai tuntutan, melainkan ia hadir, sebagai penenang dan support sistem tersendiri bagi hatinya yang waktu itu sedang hancur dan terluka.
Di hari libur ini, Kenny dan anaknya sudah datang ke kontrakan Aisy, mereka sibuk bertiga di ruangan dapur yang kecil itu.
“Papa, roti aku gosong,” protes Zea dengan wajah cemberut.
Kenny menoleh, tertawa kecil. “Itu bukan gosong, itu matang sempurna versi Papa.”
Aisy tak bisa menahan senyum. “Matang sempurna atau gagal total nih, Pak?”
Kenny menatapnya, pura-pura tersinggung. “Saya tersinggung, Ibu Dokter. Kamu pikir aku gak bisa bikin sarapan?”
“Tersinggung boleh, asal jangan gosongin roti anak sendiri,” balas Aisy, kini tertawa lepas.
Tawa Kenny menggema, ia tahu kalau wanita dihadapannya itu sudah nampak kesal dan cemberut, dengan iseng tangan kokoh itu mulai menempelkan selai strawberry ke hidung Aisy.
"Pak Kenny ....," tegur Aisy spontan.
"Biar gak cemberut," sahut Kenny dengan santai.
Seketika Aisy membulatkan matanya dengan sempurna, tanpa sadar tangannya mulai menyentuh selai itu dan menempelkan ke pipi Kenny.
"Nih rasain," ucap Aisy dengan senyum yang sempurna.
Kenny berdiri dengan wajah penuh selai, sementara Aisy menahan tawa sambil menutup mulutnya.
“Wah, dokter satu ini mulai berani juga ya,” ucap Kenny pura-pura kesal, mengambil tisu tapi malah menatap Aisy dengan tatapan licik.
Aisy mundur satu langkah. “Eh... jangan macam-macam, Pak Kenny. Ini dapur sempit, jangan sampai ....”
Belum sempat ia lanjutkan, Kenny malah mendekat dan pura-pura ingin menempelkan selai ke pipinya lagi. “Balas dendam itu bagian dari keadilan, Dokter Aisy.”
Aisy berputar menghindar, tapi malah tersandung kursi kecil di belakangnya. Refleks, Kenny menangkap tubuhnya sebelum jatuh. Seketika dunia seperti berhenti sebentar jarak mereka terlalu dekat.
Aisy bisa merasakan napas Kenny di wajahnya, aroma kopi dan strawberry bercampur, membuat jantungnya berdebar tidak karuan.
“Uh... kamu gak apa-apa?” tanya Kenny pelan, masih menahan bahu Aisy.
“Gak... gak apa-apa,” jawab Aisy gugup, buru-buru berdiri tegak dan mengambil sapu yang tadi jatuh.
Zea yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua langsung berseru. “Ih, Papa sama Mama Aisy kayak di film yang suka Papa tonton malam-malam tuh!”
Kenny langsung terbatuk pura-pura, sementara Aisy menatap anak kecil itu dengan wajah memerah.
“Zea, makan roti dulu sana,” ucapnya cepat.
“Roti gosong, Ma?”
“Roti spesial cinta Papa,” timpal Kenny cepat, membuat Aisy kembali menunduk menahan tawa.
Setelah suasana agak tenang, Kenny mengambil pisau roti dan mengoleskan selai baru.
“Tuh, lihat. Papa juga bisa bikin yang sempurna kok,” katanya, mencoba bergaya serius.
Aisy menatap roti itu sebentar, lalu tanpa diduga menggigitnya lebih dulu.
“Hm... lumayan. Tapi kayaknya kurang manis,” katanya santai.
Kenny mengangkat alis. “Oh ya? Mau aku tambahin manisnya?” Nada suaranya terdengar menggoda, membuat Aisy terkejut dan segera berdehem pelan.
“Yang manis itu cukup dari roti aja, Pak. Bukan dari rayuan,” balasnya cepat, lalu berbalik mencuci piring sambil menahan senyum.
Zea kembali tertawa riang. “Papa kalah, Mama Aisy menang!”
Kenny berpura-pura kecewa. “Ya ampun, dua lawan satu begini gak adil banget.”
Namun diam-diam, saat Aisy menatap ke arahnya lewat pantulan kaca jendela dapur, Kenny masih tersenyum kecil senyum yang menyimpan rasa hangat dan diam-diam berkata dalam hati,
“Ternyata... bahagia sesederhana ini aja udah cukup."
☘️☘️☘️☘️☘️
Sementara itu, di sisi lain kota, suasana rumah besar keluarga Rifat terasa muram. Lusi baru saja dipulangkan dari rumah sakit. Tubuhnya kini terikat di kursi roda, tangannya gemetar tiap kali mencoba menggerakkan sesuatu. Ia menatap jendela yang terbuka, melihat langit cerah tanpa bisa menikmatinya.
Perawat pribadi yang disewa hanya datang pagi dan sore. Di antara waktu itu, Lusi sendirian.
Rifat masuk ke kamar tanpa mengetuk. Wajahnya dingin, mata lelah, seperti menahan sesuatu yang lebih dari sekadar stres.
“Dokter bilang kamu udah bisa di rumah,” ucapnya datar. “Jangan manja. Aku udah atur semua.”
“Aku... cuma minta kamu temani aku makan,” lirih Lusi, suaranya nyaris tak terdengar.
Rifat menghela napas berat. “Aku banyak kerjaan, Mi. Jangan bikin semuanya makin rumit.”
Lusi menunduk, menahan air mata. Setelah Rifat keluar, suasana menjadi hening, seperti hatinya yang kosong, entah kenapa di saat dirinya terjatuh seperti ini, tak ada kerabat ataupun keluarga yang memberi dukungan layak, seperti yang dilakukan Aisy dulu.
Air mata tiba-tiba menetes, melihat kejadian dulu, waktu Aisy menjadi menantunys, anak itu dengan tulusnya merawat ia layaknya seperti orang tua kandung.
"Aisy kemana sekarang kamu Nak ...," gumamnya di tengah-tengah sepi yang membelenggu.
Beberapa menit kemudian, menantunya datang sekadar mengambil beberapa peralatan bayinya yang tertinggal di rumah besarnya, Arsinta menengok sebentar Lusi yang sedang duduk di kamarnya menghadap ke jendela.
Pintu kamar terbuka Lusi langsung menoleh, dan merasa sumringah karena sang menantu datang. "Nak akhirnya kamu datang juga ya," ucap Lusi dengan senyum penuh harapan.
"Iya Mi, saya hanya mengambil beberapa barang Azam yang tertinggal di rumah ini," ujar Sinta.
Seketika senyum Lusi memudar mendengar jawaban yang sesungguhnya. "Nak temani Mami makan dulu ya," pinta Lusi.
“Mi, maaf ya, saya sibuk banget, bayi saya lagi rewel. Kalau Mami butuh sesuatu, minta ke suster aja, ya. Jangan panggil saya terus,” katanya ketus.
Setelah wanita itu pergi, Lusi memandang kursi kosong di depannya. Dingin. Sepi. Tidak ada yang tersisa.
Tangannya gemetar saat mengambil bingkai foto lama di meja. Foto dirinya dengan Aisy, lima tahun lalu waktu Aisy masih menjadi perempuan lembut yang sabar menemaninya di rumah sakit.
Air matanya menetes di atas kaca bingkai itu.
“Kamu dulu rawat aku tanpa pamrih, Aisy... dan aku malah balas dengan benci. Sekarang Tuhan kasih aku rasa sakit yang sama bedanya, aku sendirian.”
Matahari mulai merangkak naik keatas dan dalam diamnya, Lusi tahu, bukan kelumpuhan yang paling menyakitkan, tapi kehilangan semua kasih yang pernah mengelilinginya.
☘️☘️☘️☘️
Sementara di kontrakan, tawa kecil kembali terdengar. Zea berlari di antara Aisy dan Kenny sambil memeluk bonekanya, anak itu terlihat begitu riang, seperti menemukan kelengkapan yang sempat kurang didalam hidupnya.
“Papa ... Mama Aisy! Kita foto bertiga, yuk!” seru Zea.
Kenny menoleh ke Aisy, menunggu restu lewat tatapan mata. Aisy tersenyum, untuk pertama kalinya tanpa ragu.
Ia duduk di samping Kenny, membiarkan Zea di pangkuan mereka. Flash kamera ponsel menyala, menangkap momen kecil yang sederhana tapi hangat, tiga hati yang sama-sama belajar percaya lagi.
'Tuhan aku sangat bahagia punya Papa dan Mama yang utuh seperti ini,' ucap Zea dalam hati.
Sementara itu ditengah kehangatan itu Kenny juga membatin layaknya ingin melindungi Aisy lebih dari sekedar ini. 'Tuhan jika diijinkan maka ijinkan aku untuk menjaga wanita ini seutuhnya," batin Kenny.
Dan Aisy hanya bisa berdoa, dengan perasaan yang saat ini tengah ia rasakan. 'Tuhan jika kau ijinkan aku jatuh cinta lagi, tolong rawat dan jaga cintaku ini,' batin Aisy seolah menyahuti.
Bersambung ....
mungkin kebanyakan di manja, mkne gk bisa mandiri saat di buang Reyhan.
dulu kebanyakan party pling lihat saja gaul nya smp hamil, berarti dulu gk sekolah cm party party tok, di pikir hidup ttp mewah gk tau nya di buang.
kluargane juga bobrok anak salah mlh di dukung edan kok.
kn bgitu kemarin cari jln tp jln pintas njebak laki orang.
nikmati saja karma mu. 👍👍.
Selamat arsinta menikmati karma.
karma tak Semanis kurma.
mkne jng jd pelakor, coba kl gk ketahuan Azam anak laki lain pasti gk insaf dan bhgia di atas derita aisy.
Sekarang saja tobat krn di usir Reyhan dan hidup miskin. coba kl masih punya uang dan cantik pasti nglakor lagi. 🤣🤣🤣
contoh mulan jamila, nisya sabyan. pelakor pelakor kaya mereka bikin gedek bnget dng embel embel hijrah berharap dpt maaf.
kayak arsinta ini dng embel embel insaf berharap dpt maaf. iuhh coba kl gk ketahuan Azam bukan anak Reyhan gk akn insaf tu sundal.
sedang pelakor hamil dng penderitaan 😄🤣. itulah penjahat menang di awal kalah dan tersingkir di akhir.
puas bnget tu arsinta menderita hidupnya. biar gk jd pelakor lagi, kl dah jd pemulung dan kusut kn gk laku kl nglakor lagi.
rasakan Sekarang tiada Ampun buat pelakor nggarai tuman soale.