"aku...aku hamil Rayan !!" teriak frustasi seorang gadis
" bagaimana bisa laa" kaget pemuda di depannya.
Laluna putri 19 tahun gadis desa yatim piatu yang tinggal bersama neneknya sejak kecil.
Rayyan Aditya 22 tahun mahasiswa semester akhir anak orang berada asal kota.
Alvino Mahendra 30 tahun CEO perusahaan besar AM grup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rizkysonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 29.
Sudah hampir dua bulan Rayyan tak pulang.
Kehamilan Luna juga sudah memasuki bulan ke delapan, akhir akhir ini Luna merasa gelisah, setiap malam ia tidak bisa tidur nyenyak, ntah karena kandungan yang mulai besar atau mungkin karena hal lainnya.
Setiap pagi, Luna menatap jendela kamar yang menghadap halaman, berharap mobil abu-abu milik Rayyan tiba-tiba berhenti di depan pagar. Tapi yang datang hanya angin, membawa suara daun jatuh dan kenangan yang makin tajam.
Hari itu, Luna mencoba sibuk, melipat baju, membantu menyiapkan sarapan untuk semua , tapi pikirannya tetap saja melayang. Di meja makan, pandangannya kosong pada kursi yang biasa ditempati Rayyan.
“mah.... Kak Rayyan nggak bilang kapan bisa pulang?” tanya Luna pelan. Padahal ia tau jawabannya
“Belum, Na. Katanya sedang banyak tugas di tambah pekerjaan nya juga,” jawab Bu Meri tanpa menoleh, sibuk menyiapkan teh.
Luna mengangguk, tapi matanya mulai berkaca.
“Luna cuma... kangen, mah. Rasanya sepi sekali tanpa dia.”
Bu Meri mendesah, lalu menatap menantunya.
“Luna, kamu itu harus belajar sabar. Istri tuh jangan cengeng. Rayyan di sana kuliah untuk masa depan kalian juga buat kamu dan anak kamu nanti.”
Luna terdiam. Ia tahu Bu Meri benar, tapi hatinya menolak diam. Malam-malamnya dingin, dan setiap kali menatap foto Rayyan di ponsel, dadanya terasa sesak.
Malam itu, setelah semua tertidur, Luna duduk sendirian di kamar. Lampu sengaja dimatikan, hanya cahaya dari ponsel yang menerangi wajahnya.
Ia mengetik pesan panjang — yang sudah dihapus dan diketik ulang berkali-kali.
“kakk... Luna kangen banget. Kalau bisa, pulang sebentar ya... Luna cuma pengin lihat kamu, walau cuma lima menit aja.”
Pesan itu dikirim.
Tapi tak ada balasan.
Hanya tanda centang dua yang tak berubah warna.
Luna menggenggam ponselnya erat, air mata menetes tanpa suara.
Dalam hatinya, ia berdoa — semoga Rayyan tahu betapa besar rindunya, betapa kosong harinya tanpa pelukan itu.
tingg.. Suara pesan masuk..
" laa... Maaf aku baru bisa buka hp.. Kamu yang sabar ya besok aku pulang untuk kamu.."
Luna yang baru mau terlelap, langsung bangun lagi, ia begitu bersemangat setelah membaca pesan dari Rayyan.
Tidak lama dering ponsel berbunyi.. Rayyan menghubungi nya lewat panggilan video.
" Hay.. Laa.. Apa kabar " wajah yang dirindukan muncul di layar ponsel nya
" kak.. aku kangen.. Kapan kakak pulang?" Dengan suara serak menahan tangis Luna bertanya
" aku juga kangen laa.. Bunda yang sabar ya besok insyaallah ayah pulang, bagaimana baby apa dia juga merindukan ayah? "
" ya kami baik-baik saja ayah.. Tapi kami rindu ayah" dengan suara yang bergetar Luna mencoba tersenyum sambil menirukan suara anak kecil
" aku juga rindu laa... Kamu jaga diri baik-baik ya, jaga baby juga, jaga dia untuk aku laa.."
" aku gak mau menjaga nya sendirian kak, aku mau menjaga nya bersama kak Rayyan.. Kaka kan udah janji mau jagain kita berdua."
Rayyan diam memandang Luna, tiba tiba air matanya turun, " aku tau kamu kuat laa, kamu pasti jadi bunda yang hebat yang akan jadi kebanggaan anak kita nanti.." sambil menahan tangis Rayyan berkata
Gak ada lagi kata yang terucap, mereka saling diam dengan pandangan yang dalam, keduanya merebahkan dirinya dengan panggilan video yang masih berlangsung, mereka saling menguatkan lewat pandangan, Mereka berdua tau bahwa rindu itu sama Adanya.
...
Hari itu langit tampak lebih redup dari biasanya.
Udara terasa lembab, dan angin sore membawa aroma tanah yang basah sebelum hujan turun. Luna duduk di teras, menatap jauh ke jalanan sepi, berharap keajaiban datang dalam bentuk suara mesin mobil yang ia kenal.
Ponselnya tergeletak di pangkuan, dengan pesan dari Rayyan:
“Doain ya, sayang. nanti malam aku berangkat dari sini aku pengen cepet-cepet nyampe sana. Kangen kamu.”
" kak.. Apa sebaiknya besok saja ya ... aku takut kak Rayyan ngantuk bawa mobil nya."
" gak apa, laa aku udah kangen banget tau."
" ya sudah hati-hati ya kak, jangan kebut kebutan "
" iya ... kamu jga diri baik-baik ya.. Aku ada urusan dulu bentar, love you bundaa..."
Luna tersenyum tidak membalas lagi pesan Rayyan, ia cuma berbisik pelan " love you too ayah Rayyan "
Luna tersenyum kecil membaca itu. Ada rasa hangat di dadanya, tapi entah kenapa, juga ada perasaan aneh yang sulit dijelaskan.
Seperti ada sesuatu yang menggantung di udara tenang tapi berat.
...
“mah.., kak Rayyan katanya nanti malam mau pulang,” ucap Luna pelan sambil membawa teh ke ruang tamu.
" pasti kamu yang menyuruh nya pulang kan? ,” jawab Bu Meri sambil melirik Luna
" maaf mah.. tadinya emang Luna yang nyuruh pulang, tapi Luna sudah ngelarang pulang malam ini kok, Luna udah suruh besok aja pulang nya, tapi kak Rayyan bilang udah pengen cepet-cepet pulang katanya. " melihat Bu Meri menatap nya tidak suka Luna cepat cepat menjelaskan.
" kalau mama gak percaya ini lihat pesan chat Luna" imbuh Luna lagi
" ahh sudah lah terserah kamu, kalau terjadi apa-apa sama anak saya awas aja kamu" ntah kenapa Bu Meri seperti merasakan gelisah di hatinya dan melampiaskan nya pada Luna.
" maaf mah.." Cicit Luna
“Tapi kamu jangan terlalu berharap dulu. Kadang kerjaan bisa berubah mendadak.”
Luna mengangguk, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan.
...
Ia bahkan mulai menyiapkan kamar, mengganti sprei, menaruh wangi melati di pojok ruangan, aroma yang disukai Rayyan.
“Biar nanti kak Rayyan senang pas pulang,” gumamnya, tersenyum sendiri.
Menjelang malam, hujan turun pelan.
Luna berdiri di jendela, memandangi butiran air yang jatuh. Dalam hatinya, ia berbicara seolah Rayyan ada di sana.
“kak, jangan kerja keras banget ya... Luna tunggu kamu pulang, ya?”
Hujan makin deras, dan hatinya semakin gelisah.
Ia merasa seolah Rayyan menjawab lewat hembusan angin yang menyentuh pipinya.
Sebelum tidur, Luna sempat memeluk perutnya.
“Nak, sebentar lagi ayah pulang. Kamu pasti senang, ya?” katanya sambil tersenyum lembut.
Malam itu, Luna tidak bisa tidur, ia berharap suaminya cepat kembali, tanpa tahu bahwa doanya untuk esok hari akan dijawab dengan cara yang tak pernah ia bayangkan.
....
di kamar yang berbeda Bu Meri merasakan gelisah yang kian terasa, hatinya sungguh sakit tapi tak tau kenapa.
" kenapa sih mah, bukanya tidur malah mondar-mandir gak jelas". Tegur pak Robi
" ntah lah pah, mama gak tenang sebelum Rayyan kasih kabar"
" mungkin Rayyan lagi di jalan, atau mungkin gak jadi pulang, karena ada kerjaan mungkin" pak Robi menenangkan, walau ia sendiri merasakan hal yang sama
" mudah-mudahan Rayyan baik baik saja... Mama sebenernya kesel sama Luna pah, kenapa pake nyuruh Rayyan pulang segala, alasan kangen lah apa lah, manja banget" Bu Meri mengeluarkan unek-unek nya
" namanya juga anak muda mah, kayak yang gak pernah merasakan aja mama di tinggal papa keluar kota lama" pak Robi bicara sambil terkekeh... Dan ya lumayan bisa buat Bu Meri mengangkat bibirnya.
.
.
...
Kita mulai konflik nya pelan pelan ya ...😊
Terimakasih buat yang selalu nungguin kisahnya Laluna🤗
Tetap dukung author dengan cara like dan komen dan vote ya biar author semangat hehe 😄
Love
You
😍