Shanum dan Wira Wiguna sudah menikah selama 6 tahun dan memiliki seorang anak bernama Mariska namun kebahagiaan mereka harus diuji saat Niar, mertua Shanum yang sangat benci padanya meminta Wira menikah lagi dengan Aura Sumargo, wanita pilihannya. Niar mau Wira menikah lagi karena ingin memiliki cucu laki-laki yang dapat meneruskan bisnis keluarga Wiguna. Saat itulah Shanum bertemu Rivat, pria yang membuatnya jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anakku Diculik
Beberapa hari telah berlalu, dan kabar baik akhirnya datang. Mariska, Bu Roro, dan Pak Pamuji sudah boleh pulang dari rumah sakit. Shanum merasa sangat lega dan bersyukur sekali akan hal itu. Meskipun mereka masih mengalami trauma dan beberapa luka ringan, yang terpenting, mereka selamat.
Untuk sementara waktu, mereka tinggal di hotel sambil menunggu perbaikan rumah yang dilahap api. Rivat, yang merasa bertanggung jawab, menyewa sebuah hotel sederhana dan membayar semua biaya pengobatan serta perbaikan rumah. Shanum merasa sangat berterima kasih atas kebaikan Rivat.
Pagi itu, rivat sedang bekerja di toko kelontongnya. Sementara itu, Shanum dan Mariska keluar dari hotel untuk mencari makan siang. Shanum ingin membelikan makan siang untuk keluarganya. Ia menggandeng tangan Mariska dengan erat, berjalan di sepanjang trotoar yang ramai. Mariska, yang sudah berangsur pulih, terlihat ceria, ia terus melompat-lompat kecil.
Namun, di balik keceriaan itu, sebuah bahaya mengintai. Saat itulah Aura datang dengan wajah penuh kebencian. Aura yang masih tidak terima atas pembatalan pernikahannya dengan Wira, kini menargetkan Mariska, putri Shanum. Ia melihat Mariska sebagai kelemahan terbesar Shanum.
Dengan langkah cepat, Aura mendekat. Shanum yang sedang sibuk memilih makanan, tidak menyadari kehadiran Aura. Aura mengincar Mariska, ia langsung meraih tangan Mariska dengan kasar. "Mariska! ikut Tante!" bentak Aura.
Mariska terkejut, ia meronta. "Mama! Mama! Tidak mau!" teriak Mariska, isakannya pecah.
Shanum menoleh, ia melihat Aura sudah menarik paksa Mariska dari Shanum. "Aura! Lepaskan putriku!" teriak Shanum, ia mencoba mengejar Aura, namun Aura dengan cepat mendorong Shanum.
"Plak!" Shanum terdorong ke belakang. Shanum didorong sampai jatuh ke aspal jalanan. Kakinya tersangkut, membuatnya tidak bisa bergerak.
Aura tidak membuang waktu. Ia segera membawa Mariska pergi, lalu memasukkannya ke dalam sebuah mobil yang sudah menunggu. "Mama! Mama!" teriak Mariska, suaranya melengking. Tangisnya pilu, namun tidak ada yang bisa mendengarnya.
Shanum yang tergeletak di jalanan, hanya bisa melihat mobil Aura pergi. Aura membawa Mariska pergi. Hatinya hancur berkeping-keping. Mariska... putrinya... kini berada di tangan Aura. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan Aura lakukan pada putrinya.
Rasa sakit di tubuhnya tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Shanum berusaha bangkit, ia berteriak, namun suaranya tercekat. Orang-orang di sekitar hanya bisa menatapnya dengan tatapan iba. Tidak ada yang berani membantu. Shanum tahu, ia harus segera menemukan Mariska. Ia harus menyelamatkan putrinya.
****
Di ruang kerja Helmi, Anne duduk di balik meja, matanya memerah menahan tangis. Tangan kirinya memegang foto Helmi, sementara tangan kanannya menggenggam erat sebuah dokumen. Anne masih tak terima dengan kematian Helmi, kakaknya. Ia menatap foto itu, air matanya menetes, hatinya dipenuhi duka dan amarah.
"Mas... aku janji. Aku akan membalaskan dendammu," bisik Anne, suaranya parau.
Kematian Helmi yang tidak wajar, ditambah dengan Niar yang melarikan diri, membuat Anne yakin bahwa Niar adalah pembunuhnya. Ia tidak akan membiarkan Niar lolos begitu saja. Anne merasa, ia harus turun tangan. Polisi tidak bisa berbuat apa-apa, karena Niar sudah menggunakan kekuasaan dan uangnya untuk menutupi jejak.
Anne terus mencari di mana Niar berada. Ia menyewa detektif swasta, menghubungi semua kenalan Helmi, dan menggunakan semua koneksinya untuk menemukan Niar. Anne tahu, Niar adalah wanita licik yang pandai bersembunyi. Namun, Anne juga tahu, Niar tidak bisa menyembunyikan dirinya selamanya.
"Niar... aku akan temukan kau," gumam Anne, matanya dipenuhi dendam. Anne tak akan pernah membiarkan Niar lolos begitu saja atas apa yang sudah dilakukan pada Helmi.
Anne mengingat semua kebaikan Helmi, semua perjuangan kakaknya untuk melindungi keluarganya, dan ia juga mengingat semua kejahatan Niar. Niar tidak hanya menghancurkan hidup Helmi, tetapi juga hidup Shanum dan Wira. Niar adalah sumber dari semua masalah ini.
Di tengah usahanya mencari Niar, Anne menemukan beberapa bukti kejahatan Niar yang selama ini disembunyikan oleh Helmi. Dokumen-dokumen yang menunjukkan Niar memanipulasi kecelakaan Wira, bukti transfer uang untuk para penculik Shanum, dan banyak lagi. Bukti-bukti itu membuat amarah Anne semakin membara.
"Kurang ajar!" teriak Anne, ia meremas dokumen-dokumen itu. "Aku akan pastikan kau membayar semua ini, Niar!"
Anne segera menelepon detektifnya, memberikan semua informasi yang ia dapat. Ia memerintahkan detektifnya untuk menemukan Niar secepat mungkin. Ia tidak peduli berapa banyak uang yang harus ia keluarkan. Yang terpenting, Niar harus tertangkap.
Anne bersumpah membuat Niar membayar atas apa yang dilakukan. Ia akan membalaskan dendam kakaknya, dan ia akan memastikan Niar mendapatkan hukuman yang setimpal. Anne tidak akan hanya mengandalkan hukum, ia akan menggunakan semua caranya untuk menghancurkan Niar. Perang baru telah dimulai, dan kali ini, Anne tidak akan pernah kalah. Ia akan memburu Niar sampai ke ujung dunia.
****
Mobil yang dibawa Aura melaju kencang, meninggalkan Shanum yang tergeletak di jalanan. Di dalam mobil, Mariska dibawa Aura ke sebuah tempat yang jauh dan terpencil dari penduduk. Mariska menangis ketakutan, ia tidak tahu ke mana Aura akan membawanya. Hatinya dipenuhi rasa cemas, ia merindukan ibunya, ia ingin pulang. Aura tidak peduli, ia terus melajukan mobilnya, sesekali tersenyum sinis melihat Mariska yang menangis.
Setelah beberapa jam, mobil Aura berhenti di sebuah hutan yang lebat. Suasana terasa sunyi, hanya ada suara angin dan burung-burung. Mariska takut bukan main. Ia melihat ke sekeliling, berharap ada seseorang yang bisa membantunya. Namun, tidak ada siapa-siapa.
Saat Aura hendak keluar dari mobil, Mariska melihat ada kesempatan. Ia berusaha melarikan diri. Saat pintu mobil terbuka, ia segera turun dan berlari sekuat tenaga, mengabaikan rasa takut di hatinya. Ia terus berlari, berharap bisa menemukan jalan pulang.
Namun, Aura tidak membiarkan itu terjadi. Dengan langkah cepat, Aura mengejar Mariska. Aura mencengkeram tangan Mariska dengan paksa. "Mau ke mana kau, hah?! Kau pikir kau bisa lari dariku?!" bentak Aura, suaranya dipenuhi amarah.
Mariska meringis kesakitan, ia mencoba melepaskan diri. "Lepaskan! Aku mau pulang!" teriak Mariska, air matanya mengalir deras.
Namun, Aura tidak melepaskannya. Aura menariknya paksa, ingin membawanya kembali ke dalam mobil. Mariska, yang sudah terlalu takut, tidak punya pilihan lain. Ia harus melawan. Dengan segenap keberaniannya, Mariska melawan dan mengigit tangan Aura.
"Aduh!" Aura menjerit kesakitan, ia melepaskan tangan Mariska. Mariska tidak membuang waktu, ia kembali berlari. Ia terus berlari masuk ke dalam hutan yang lebat, berharap bisa bersembunyi dari Aura.
Namun, belum sempat ia berlari jauh, seseorang menghadangnya. Mariska mendongak, dan matanya membelalak ketakutan. Di hadapannya, berdiri seorang wanita yang tersenyum sinis. Wanita itu tidak lain adalah Niar.
"Mau ke mana kau, Mariska?" tanya Niar, suaranya dingin. "Kau pikir kau bisa lari dari Nenek? Tidak akan pernah!"
Mariska gemetar ketakutan, ia mundur perlahan. Di belakangnya, Aura sudah berdiri, wajahnya terlihat marah. Mariska kini terjebak di antara dua wanita jahat. Ia tahu, ia tidak bisa melarikan diri lagi. Mariska kini hanya bisa menangis, ia berharap ibunya bisa datang dan menyelamatkannya. Namun, ia tidak tahu, ibunya, Shanum, kini sedang mencari keberadaannya.