Desa Semilir dan sekitarnya yang awalnya tenang kini berubah mencekam setelah satu persatu warganya meninggal secara misterius, yakni mereka kehabisan darah, tubuh mengering dan keriput. Tidak cukup sampai di situ, sejak kematian korban pertama, desa tersebut terus-menerus mengalami teror yang menakutkan.
Sekalipun perangkat desa setempat dan para warga telah berusaha semampu mereka untuk menghentikan peristiwa mencekam itu, korban jiwa masih saja berjatuhan dan teror terus berlanjut.
Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah pelaku pembunuhannya? Apakah motifnya? Dan bagaimanakah cara menghentikan semua peristiwa menakutkan itu? Ikuti kisahnya di sini...
Ingat! Ini hanyalah karangan fiksi belaka, mohon bijak dalam berkomentar 🙏
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa Glagah Siaga 1
"Keji sekali kelakuan mereka," ucap Gondo, salah satu murid Satrio, yang merupakan bapak dari Anjar, pemuda yang biasa menjelma menjadi kalong.
"Jika sudah terang nanti kalian carilah bunga-bungaan lalu letakkan di atas kuburan kedua orang tuaku, aku mau kembali ke Desa Glagah," Satrio memberikan pesan pada kedua muridnya sebelum meninggalkan hutan terlarang.
Dengan merubah wujudnya menjadi kelelawar lagi, Satrio terbang menuju ke Desa Glagah lalu berkeliling di desa itu sambil mengeluarkan asap hitam beracun dari tubuhnya. Seperti sumpahnya, pria tersebut ingin membuat Desa Glagah menjadi desa mati.
Setelah area pemukiman warga dia kenai asap hitam beracun, kelelawar itu pun terbang menjauh lalu merubah wujudnya menjadi manusia kembali. Tak berselang lama, mulut Satrio tampak komat-kamit membaca mantra hingga beberapa menit kemudian secara tiba-tiba muncullah kabut tebal di depannya, yang bergerak pelan menuju ke pemukiman warga.
Beberapa polisi patroli yang melihat datangnya kabut itu pun langsung merasa was-was karena biasanya di balik munculnya kabut tersebut pasti akan terjadi bencana yang menimpa warga desa lagi.
Sesudah menyelesaikan aksi balas dendamnya untuk yang kesekian kalinya, Satrio pun balik badan lantas melangkahkan kakinya menuju ke rumah Drajat.
Setibanya di kamar Drajat, pria tua berpakaian serba hitam itu menghilangkan ilmu sirepnya lalu membaringkan tubuhnya di samping temannya lantas tertidur dengan pulas karena kelelahan.
Keesokan paginya, setelah melaksanakan sholat subuh dan mandi, Drajat mengeluarkan sepeda ontelnya untuk pergi ke pasar tanpa membangunkan Satrio karena temannya itu masih tampak tertidur nyenyak, tapi dia meninggalkan pesan di secarik kertas yang dia letakkan di atas meja dekat dipannya.
Sekalipun keadaan sekitarnya masih tampak sedikit gelap, tapi dengan santainya Drajat mengayuh sepeda ontelnya melewati jalur hutan yang sepi seperti biasanya menuju ke pasar. Tanpa Drajat sadari, sepeninggalnya dia dari rumah, dia diikuti oleh seekor kelelawar sihiran Satrio yang bertugas untuk menjaga keselamatan laki-laki tua tersebut selama pergi ke pasar.
Sementara itu di pemukiman Desa Glagah, kabut tebalnya masih tetap menyelimuti area tersebut. Karena kemarin malam kelelawar jelmaan Satrio menyebarkan asap hitam beracun, beberapa polisi patroli yang berada di luar ruangan, pagi itu semuanya kedapatan tergeletak di pinggir jalan sebab sudah terkena oleh racun.
Beberapa warga yang tidak ikut terkena racun pada saat kematian Purnomo dan 20 orang lainnya, begitu membuka pintu rumah, langsung kaget sebab di depan rumah mereka tampak pekat karena adanya kabut tebal hingga mereka tidak bisa melihat apapun.
Tentu saja fenomena aneh itu membuat para warga ketakutan hingga mereka tidak ada yang berani keluar rumah untuk beraktifitas seperti biasanya. Hari itu, tanda-tanda kehidupan di area pemukiman Desa Glagah hampir lumpuh, terkecuali di puskesmas yang merupakan sarana masyarakat yang sangat penting.
Beberapa warga yang mempunyai HP, berinisiatif menelpon pihak kepolisian setempat untuk melaporkan kejadian tak lazim itu. Pak Shodiq yang mendapat kabar buruk lagi dari Desa Glagah, dengan segera melapor pada atasannya untuk membahas tindak lanjut yang akan mereka ambil.
Sekalipun para warga menutup pintu rumah mereka kembali, namun racun yang disebarkan oleh Satrio masih tetap bisa masuk ke dalam rumah melalui ventilasi, yang membuat satu-persatu dari mereka ikutan tumbang tak sadarkan diri.
Ketika Pak Shodiq menghubungi HP salah seorang rekan polisinya yang sedang mendapat tugas patroli di Desa Glagah, panggilan pria itu tidak dijawab karena si empunya HP memang sedang tak sadarkan diri.
Tak ingin menyerah, polisi berpangkat Bripka tersebut lantas menghubungi rekan polisinya yang lain, tapi lagi-lagi juga tidak diangkat, yang membuat firasat Pak Shodiq merasa semakin tidak enak.
Bersama dengan beberapa personel dari kepolisian dan kodim serta Pak Haji Mashudi, Pak Shodiq meluncur ke Desa Glagah untuk memeriksa keadaan. Beberapa meter sebelum kendaraan mereka memasuki gerbang desa itu, Pak Haji Mashudi memerintahkan mereka untuk berhenti.
Pemandangan Desa Glagah berbeda 180° dengan area di luarnya. Sekalipun cuaca saat itu sangat cerah dan sinar matahari lumayan terang, namun berbeda dengan desa tersebut. Selain diselimuti kabut tebal, Desa Glagah juga tampak remang-remang seperti sore hari.
"Astaghfirullah al-adziim, Astaghfirullah al-adziim...," Pak Haji Mashudi beristighfar 2 kali karena sangat prihatin dengan keadaan desa tersebut.
"Ada apa, Pak Haji?" Pak Shodiq merasa penasaran.
"Kabut itu mengandung racun, kalian tidak bisa masuk sembarangan. Kalian perlu pelindung," Pak Haji memberi peringatan.
"Menurut mata batin saya, sudah banyak orang yang pingsan karena terkena racun. Pak Shodiq harus meminta bantuan tenaga tambahan termasuk bantuan dari pihak rumah sakit," imbuh Pak Haji Mashudi yang membuat Pak Shodiq kaget hingga beristighfar.
"Baik Pak Haji, terimakasih untuk penerawangannya, saya nanti akan meminta bantuan setelah tahu keadaan yang sebenarnya di lapangan."
Pak Shodiq tidak bermaksud tidak mempercayai hasil mata batin Pak Haji, tapi sebagai seorang polisi yang mengandalkan bukti dan bertanggung jawab pada atasannya, dia perlu tahu secara pasti kondisi yang mereka hadapi terlebih dahulu.
Tak berapa lama, Pak Shodiq memerintahkan yang lain untuk turun dari kendaraan. Sebelum masuk ke Desa Glagah, polisi berpangkat Bripka itu memberikan sedikit arahan termasuk instruksi wajib agar masing-masing memakai masker medis ganda yang sudah disiapkan sebelumnya.
Dengan bantuan cahaya dari beberapa senter ukuran besar, mereka pun mulai melangkah memasuki desa tersebut. Baru beberapa meter berjalan, rombongan itu menemukan seorang polisi yang tergeletak tak sadarkan diri di tepi jalan.
"Dia sudah terkena racun. Racunnya mirip dengan yang mengenai kelompok perguruan silat Ki Kusumo," ucap Pak Haji Mashudi setelah melakukan penerawangan.
Dengan segera, Pak Shodiq memerintahkan 2 diantara mereka agar menggotong tubuh polisi itu untuk dibaringkan di dalam truk kepolisian. Tidak butuh bukti lebih banyak lagi, polisi berpangkat Bripka tersebut lantas menelpon atasannya lagi untuk meminta bantuan tenaga tambahan sekaligus bantuan dari pihak rumah sakit.
Seraya menunggu bantuan datang, mereka mengumpulkan orang yang pingsan karena terkena racun, yang jumlahnya sudah mencapai 19 orang.
1 jam an kemudian, bantuan tenaga pun datang beserta beberapa mobil ambulance. Karena harus bekerja di tengah kabut yang pekat, otomatis gerak mereka tidak bisa cepat seperti biasanya sekalipun sudah dibantu dengan cahaya senter.
Mengingat banyak warga Desa Glagah yang pingsan terkena racun, tentu saja desa itu harus dikosongkan untuk sementara waktu karena berbahaya jika tetap ditinggali.
Selama para korban mendapat perawatan di rumah sakit, kepala daerah setempat bersama beberapa pihak terkait mempersiapkan tempat penampungan beserta segala kebutuhan yang akan diperlukan.