Aku Yang Kamu Nikahi,Dia Yang Kamu Perjuangkan.

" Hati hati pak" ucap Yuna memampah tubuh pak Rusli.

" Sebaiknya bapak tidak usah kerumah sakit Yuna,bapak tidak apa apa kok bapak hanya butuh istirahat."

" Bapak dengarkan yuna.bapak harus kedokter."

Langkah Yuna terhenti ketika melihat Alina tidak ada ditempat ia menunggu,Yuna hanya melihat motor Alina yang entah sang pemiliknya kemana.

" Kemana Alina.?" Tanyanya dalam hati.

Itu memesan takxi online. Ada sedikit kekhawatiran didalam hatinya ketika tidak melihat keberadaan Alina,tapi keadaan pak Rusli lebih menghawatirkan yuna.ia akan mencari tahu keberadaan Alina setelah mengantarkan pak Rusli kerumah sakit.

" Bapak kita tunggu taxi onlinenya disana saja."

Hingga taxi online yang dipesan Yuna tiba setengah jam kemudian.

" Ayo pak taxinya sudah datang."

Yuna membantu pak Rusli berdiri dan kembali memapah tubuhnya.

" Maafkan bapak yah nak bapak malah merepotkanmu."

" Jangan bicara seperti itu pak biar bagaimanapun bapak sudah Yuna anggap orang tua Yuna sendiri."

Satu tetes air mata pak Rusli menetes begitu saja.ia teringat akan Gavin putra satu satunya yang sekarang entah peduli atau tidak dengannya.

______

Alina sampai dimana motornya terparkir dengan mengendarai ojek online.

" Terimakasih ya pak."

" Sama sama neng."

" Uhh untung motor aku masih aman disini.tapi apa Yuna masih ada didalam yah.mending aku cek apa Yuna masih ada didalam rumah itu ."

Alina melangkah kan kaki kearah rumah pak Rusli.

" Yuna apa kamu ada didalam?"

Tidak ada jawaban dari teriakan alina.suara teriakan itu hanya disambut oleh keheningan.

" Tidak mungkin Yuna ningalin aku sih."

Karna rasa penasarannya Alina membuka pintu

Klekkk

Pintu sedikit terbuka menandakan pintu itu sama sekali tidak terkunci.dengan langkah pelan Alina melangkahkan kakinya secara perlahan meskipun ada sedikit keraguan didalam hatinya tapi dia harus menemukan Alina.

Langkah Alina terhenti ketika netranya tertuju pada bingkai foto diatas nakas.dalam bingkai foto itu Gavin dan pak Rusli saling merangkul satu sama lain.

" Loh ini kan foto Gavin tapi orang tua yang ada disampingnya siapa yah,lalu untuk apa Yuna datang kemari,apa hubungannya Yuna dengan Gavin?"

Beberapa pertanyaan muncul dikepala Alina saat melihat foto itu.

Alina terlihat menepuk jidatnya.

" Oh ia kenapa aku tidak menelpon Yuna saja."

Alina mengambil benda pipi dari sakunya dengan cepat ia mencari kontak Yuna.

Hingga tiga kali Alina berusaha menelpon yuna.nomor Yuna tidak aktif hingga membuat Alina bertambah khawatir.

" Sebenarnya kamu dimana sih yun?"

Sementara dirumah sakit Yuna terlihat fokus menatap pak Rusli yang sedang dalam pemeriksaan dokter .ia begitu terlihat lemah diatas brangkar rumah sakit.

Setelah selesai memeriksa pak Rusli,dokter kembali duduk dikursinya.

" Bagaimana keadaan bapak saya dok." Tanya Yuna ada nada khawatir disana.

" Bapak anda mengalami gejala tipes,dia harus dirawat selama beberapa hari."

" Saya mengerti dok tolong lakukan yang terbaik untuk bapak saya."

" Baiklah kalau begitu anda bisa membayar biaya administrasinya sebelum kami melakukan tindakan perawatan untuk pasien."

" Ia dok."

Yuna beranjak dari duduknya dan berjalan kearah resepsionis untuk membayar biaya pengobatan pak Rusli.

" Ngak aku tidak boleh begini,biar bagaimanapun Gavin itu anak kandung bapak dia harus tahu kondisi bapak sekarang."

Yuna mengambil smartphonenya dari dalam tas.

" Ya ampun ternyata sedari tadi aku lupa mengatifkan handponeku setelah aku isi daya."

Ada puluhan pangilan dari Alina saat Yuna mengaktifkan handphonenya.tapi Yuna mengabaikan Alina dulu yang ada difikirannya ia harus menghubungi Gavin secepatnya.gavin harus tahu kondisi pak Rusli.

Satu dua kali Yuna menelpon Gavin tapi tidak diangkat oleh Gavin.

Hingga pangilan yang ketiga baru Gavin mengangkat telepon dari Yuna.

" Hallo."

" Sayang buka mulut kamu ini rasanya enak sekali" ucap seila yang terdengar disebrang sana membuat lidah Yuna keluh.

" jangan menelpon saya! Sekarang saya sedang sibukk." Ucap gavin kemudian mematikan pangilan dari Yuna.

Helaian nafas Yuna terdengar berat ia kembali melangkahkan kaki kearah resepsionis.

" Untung aku masih ada sedikit tabungan semoga saja tabungan aku itu cukup untuk membayar biaya rumah sakit bapak."