Pertemuan pertama yang tak disangka, ternyata membawa pada pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya. Membuat rasa yang dulu tak pernah ada pun kini tumbuh tanpa mereka sadari.
kehidupan seorang gadis bernama Luna yang berantakan, membuat seorang Arken pelan-pelan masuk ke dalamnya. Bahkan tanpa Luna sadari, setiap dia tertimpa masalah, Ken selalu datang membantunya. Cowok itu selalu dia abaikan, tapi Ken tak pernah menyerah atau menjauh meski sikap Luna tidak bersahabat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abil Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32 Balasan Cinta
"Ayo Ken, gue udah siap," ucap Luna mengabaikan seseorang yang baru saja datang itu. Dia bahkan pura-pura tak mendengar ucapan orang itu.
Ken dan Dilan saling pandang, Dilan lebih dahulu tersenyum ke arah orang tersebut, karena dia paham situasi. Sepertinya Luna tidak mengharapkan kehadiran orang tersebut.
"Oh Om temannya Tante Dania ya?" tanya Dilan
Orang itu yang tak lain adalah Herdi tersenyum lalu mengangguk. "Mama kamu di rumah, kan?" tanyanya pada Luna yang sama sekali tidak menatap ke arahnya.
"Iya," jawab Luna datar tanpa ekspresi.
Tak lama terdengar teriakan dari arah dalam rumah Luna, "Kakak! Kakak! Io mau ikut!" teriak Leo berlari dari dalam rumah, dibelakangnya ada pengasuh anak itu yang juga ikut lari.
Tapi saat itu hanya sesaat, saat menyadari sesuatu Leo langsung berhenti, "Om! Om Io mau makanan lagi!" bahkan Leo langsung menghampiri lelaki itu, mengabaikan Luna.
Melihat interaksi Leo dengan Herdi, hati Luna mencelos, tak menyangka lelaki itu sudah mengambil hati adiknya. Leo bahkan terlihat lebih senang akan kehadiran Herdi, dan melupakan dirinya.
Melihat situasi seperti itu, Ken langsung menepuk pundak Luna pelan, "Mau pergi sekarang atau mau nemuin Leo dulu?" tanya Ken lembut.
"Pergi aja Ken, kayaknya lebih baik gini dari pada Leo rewel kalau gak ada gue." Luna mengusap air matanya yang tanpa dia sadari sudah jatuh melewati pipi mulusnya.
Ken mengangguk, memperhatikan Leo yang kini sudah berada dalam gendongan Herdi. Bocah itu terlihat sangat senang sekali. Mungkin karena selama ini tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya terutama dari Papanya.
"Bang, kalau ada apa-apa sama Mama atau sama Leo, gue minta tolong kasih tahu gue ya bang, gue gak bisa mantau mereka terus. Makasih sebelumnya Bang, gue pamit." Luna berpamitan pada Dilan sebelum motor milik Ken melesat meninggalkan rumah Luna.
Barang-barang milik gadis itu sudah diangkut oleh sebuah taksi yang kini mengikuti jejak motor Ken.
"Mau mampir dulu kemana gitu gak?" tanya Ken saat mereka hampir sampai di apartemen.
"Gak usah, langsung aja. Gue mau istirahat," jawab Luna membuat Ken mengangguk.
Tak lama mereka sampai di apartemen, Ken meminta bantuan sopir taksi tersebut membawakan sebagian barang milik Luna. Sebagian dia bawa bersama Luna. Tak lupa Ken memberikan sedikit tips pada sopir taksi itu karena telah membantunya.
"Lo tinggal di sini aja Rel, gak usah cari kosan lagi. Anggap aja ini apartemen milik Lo sendiri, di sini barang-barang gue juga gak banyak, paling beberapa pakaian aja, gak ada yang lain," jelas Ken. Saat ini keduanya memilih duduk di sofa terlebih dahulu.
"Tapi gue sewa ya, gak secara cuma-cuma. Gue gak mau terlalu banyak utang budi sama Lo Ken," sahut Luna tetap pada pendiriannya.
Ken menghela napas, "Sebenarnya dengan Lo tinggal di sini, itu udah bantu gue buat ngerawat apart ini tanpa membayar seseorang, jadi menurut gue lo tempati aja deh Rel tanpa harus bayar," masih pada pendiriannya sendiri.
"Yaudah kalau gitu, gue mau cari kos aja. Kalau Lo gak mau di bayar," putus Luna.
Ken menghela napas panjang, "Yaudah, Lo boleh bayar, tapi Lo harus tetap di sini," putus Ken akhirnya, mengalah dari pada Luna tinggal di luaran sana yang sangat berbahaya untuk seorang gadis seperti Luna.
Luna tersenyum, "Nah gitu, gue kan jadi enak," sahutnya.
Ken mengangguk, "Lo ganti aja sandinya, lo juga boleh kalau mau nempatin kamar gue," ujar Ken.
Luna menggeleng, "Gak, gue gak akan ganti sandi, dan nempatin kamar Lo. Gue percaya sama Lo. Sandinya cuma kita doang kan yang tahu?" tanyanya.
Ken tersenyum lalu mengangguk, "Hm, Lo tenang aja. Gue juga gak akan sering ke sini. Tapi Lo tetep harus ngerepotin gue, karena gue suka Lo repotin," sahutnya.
"Iya deh, iya." Sahut Luna, setelahnya gadis itu berjalan menuju dapur.
"Mau minum apa Ken?" tanyanya setelah sampai di depan kulkas.
"Yang ada aja deh," jawab pemuda itu.
Tak lama Luna membawa dua buah minuman kaleng bersoda, memberikan salah satunya pada Ken.
"Ternyata di kulkas cuma ada minuman doang," celetuk Luna setelah duduk di tempat semula.
"Mau belanja?" tawar Ken.
"Mau, tapi entar deh kalau gue udah beresin semuanya," jawab Luna sedikit menatap ke arah beberapa koper miliknya.
"Gue bantu biar cepet selesai," sahut Ken antusias.
"Emang Lo bisa?" tanya Luna meremehkan, sebab sepengetahuannya seorang pemuda seperti Ken itu tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah, tapi sepertinya Luna lupa jika Ken sudah bertahun-tahun tinggal seorang diri, bahakan saat masuk ke kamar pemuda itu yang ada di markas kamarnya selalu bersih.
"Ngeremehin gue, Lo?" Ken menaikkan satu alisnya lalu beranjak dari duduknya.
"Eh, eh, mau kemana Ken?" Luna ikut beranjak, dia tidak mau Ken salah membuka koper yang isinya tidak seharusnya pemuda itu lihat.
Dan benar saja, Ken baru saja akan membuka koper paling kecil berwarna biru, dengan gesit Luna merebut koper itu. "Lo boleh bantu, tapi jangan yang koper ini, yang lain aja." Dia menyembunyikan koper tersebut dibelakang tubuhnya.
Ken menatap Luna sebentar lalu mengangguk, "Oke," seakan mengerti apa yang ada dalam koper tersebut.
Keduanya kerja sama menyusun pakaian Luna, tidak hanya itu mereka juga merapikan seluruh apartemen. Mulai dari nyapu ngepel dan lain sebagainya. Keduanya melakukan itu dengan penuh canda tawa, meski pekerjaan tersebut cukup memakan waktu, tapi tak membuat mereka mengeluh.
"Mau kemana?" tanya Ken saat Luna keluar dari kamar membawa tas, meski tidak berganti pakaian.
"Mau belanja bentar, Lo pasti laper kan, entar gue masakin," jawab gadis itu sambil berjalan ke arah pintu.
Ken menarik pergelangan tangan gadis itu hingga Luna kini duduk di sofa tepat di sebelahnya. "Nanti aja, gue udah pesen makanan buat kita. Istirahat dulu aja," ucap pemuda itu, menatap penuh pada Luna.
"Serius? Yaudah deh, tapi entar Lo harus makan malam di sini, gue mau masak khusus buat Lo, sebagai tanda terimakasih karena Lo udah bantuin gue, ya?" pinta Luna.
Ken tersenyum lalu mengangguk, "Siap tuan putri," jawabnya.
Luna sempat terpaku melihat senyum manis Ken, pemuda itu terlihat makin ganteng jika tersenyum. Ditambah sikapnya yang begitu tulus padanya. Kalau seperti ini, lama-lama dia bisa jatuh cinta sama Ken. Ah gawat!
Tak lama makanan yang mereka pesan pun datang. Luna menyiapkan makanan tersebut, memindahkan ke dalam piring dan memberikanya pada Ken yang duduk tepat di hadapannya.
"Terimakasih," ucap Ken tersenyum menatap Luna.
"Sama-sama, selamat makan," sahut Luna, selalu saja terpaku saat Ken tersenyum seperti itu. Ah, padahal Ken sudah sering tersenyum dihadapannya, tapi kenapa kali ini rasanya berbeda? Apa rasa itu sudah tumbuh di hatinya? Ah jangan dulu!
Keduanya mulai menikmati makanan tersebut dalam keheningan, hingga suara Luna menghilangkan keheningan tersebut.
"Ternyata yang Papa bilang bener, gue bukan anaknya," ucap gadis itu membuat Ken menghentikan kunyahan nya dan menatap Luna.
Ken tidak menyahut, tapi tetap memperhatikan Luna. Membiarkan gadis itu bercerita lebih dahulu.
"Tapi Mama gak mau bilang siapa ayah gue, Mama cuma bilang ayah itu dulu bosnya di kantor. Tapi saat gue tanya, kantor apa dan siapa namanya Mama gak mau jawab," Luna menghela napas mengingat bagaimana ucapan Mamanya.
"Gue bakalan bantu cari, dimana Mama Lo dulu kerja, dan siapa bosnya. Meskipun kayaknya sedikit sulit," sahut Ken.
Luna tersenyum lalu mengangguk, "Makasih ya Ken, gue banyak utang budi sama Lo," ucapnya tulus.
"Gak usah dipikirkan," sahut Ken dengan senyum manisnya.
Ah selalu saja, senyum itu menyihir Luna, membuat gadis itu terus menatap Ken saat dia tersenyum.
"Lo butuh balasan gak Ken?" tanya Luna, menatap pemuda itu menunggu jawaban.
Ken menaikkan sebelah alisnya, "Hm, menurut Lo?"
"Gak sih, tapi entahlah gue bukan cenayang yang bisa baca pikiran Lo," jawab Luna lalu menelan makanan di mulutnya.
"Mau tau?"
Luna menganggukkan kepala.
"Gue butuh balasan dari Lo," jawab Ken menatap penuh pada Luna. Gadis itu terlihat terkejut mendengar jawaban Ken.
"Balasan cinta," ucap Ken lagi, membuat Luna membisu.
gak bener nih teman teman nya Luna