Kairos Lim, aktor papan atas yang terpaksa menghadapi badai terbesar dalam hidupnya ketika kabar kehamilan mantan kekasihnya bocor ke media sosial. Reputasinya runtuh dalam semalam. Kontrak iklan dibatalkan, dan publik menjatuhkan tanpa ampun. Terjebak antara membela diri atau menerima tanggung jawab yang belum tentu miliknya. Ia harus memilih menyelamatkan karirnya atau memperbaiki hidup seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berusaha mengulur waktu
Suara tawa yang tidak bisa di definisikan artinya, terus terdengar silih berganti di ruangan yang semula sepi. Dua pria tampak menertawakan kehidupan mereka yang selalu tidak sejalan dengan apa yang mereka inginkan.
Di pengaruhi oleh alkohol membuat keduanya sulit mengendalikan diri saat berbicara. Tawa kadang kala terdengar, tetapi detik berikutnya isakan pun menyertai.
"Ya Park Minho!" Kairos mengangkat kepalanya, mendorong pelan pundak Park Minho yang juga menunduk sambil terisak. "Jujur saja padaku, kamu menyukai Hannaku kan?"
"Hm, tebakanmu benar. Aku gila kan?" Park Minho lagi-lagi tertawa. "Aku gila Kai, aku mencintai sahabatku."
"Shibal." Kairos melempar bantal tepat mengenai kepala Park Minho. Pria itu jatuh ke belakang dan telentang, menatap langit-langit apartemen Kairos yang temaram cahaya masih dengan tawanya.
"Ku peringatkan padamu untuk tidak bertunangan dengan Hannaku!" Berjalan sempoyongan mengitari meja dan berusaha menarik kerah baju Park Minho, sialnya kalah tenaga akibat pengaruh alkohol, tubuh Kairos limbung dan ikut berbaring di samping Park Minho dengan posisi berlawanan arah.
"Kau mengira aku ingin bertunangan tanpa memiliki? Tidak Kai, aku ingin bertunangan dan menjalin hubungan dengan hati yang sama-sama menerima, bukan hanya pion semata." Lagi dan lagi tawa Park Minho terdengar pilu.
"Selain permintaan Appa, agensi pun memanfaatkan situasi tanpa memikirkan perasaan aku dan Hanna," lirihnya. "Berikan aku alasan kenapa harus membatalkan pertunangan diwaktu yang sangat dekat."
"Karena pertunangan kalian akan menghancurkan hidupku."
"Lalu bagaimana dengan hidupku? Haruskah aku mengorbankannya demi hidupmu?"
***
Kelopak mata Kairos bergerak perlahan ketika matahari menyapa apartemennya melalaui kaca bening yang gordennya dibiarkan terbuka begitu saja. Ia memegangi kepalanya yang terasa pusing. Tidak lupa menghela napas panjang melihat kondisi apartemennya tidak layak huni.
Lagi dan lagi ia dan Park Minho berpesta tanpa memikirkan jadwal masing-masing. Beruntung di bawah jam 12 siang keduanya tidak ada jadwal penting.
"Sial, aku mengira hanya hidupku yang menderita. Ternyata ada orang yang lebih menderita tapi menutupinya dengan tawa," gumam Kairos sembari menatap sahabatnya yang masih tertidur pulas.
Jelas dia mengingat pembicaraan mereka semalam meski mabuk dan hilang tenaga. Dia beralih ke dapur untuk membuat sesutu demi menghilangkan efek mabuk semalam.
"Minum dulu," ujarnya ketika menyadari Park Minho ada di dapur hendak mengambil air minum.
"Thanks." Duduk dan menikmati minuman penghilang efek mabuk. "Terkait pembicaraan kita semalam, apa ada hal yang tidak aku ketahui? Selain kamu tidak ingin kehilangan Hanna, apa lagi alasannya?"
"Appa Hanna mencoba mempermainkan kita."
"Kita?" Park Minho mengerutkan keningnya.
"Hm kita." Kairos Lim mengangguk. "Dia memanfaatkan rasa sukamu dan menjadikan kamu batu loncatan demi mendapatkan kursi di partai appamu. Setelah mendapatkannya dia akan menghancurkan hidupku dan appa sebab di keluarkan dari partai."
"Kamu punya bukti?"
"Hanya asumsi."
"Jangan banyak bicara tanpa ada bukti Kai. Meski semua benar tidak akan ada yang mempercayaimu."
"Kamu benar." Kairos mengangguk, dirinya mengakui tanpa adanya bukti semuanya tidak akan berjalan sesuai rencana. "Maka dari itu aku memintamu tidak melanjutkan pertunangan. Pemilihan kandidat wali kota tiga minggu lagi, artinya satu minggu setelah kalian resmi bertunangan. Aku yakin tuan Shin Jun-Ha akan mendapatkan kursi dengan bantuan appamu."
"Namun akan berlaku sebaliknya jika kamu tidak bertunangan dengan Hanna. Appamu tidak akan menerima tuan Shin tanpa mengikatnya."
"Akan aku pikirkan."
Park Minho meninggalkan apartemen Kairos setelah menghabiskan teh herbal instal buatan Kairos. Dia ada jadwal siang nanti dan harus siap-siap sekarang. Terlebih manajernya sudah meneror sejak tadi.
Di agensi, Park Minho bertemu Hanna yang baru saja keluar dari ruang latihan vocal. Namun, tampaknya suasana hati perempuan itu tidak terlalu baik. Saat berpapasan Hanna sama sekali tidak tersenyum dan melewatinya begitu saja.
"Ada apa dengannya?" gumam Park Minho.
"Minho ya, waktunya berangkat," ujar sang manajer dan dijawab anggukan oleh Park Minho.
Di belahan dunia lainnya, Kairos pun mulai menyibukkan dirinya meski kepalanya masih terasa pusing. Pria itu berada si perusahaan untuk memantau perkembangan saham atas perintah papanya.
"Kamu berhasil mengulur waktu?" tanya manajer Park.
"Aku sudah memberitahunya, tapi Minho tidak memberikan jawaban apapun."
"Kalau begitu waktumu hanya dua minggu untuk membuktikan bahwa appa Hanna terlibat. Jika tidak lewat Minho, setidaknya Hanna akan mempercayaimu jika ada bukti."
"Hm."
Kairos mengambil beberapa pil di dalam laci dan menelan tanpa air minum. Hanya dengan benda kecil itu ia bisa tenang dan berpikir jernih dalam situasi seperti ini.
"Dokter menyarankan untuk ...."
"Aku tidak apa-apa selama mengonsumsi obat yang dokter berikan," potong Kairos cepat, tidak ingin mendengar ceramah manajer Park yang sudah seperti ibunya saja, sangat cerewet.
Pria itu kembali memfokuskan dirinya pada layar laptop, berharap menemukan sesuatu yang berkaitan dengan papa Hanna.
Keningnya mengerut melihat postingan seorang selebgram. Bukan karena menarik, melainkan ia menemukan sesuatu yang tidak terduga tertangkap kamera.
"Kenapa?"
"Lihat, bukannya ini orang kepercayaan tuan Shin?" Kairos mengarahkan layar kepada manajer Park.
"Yang mana?"
"Pria bertudung hitam di ujung sana."
"Hm dia tampak seperti orang kepercayaan tuan Shin, tapi kenapa ke tempat seperti itu?" Kening manajer Park mengerut.
Tempat itu berada di pinggiran kota, dan anehnya siapa yang membangun penginapan di daerah terpencil?