Sebuah bakti kepada orang tua, mengharuskan perempuan berumur 27 tahun menikah dengan laki-laki pilihan kedua orang tuanya yang selama ini ia anggap sebagai adik. Qila yanh terbiasa hidup mandiri, harus menjalani pernikahan dengan Zayyan yang masih duduk di bangku SMA. “Aku akan membuktikan, kalau aku mampu menjadi imam!” Zayyan Arshad Qila meragukannya karena merasa ia lebih dewasa dibandingkan dengan Zayyan yang masih kekanakan. Apakah pernikahan mereka akan baik-baik saja? Bagaimana keduanya menghadapi perbedaan satu sama lain? Haloo semuanya.. jumpa lagi dengan author. Semoga kalian suka dengan karya baru ini.. Selamat membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelelahan
Kedatangan Zayyan yang tiba-tiba membuat kedua mertuanya merasa lega karena Qila belum ada keluar kamar dan belum ada makan sama sekali.
“Deng… Ini Abang. Buka pintunya!” Zayyan mengetuk pintu kamar Qila.
Zayyan mengetuk pintu sampai beberapa kali sampai Qila membukakan pintu. Tetapi Ketika pintu terbuka, Qila langsung limbung di pelukan Zayyan.
Segera mereka melarikan Qila ke rumah sakit. Beruntung kandungan Qila baik-baik saja. Zayyan sebagai suami mendapatkan omelan dari dokter karena membiarkan istrinya tidak makan dan minum selama 12 jam.
Zayyan hanya mendengarkannya. Pikirannya saat ini benar-benar kalut karena istrinya masih belum sadarkan diri. Sementara kedua kedua mertuanya hanya bisa menghembuskan nafas dengan berat.
Ngidam yang dialami Qila tidak masuk ke nalar mereka. Entah karena hubungan jarak jauh atau bagaimana, jika seperti terus Zayyan yang akan menderita.
“Salah Zayyan, Pak, Bu. Seharusnya Zayyan dengarkan Adeng untuk menggunakan pelindung supaya mencegah kehamilan.” Kata Zayyan setelah dokter meninggalkan kamar rawat Qila.
“Tidak, Nak. Jangan menyalahkan diri sendiri!”
“Kalau saja saya tidak keras kepala dan merasa sombong, mungkin Adeng belum hamil saat ini.”
“Tenangkan dirimu, Nak! Tidak ada yang salah di sini karena anak adalah rezeki dari Allah. Entah bagaimanapun prosesnya, semua ini termasuk cobaan untuk kamu dan Qila.” Kata Mukhsin.
“Benar kata Ayah, Nak.” Ana mengusap punggung Zayyan lembut untuk memberikan kekuatan.
Zayyan menunduk. Tangannya menggenggam tangan Qila yang terpasang infus.
Kedua mertuanya pamit karena mereka masih ada urusan dan meninggalkan Zayyan. Beberapa saat kemudian, Qila membuka matanya. Zayyan segera memeluk tubuh Qila yang masih lemah dan mengucapkan syukur.
“Abang…” panggil Qila dengan suara parau.
“Iya, Deng. Ini Abang.”
“Kita dimana?”
“Ini di rumah sakit. Kamu pingsan. Kenapa kamu lakukan itu? Apa kamu tidak sayang dengan anak kita?”
“Sayang, Bang.”
“Jangan lakukan ini lagi! Aku mohon.”
“Maafkan aku, Bang.”
“Tidak apa. Sekarang kamu harus makan. Kamu mau makan apa? Aku belikan.”
“Nasi goreng ayam kampung.” Zayyan mengangguk.
Zayyan keluar dan mencarikan pesanan Inaya. beruntung rumah sakit berada di pusat kota sehingga gampang untuk mencari makanan di malam hari saat kantin rumah sakit sudah tutup.
Setelah mendapatkan pesanan Qila, Zayyan segera kembali ke kamar inap dan menyuapi istrinya.
2 hari dirawat, Qila sudah diperbolehkan pulang dan dokter menegaskan agar hal tersebut tidak terulang lagi. Zayyan dan Qila menganggukkan kepalanya dan berterima kasih.
Sesampainya di rumah, Qila beristirahat di kamar dan Zayyan membereskan pakaian kotor selama mereka di rumah sakit. Setelah selesai, ia masuk ke dalam kamar dan mengajak istrinya untuk makan siang.
“Kamu mau langsung kembali, Nak?” tanya Mukhsin saat semuanya selesai makan siang.
“Besok saya kembali, Yah.”
“Iya. Kamu sebentar lagi ujian, tidak bisa sering ijin.” Zayyan mengangguk.
Qila kini merasa bersalah karena membuat suaminya harus datang saat dirinya merasa marah. Sungguh bukan keinginannya untuk marah. Entah mengapa ia merasa kesal saat membaca banyaknya pesan dari Zayyan saat itu.
Zayyan kembali ke Daerah Timur dan kembali masuk sekolah. Beruntung ia masih bisa mengejar materi di sekolah sehingga Bu Murni tidak mengomelinya.
Sayangnya, Qila tidak bisa mengendalikan emosinya selama kehamilan trimester keduanya. Zayyan akhirnya memutuskan untuk pergi satu minggu sekali ke Daerah Selatan. Berangkat di hari Sabtu sore dan kembali di Senin pagi sebelum berangkat sekolah untuk bisa menemani istrinya di hari minggu.
“Kamu kenapa?” tanya Sehan yang melihat Zayyan tidak bersemangat.
“Sepertinya aku kelelahan.”
Ia sudah sebulan ini melakukan perjalanan pulang pergi di akhir pekan demi Qila. Jelas saja ia kelelahan karena ia juga harus menyelesaikan proyek designnya dan sekolah.
“Memangnya belajar bisa membuatmu kelelahan?”
“Aku baru saja kembali dari Daerah Selatan.” Jujur Zayyan.
“Ke Selatan kenapa tidak mengajakku?”
“Memangnya kamu sanggup berangkat Sabtu dan kembali Senin subuh?”
“Apa? Jangan bercanda!”
“Aku tidak bercanda.”
“Gila saja 20 jam kamu habiskan di jalan!” Zayyan tidak menjawab melainkan memejamkan matanya.
Sehan menggelengkan kepalanya. Meskipun ia tidak tahu alasan Zayyan pulang pergi ke Daerah Selatan, yang pasti urusannya sangat penting hingga membuat Zayyan yang selama ini bersikap tidak acuh sampai rela menghabiskan waktu di jalan.
Istri Imutku: Abang, apa Abang bisa kirimkan kue yang biasa kita beli tikungan pasar?
Suami: Apakah bisa tahan selama pengiriman?
Istri Imutku: Tidak tahu.
Suami: Nanti coba Abang tanyakan kepada penjualnya.
Istri Imutku: Terima kasih, Abang.
Suami: Sama-sama.
Sepulang sekolah, Zayyan segera mampir ke warung yang ada di tikungan pasar. Ia bertanya apakah kue yang dijual bisa tahan selama 2 hari pengiriman.
Pemilik warung mengatakan jika kue mereka hanya bertahan selama 3 hari di suhu ruang sehingga mereka tidak berani menjamin apakah bisa sampai tempat waktu atau tidak.
Zayyan memutar otaknya. Ia tidak mau membuat istrinya kecewa. Akhirnya ia menghubungi travel yang biasa ia pesan dan bertanya apakah ia bisa mengirimkan barang.
Pihak travel mengatakan mereka bisa mengantarkannya. Hanya saja bayaran yang diminta pihak travel adalah setengah harga dari penumpang biasa. Meskipun hitungannya rugi karena barang yang dikirimkan tak banyak, Zayyan menyanggupinya demi istri tercinta.
Saat kue sampai di Daerah Selatan, Qila segera menghubungi suaminya dan mengucapkan terima kasih. Zayyan merasa bersyukur suasana hati istrinya sangat bagus.
“Tunggu aku beberapa hari lagi.”
“Kalau Abang Lelah, minggu ini tidak kemari tidak apa-apa. Sebulan lagi Abang sudah ujian.”
“Kamu yakin?”
“Iya. Abang fokus saja dengan ujiannya. Selesai ujian, baru kemari.”
“Baiklah! Doakan semuanya lancar.”
“Aamiiin…”
Meski back to realita nya kondisi suami, ortu, dan mertua yang kaya gini sepertinya jarang ada ya? apalagi suaminya termasuk masih usia remaja. Kalo d dunia nyata ada sosok Zayyan, hebat banget ya ortunya bisa didik anak seperti ini