NovelToon NovelToon
Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duniahiburan / Rumahhantu / Mafia / Cintapertama / Berondong
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ulina Simanullang

Di Universitas Harapan Bangsa, cinta tumbuh di antara dua insan dari dunia yang berbeda. Stefanus, pemuda cerdas yang hidup serba kekurangan, menempuh pendidikan berkat beasiswa.Di sisi lain, ada Stefany, gadis cantik dan pintar, putri tunggal Pak Arman, seorang pengusaha kaya yang ternyata menyimpan rahasia kelam Ia adalah bos mafia kejam.Pertemuan sederhana di kampus membawa Stefanus dan Stefany pada perasaan yang tak bisa mereka tolak. Namun, cinta mereka terhalang restu keluarga. Pak Arman menentang hubungan itu, bukan hanya karena perbedaan status sosial,hingga suatu malam, takdir membawa malapetaka. Stefanus tanpa sengaja menyaksikan sendiri aksi brutal Pak Arman dan komplotannya membunuh seorang pengkhianat mafia. Rahasia berdarah itu membuat Stefanus menjadi target pembunuhan.Akhirnya Stefanus meninggal ditangan pak Arman.stelah meninggalnya Stefanus,Stefany bertemu dengan Ceo yang mirip dengan Stefanus namanya Julian.Apakah Julian itu adalah Stefanus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulina Simanullang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11: Pelarian Stefanus

Malam itu terasa panjang bagi Stefanus. Setelah tubuhnya dihantam arus sungai yang dingin dan ganas, ia berhasil keluar hidup-hidup dari antara jeratan air yang bisa saja merenggut nyawanya. Ia terseret hingga beberapa kilometer ke hilir, lalu merangkak keluar dengan tenaga yang nyaris habis.

Tubuhnya penuh luka: goresan di lengan, memar di kaki, dan rasa nyeri di dada karena terbentur bebatuan. Namun luka-luka itu bukan yang paling menyiksanya. Yang membuat jantungnya terus berdegup kencang adalah kenyataan bahwa orang-orang yang mengejarnya belum menyerah.

Stefanus tahu dunia ini terlalu kecil bagi orang-orang sekuat Pak Arman. Cepat atau lambat, mereka akan menemukannya. Tapi malam itu, ia masih hidup. Itu saja sudah keajaiban.

Di kepalanya, berbagai pertanyaan berputar tanpa henti.

Siapa mereka? Kenapa mereka membunuh orang di gudang itu? Apa yang harus kulakukan sekarang?

Tapi setiap kali pikirannya hampir runtuh oleh ketakutan, ia mengingat Stefany. Senyum gadis itu, caranya tertawa, caranya memandang Stefanus dengan tulus tanpa peduli siapa dirinya.

Itulah alasan kenapa Stefanus belum menyerah. Ia harus tetap hidup. Setidaknya untuk bertemu Stefany sekali lagi… entah bagaimana caranya.

Di sisi lain kota, orang-orang Pak Arman tidak pernah berhenti bergerak.

Sejak perintah itu keluar malam sebelumnya, mereka menyisir setiap sudut kota. Rumah sakit, terminal bus, stasiun kereta, bahkan warung-warung kecil di pinggir jalan ikut diperiksa. Setiap anak muda yang terlihat terluka atau mencurigakan dipotret diam-diam.

Hingga pada suatu siang, dua orang anak buah Boris mendapatkan informasi dari seorang pemilik warung di tepi jalan desa: ada pemuda dengan luka di lengan yang mampir semalam hanya untuk meminta air minum, lalu pergi terburu-buru ke arah bukit.

“Sepertinya dia ketakutan,” kata pemilik warung itu, polos. “Mukanya pucat sekali, bajunya kotor. Mungkin kecelakaan.”

Bagi anak buah Pak Arman, ini bukan sekadar informasi kecil. Ini bisa jadi jejak pertama.

Mereka langsung menghubungi Reno.

“Bos, kami punya petunjuk,” suara mereka bergetar menahan gugup. “Sepertinya dia menuju ke arah bukit dekat hutan pinus. Ada beberapa gubuk penebang kayu di sana. Bisa jadi dia bersembunyi di salah satunya.”

Boris mengangguk singkat. “Jangan gegabah. Awasi dari jauh. Kirim lokasi ke saya. Jangan sampai dia kabur lagi sebelum saya datang.”

Di gubuk reyot di tengah hutan pinus, Stefanus duduk termenung.

Ia menemukan tempat ini secara tidak sengaja. Sebuah bangunan kecil dari papan-papan kayu tua yang sudah hampir roboh. Tapi setidaknya, ada atap yang bisa melindunginya dari angin malam.

Ia memetik beberapa daun kering dan ranting untuk membuat api kecil. Sekadar menghangatkan tubuh yang menggigil.

Saat api kecil mulai menyala, Stefanus memandangi nyala merah-oranye itu dengan mata kosong.

Ia memikirkan banyak hal. Tentang masa lalunya. Tentang orang tuanya yang sudah tiada. Tentang pamannya yang baik hati, yang mungkin tidak tahu kalau keponakannya kini sedang diburu orang-orang paling berbahaya di kota ini.

Dan tentu saja… tentang Stefany.

Apa yang akan kukatakan padanya? batinnya pilu. Kalau dia tahu siapa ayahnya sebenarnya… kalau dia tahu aku melihat semuanya… dia pasti akan hancur.

Stefanus menutup wajahnya dengan kedua tangan. Di tengah ketakutan dan keputusasaan, ada satu hal yang tak pernah padam: perasaannya pada Stefany. Tapi ia tahu, setelah semua ini… kemungkinan besar hidupnya tak akan lama lagi.

Malam itu, Stefanus tertidur dengan mata setengah terbuka, tubuhnya terlalu lelah untuk terus berjaga.

Ia tidak tahu bahwa di kejauhan, dua pasang mata sedang mengamatinya dari balik pepohonan.

Anak buah Boris sudah menemukan tempat persembunyian Stefanus. Mereka tidak menyerang malam itu. Perintahnya jelas: tunggu sampai Reno datang. Lalu bawa dia hidup-hidup.

Salah satu dari mereka menelpon Boris dengan suara pelan, “Bos, dia di sini. Sendirian. Sepertinya dia tidak sadar kalau sedang diawasi.”

Boris menjawab singkat, “Jaga dia. Besok pagi kita akhiri semua ini.”

Saat fajar mulai menyingsing, udara hutan terasa basah dan dingin. Burung-burung mulai berkicau di kejauhan.

Stefanus terbangun dengan tubuh pegal-pegal. Ia keluar sebentar untuk mengambil air di sungai kecil dekat gubuk. Wajahnya pucat, tapi setidaknya ia masih hidup.

Ia tidak tahu bahwa dari balik pepohonan, bayangan-bayangan hitam mulai bergerak mendekat.

Fajar baru saja muncul ketika Boris dan beberapa mobil hitam tanpa plat nomor berhenti di tepi hutan pinus. Udara pagi terasa dingin, tapi suasana di antara mereka jauh lebih dingin dari itu. Semua orang sudah tahu, setelah perintah malam itu, tidak ada ruang untuk kesalahan.

Boris turun dari mobil, menatap dua orang anak buah yang semalam memantau pergerakan Stefanus.

“Dia di gubuk itu?” Boris bertanya pelan, suaranya datar tapi tajam.

Salah satu anak buah mengangguk. “Ya, Bos. Sejak tadi malam dia tidak keluar jauh. Sepertinya tidak sadar kalau kita sudah mengepung.”

Boris menatap jam tangannya sebentar, lalu memberi isyarat cepat. “Kita lakukan sekarang. Jangan beri dia kesempatan kabur. Ingat, dia harus hidup.”

Beberapa anak buah lain menyebar, mengelilingi gubuk tua yang reyot itu. Senjata-senjata dikeluarkan. Suasana hutan yang semula hening mendadak terasa tegang.

Di dalam gubuk, Stefanus sedang duduk bersandar di dinding kayu rapuh. Ia baru saja selesai meminum sedikit air sungai yang ia bawa di botol plastik bekas.

Saat itulah ia mendengar suara ranting patah di luar.

Refleks, Stefanus menegang. Matanya menatap pintu gubuk yang setengah terbuka. Ia berdiri perlahan, jantungnya berdegup kencang.

Suara langkah kaki terdengar semakin jelas.

Tidak mungkin… batin Stefanus mulai panik. Mereka menemukan aku?

Ia berlari ke belakang gubuk, mencoba mencari jalan keluar lain. Tapi sebelum sempat melangkah lebih jauh, suara bentakan keras menggema dari luar.

“Jangan bergerak!”

Pintu gubuk ditendang terbuka. Lima orang bersenjata masuk, senjata terarah ke dada Stefanus.

“Angkat tanganmu!” salah satu dari mereka berteriak.

Stefanus mundur beberapa langkah. “Aku… aku tidak tahu apa-apa,” suaranya bergetar.

“Angkat tanganmu sekarang atau kami tembak!”

Stefanus mengangkat kedua tangannya, napasnya memburu. Ia tahu tidak ada gunanya melawan. Jumlah mereka terlalu banyak, dan semuanya bersenjata.

Boris masuk beberapa detik kemudian, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Ia menatap Stefanus dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Jadi ini orangnya,” gumam Boris pelan. “Anak yang lihat sesuatu yang seharusnya tidak dia lihat.”

Stefanus menatapnya dengan mata penuh ketakutan. “Aku tidak akan bilang apa-apa… aku bersumpah… aku tidak akan"

“Diam,” potong Boris. “Bos kami yang akan memutuskan apa yang akan terjadi padamu.”

Dengan kasar, dua orang anak buah Boris memelintir tangan Stefanus ke belakang, memborgolnya, lalu menyeretnya keluar gubuk.

Stefanus berteriak kesakitan, tapi tidak ada yang peduli. Baginya, dunia seperti runtuh saat itu juga.

Mereka membawanya ke salah satu mobil hitam. Di kursi depan, Boris berbicara melalui telepon dengan suara singkat.

“Bos, kami dapat dia.”

Suara Pak Arman terdengar dari seberang, berat dan penuh wibawa. “Bawa ke gudang lama. Aku ingin bicara langsung sebelum semuanya selesai.”

“Siap, Bos.”

Telepon ditutup. Boris menatap Stefanus melalui kaca spion. “Berdoalah kalau bos kami sedang murah hati hari ini.”

Stefanus hanya menunduk, wajahnya pucat. Ia tahu doa tidak akan banyak berguna bagi seseorang yang sudah melihat kejahatan sebesar itu.

1
Ida Bolon Ida Borsimbolon
mantap,Tetap semangat berkarya💪☺️
argen tambunan
istriku jenius bgt lah♥️♥️
argen tambunan
mantap
Risno Simanullang
mkasi kk
Aiko
Gila keren!
Lourdes zabala
Ngangenin ceritanya!
Risno Simanullang: mkasi kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!