 
                            Entah wanita dari mana yang di ambil kakak ku sebagai calon istrinya, aroma tubuh dan mulutnya sungguh sangat berbeda dari manusia normal. Bahkan, yang lebih gongnya hanya aku satu-satunya yang bisa mencium aroma itu. Lama-lama bisa mati berdiri kalau seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika komalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan
"kakak saja yang tidur, biar aku yang berjaga." ucap Bowo seraya melihatku.
" tidak Wo, aku tidak mungkin membiarkan mu tidur seorang diri. Kita jaga berdua saja, bagaimana?"
Dia mengangguk, kami lantas duduk agak menjauh dari ibu dan mas Rama yang sudah tertidur pulas. Setidaknya jika kami mengobrol mereka tak mendengar.
Ku suguhkan kopi, dan cemilan untuk teman ngobrol namun di laut prediksi ku tiba-tiba Bowo minta garam yang langsung membuatku bingung.
"kak ada garam." ucapnya melihatku.
"garam, untuk apa?"
"untuk kopi kak,"
Ha? serius nih kopi di campur garam, memang agak lain si Bowo ini.
"di mana-mana Wo, orang minum kopi itu pakai gula bukan garam"
" iya kak, tapi kami kalau minum kopi pakai garam, tidak pernah dengan gula."
Sekali lagi aku di buat tak habis pikir dengan keluarga iparku tersebut. Berulang kali kali memijit kening, namun nyatanya itulah kenyataannya kalau dia pemakan garam.
"ambil sana, di toples besar yang tutupnya merah ya," ucapku sembari menunjuk arah dapur.
Bowo segara beranjak, kemudian berjalan menuju dapur dan kembali lagi membawa garam bersama toplesnya.
Satu dua tiga empat. Empat sendok makan, gak tanggung-tanggung sebanyak itu di masukkan ke dalam gelas kopi kecil.
"kau serius, sebanyak itu Wo?" ucapku.
" iya kak, ini sungguh nikmat." ucapnya seraya menyeruput kopi asin tersebut.
Aku hanya bisa menelan saliva, dia yang minum aku yang agak lain rasanya.
Pelan tapi pasti Bowo mulai menikmati kopi asinnya, terserahlah yang penting dia tidak aneh-aneh.
"oh iya Wo, aku juga pernah melihat mbak Sinta makan garam banyak banget, kalian kok bisa gitu ya?" ucap ku penasaran.
" gak tau kak, ini sudah berlangsung sejak kami kecil. Bahkan kakak lihat sendiri kan kulitnya mbak Sinta, itu agak bersisik dan kasar."
Aku terdiam, hmmm aku juga pernah bersentuhan langsung dengan iparku tersebut. Ya memang benar adanya. Kulitnya serasa bersisik tapi tidak terlihat.
"hmmmm, gitu ya. Perihal bapakmu yang jadi tumbal, apa ini kali pertama?"
" tidak kak, bapak sudah tumbal ke delapan, ke sembilan mas Rama dan yang kesepuluh tumbal penyempurna."
Ke delapan? Itu artinya para korban memang sudah di incar oleh oleh Surti sialan itu.
"tadi kau bilang ke sembilan mas Rama dan penyempurna, maksudnya?" ucapku penasaran. Sungguh aku harus terus menggali informasi dari Bowo ini, jangan sampai ada korban dari pihak ku lagi.
Tampak Bowo menghela nafas, matanya menatap kedepan sana. Entah apa yang di pikirkan bocah bergigi kuning itu, seolah sangat berat mengatakannya.
"apa ada mbak Sinta memberikan cincin dan kaca pada mas Rama waktu selesai lamaran?" ucapnya seraya melihatku.
" ada, memangnya kenapa?"
" ketahuilah kak, setiap yang sudah menjadi target tumbal tidak bisa di tawar lagi, apalagi yang menjadi penyempurna barang siapa wanita yang bercermin di kaca tersebut, lantas dia melihat dirinya menjelma menjadi seorang putri, maka dialah penyempurna itu."
Deg,.... Aku! apakah aku orangnya, ku telan saliva ini tak terbayang jika tubuhku mengalami hal yang di alami pak Karto. Tidak... Tidak. Aku tidak mau.
"jadi maksud mu penyempurna itu adalah seorang wanita.?"
" iya kak, dengan meminum darahnya maka nenekku akan hidup selamanya. Darah sucinya lah yang akan membangkitkan sukma nenekku tersebut."
Dasar bangsat, bisa-bisanya darahku lah yang terpilih. Sebuah malapetaka bagiku, memiliki keistimewaan seperti ini, aku harus bagaimana ya tuhan.
"apa kakak udah pernah berkaca di kaca itu?" ucap Bowo.
" sudah, dan hasilnya biasa saja."
Untuk saat ini, aku harus merahasiakan nya terlebih dulu, aku tidak ingin gegabah dalam hal ini.
Jam terus berputar, percuma juga minum kopi kalau akhirnya mata ini terasa lengket ingin tidur saja rasanya.
"tidur saja kak, biar aku yang berjaga."
" tidak... tidak, aku akan menemanimu!" ucapku seraya memejamkan mata, namun belum lagi aku menikmati rasa selayang ngantuk ini tiba-tiba tanganku terinjak oleh seseorang.
Sontak saja, mataku langsung cerah seperti baru di aliri listrik. Dan apa ini, mengapa mas Rama berjalan dalam mata tertutup.
"kak mereka datang!" ucap Bowo yang langsung membuatku sigap menangkap tangan mas Rama.
"mereka siapa Wo," ucapku takut.
"mereka kak, pemuja siluman itu." ucap Bowo ketakutan.
Mataku seketika membola, jika yang di katakan Bowo pemuja siluman itu artinya buk Surti. Tapi kalau mereka bisa jadi buk Surti bawa pasukan, astaga jangan sampai mereka membawa mas Rama dari rumah ini.
"apa aku bisa minta tolong padamu Wo, tolong panggilkan Galuh dan Bima, rumah mereka di ujung jalan sana. Agak jauh tapi kalau kau lari pasti cepat sampai nya." ucapku panik, tidak mungkin aku menghadapi mereka sekaligus.
" iya kak,"
"pergi lewat belakang Wo, jangan dari depan." perintah ku.
Bowo segera berlari lewat pintu belakang, sementara Rama ku masukkan ke dalam kamar tak lupa kain gorden ku tutup dan pintu ku kunci dari luar.
Sementara itu ibu sengaja tak ku pindahkan, karena di bukan target akulah bersama mas Rama targetnya. Jadi tidak masalah jika dia tidur di rumah tengah.
Segera aku berjalan keluar, ternyata Surti dan putrinya. Tapi tunggu dulu, mengapa penampilan mereka seperti kuntilanak. Rambutan awut-awutan di tambah kantong mata menghitam.
"mau apa kalian?" ucapku melirik mereka berdua.
" kembalikan suamiku! " ucap Sinta.
"suamimu yang mana? Di sini tidak ada suami mu."
" kau jangan berlagak pikun Laras, tadi kau yang membawa mas Rama ke sini,"
" oh ya, apa kau tau saat mas Rama melangkah keluar dari rumah terkutuk itu, itu artinya dia sudah resmi bercerai dengan mu. Apa kau paham!" ucapku seraya tersenyum miring.
Suruh siapa mau menjadikan kakakku tumbal, maka aku sebagai adiknya akan menjadi garda terdepan.
"apa maksudmu Laras," ucap Sinta dengan wajah terkejut nya.
"maksudku, aku ingin menyelamatkan mas Rama dari rencana busuk kalian. Jangan-jangan pura bodoh, kalian sengaja kan ingin menjadikan mas Rama tumbal, iya kan!" bentakku.
" jaga omongan mu Laras, kau kira aku gila!! " sentak Sinta.
Mau terbahak rasanya melihat kebohongan makhluk jelek ini, dia kira kau bodoh apa. Dasar.
"ya, kau gila. Sama seperti ibumu yang tega menumbalkan pak Karto untuk siluman iblis itu. Tidak usah berbohong Sinta, aku sudah tau semuanya. Bahkan aku sudah tau, kalian telah membunuh pak Karto dan mayatnya kalian. Buang ke kalam. Iya kan!"
Terdiam, keduanya terdiam. Sementara aku masih trus menatap keduanya.
"jangan ikut campur sialan!" bentak buk Surti yang sudah terpojok.
"bagaimana aku tidak ikut campur, kalian menargetkan kakakku sebagai tumbal ke sembilan. Itu yang kalian katakan jangan ikut campur, tidak akan. Aku tidak akan menyerahkan mas Rama pada kalian, ingat itu."
Tanpa komando apapun mereka berdua langsung menyerang ku. Untung aku sigap, bisa mengkis serangan meraka.
"bugh...bugh...bugh."
"braaakkk... braaakkk, braaaak!"
" merasakan ini," teriak Sinta sembari melayangkan tubuhnya dan memberikan tendangan mautnya.
"bruuukkkk braaakkk braaaak braaakkk bugh bugh bugh."
" bagaimana, apa kau mau lagi?" ucapnya seraya tersenyum mengejek.
" kau kira aku takut, cuiiiih" ucapku seraya melesat ke udara. Jika dia merasa aku tak bisa melayangkan tubuh, kau salah besar Sinta. percuma juga aku belajar ilmu beladiri, jika gerakan seperti itu aku tak bisa.
"rasakan ini!" teriakku.
"bugh bugh bugh!"
Namun, dari arah belakang ternyata buk Surti juga menyerang ku, hingga aku mendapatkan tendangan mautnya.
"bugh!"
"akhhhhh!" teriakku, tersungkur itulah yang terjadi.
 
                    